Ivermectin Masih Beredar, Kemenkes Organisasi Profesi Awasi Nakes dalam Pengobatan
![Ivermectin Masih Beredar, Kemenkes: Organisasi Profesi Awasi Nakes dalam Pengobatan](https://disk.mediaindonesia.com/thumbs/800x467/news/2022/02/732a9f2242f1257479991eae6bc04cc6.jpg)
JURU bicara Covid-19 Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi menanggapi terkait masih beredarnya sejumlah obat yang telah dikeluarkan dari daftar buku pedoman tata laksana covid-19 edisi 4 tahun 2022 seperti Ivermectin. Siti Nadia pun meminta organisasi profesi untuk mengawasi para nakes dalam pengobatan dan terapi pemulihan covid-19 .
"Terkait pengawasan ini, organisasi profesi yang akan mengawasi nakes dalam pemberian pengobatan sesuai standar yang telah ditetapkan orgnisasi profesi ya," kata Nadia kepada Media Indonesia, Jumat (18/2).
Sebelumnya, Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Infeksi Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Erlina Burhan menyampaikan pihaknya telah mencabut lima obat-obatan dan terapi covid-19 yang sempat dipakai namun terbukti tak bermanfaat bagi pemulihan pasien covid-19 dari buku pedoman tata laksana edisi terbaru, mulai dari plasma konvalesen hingga Ivermectin.
"Kami dari organisasi profesi medis mencabut sejumlah opsi obat-obatan antivirus dan terapi yang selama ini digunakan. WHO sudah umumkan beberapa obat yang tidak bermanfaat dan kami mengadopsi itu," kata Erlina.
Menurutnya, plasma konvalesen dan Ivermectin sebelumnya masuk dalam buku pedoman tata laksana covid-19 edisi 3. Namun dalam panduannya, obat-obatan itu tidak pernah masuk sebagai opsi standar perawatan pasien covid-19.
"Obat-obatan itu opsi tambahan berdasarkan rekomendasi medis pada narasi buku edisi 3, Ivermectin masih dalam proses uji klinis, bukan dipakai untuk pelayanan biasa pada pasien," tutur Erlina.
Baca juga: Penggunaan Ivermectin dan Plasma Konvalesen untuk Pengobatan Korona Resmi Disetop
Penggunaan opsi obat-obatan dan terapi antivirus yang dihilangkan dari buku pedoman meliputi plasma konvalesen, Ivermectin, Hidroksiklorokuin, Azitromisin dan Oseltamivir. Tiga obat-obatan yang disebut terakhir bahkan telah dicabut dari buku pedoman sejak edisi 3 yang berlaku setahun sebelumnya.
"Dengan dikeluarkannya obat-obatan dan terapi dari buku pedoman. Tentunya seluruh tenaga medis dilarang menggunakan terapi maupun obat-obatan antivirus tersebut saat merawat pasien covid-19," tegasnya.
Diketahui, Buku Pedoman Tata Laksana Covid-19 Edisi 4 disusun oleh 5 organisasi profesi medis yakni Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Perhimpunan Dokter Anestesiologi dan Terapi Indonesia Intensif Indonesia (PERDATIN), Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular (PERKI) serta Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).
Selain memuat pembaruan seputar penggunaan obat-obatan pasien covid-19, buku pedoman ini juga memaparkan pembaruan terkait panduan lainnya yakni definisi kasus probable varian omicron berdasarkan PCR dengan S-Gene Target Failure (SGTF) dan terkonfirmasi varian omikron berdasarkan Whole Genome Sequencing (WGS).
Sementara itu, Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof. Zubairi Djoerban mengatakan senada, penggunaan kelima obat-obatan dan terapi bagi pasien covid-19 memiliki efek samping serius.
"Obat-obat yang dulu dipakai untuk covid-19 dan kini terbukti tidak bermanfaat, bahkan menyebabkan efek samping serius pada beberapa kasus: Ivermectin, Klorokuin,Oseltamivir, Plasma Convalescent, Azithromycin," ujar Zubairi.
Menurutnya, Ivermectin tidak disetujui Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) AS, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dan regulator obat Uni Eropa. Bahkan dari sejumlah laporan ditemukan penanganan serius bagi pasien setelah diberikan obat-obatan tersebut.
"Pasien banyak yang memerlukan perhatian medis, termasuk rawat inap, setelah konsumsi Ivermectin. Klorokuin yang sudah dipakai oleh ratusan ribu orang di dunia malah berbahaya untuk jantung. Manfaat antivirusnya justru enggak ada. Jadi, klorokuin tidak boleh dipakai lagi," ungkapnya.
Dia menambahkan penggunaan Oseltamivir untuk Influenza dan tidak ada bukti ilmiah untuk mengobati covid-19. WHO juga sudah menyatakan obat ini tidak berguna untuk covid-19.
"Kecuali saat Anda dites terbukti positif Influenza, yang amat jarang ditemukan di Indonesia," lanjutnya.
Saat ini, obat-obatan tersebut juga tidak tertera dalam daftar obat-obatan covid-19 layanan telemedicine Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bagi pasien isoman.(OL-5)
Terkini Lainnya
Dinkes DKI Sebut Covid-19 Varian JN.1 Punya Ciri Khas, Seperti Apa?
38 Warga Jakarta Positif Covid-19 Varian Baru JN 1
Kasus Covid-19 Melonjak Lagi, Kemenkes Ingatkan Masyarakat Lengkapi Vaksinasi
Biaya Pasien Covid-19 Warga Tidak Mampu Ditanggung BPJS, Gunakan Skema PBI
Pasien Covid-19 Dirawat di RSDC Wisma Atlet Kemayoran Berkurang 281 Orang
Obat Anti-Virus Covid-19 Movfor Siap Dipasarkan di Indonesia
Polemik Dokter Asing, Kemenkes Sebut Kebutuhan Spesialis masih Tinggi
Universitas Airlangga: Pemecatan Dekan FK Budi Santoso karena Kebijakan Internal
Kemenkes Nyatakan tidak Terlibat Pemberhentian Dekan Unair yang Tolak Dokter Asing
Kemenkes Tunjuk PT Bio Farma Sebagai Fasilitas Rujukan Delegasi OIC
Sukses Tangani Stunting, Pemkab Klungkung Terima Penghargaan dari Kemenkes
Tingginya Angka Bunuh Diri pada Pria: Mengapa Kesehatan Mental Pria Sering Diabaikan?
Setelah Menang Presiden, Pezeshkian Kini Menghadapi Jalan Terjal
Grand Sheikh Al Azhar: Historis dan Misi Perdamaian Dunia
Kiprah Politik Perempuan dalam Pusaran Badai
Program Dokter Asing: Kebutuhan atau Kebingungan?
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap