visitaaponce.com

Pakar ITB Sebut Banjir Rob di Pantura bakal Lebih Buruk

Pakar ITB Sebut Banjir Rob di Pantura bakal Lebih Buruk
BANJIR ROB DI KAWASAN PELABUHAN TANJUNG EMAS SEMARANG, MEI 2022.(Antara/Aji Styawan)

BANJIR rob masih akan tetap menjadi mimpi buruk bagi masyarakat di Pantura, Jawa Tengah, selama penanganannya dilakukan secara sporadis dan tidak berorientasi jangka panjang.

Hal itu ditegaskan oleh Kepala Lembaga Riset Kebencanaan IA-ITB Heri Andreas. Ia mengatakan dengan terus terjadinya penurunan tanah (land subsidence), meningkatnya kenaikan muka air laut, serta kondisi pasang tinggi yang disertai gelombang tinggi, maka banjir rob dipastikan masih mengancam pantura.

"Saat ini pembuatan tanggul dan peninggian infrastruktur untuk belum selesai, sementara jebolnya tanggul masih tetap menghantui dan itu semua bukanlah sebuah solusi jangka panjang. Jika penurunan tanah terus terjadi, tanggul akan ikut turun dan banjir rob akan datang kembali memberi kerugian," kata Heri kepada Media Indonesia, Selasa (14/6).

Ia menyebutkan, sesuai prediksi banjir rob pada 13 -16 Juni 2022 mendatang, kondisi pasang air laut diprediksi cukup tinggi, bahkan akan menjadi yang tertinggi di tahun ini.  Hal yang paling ditakutkan adalah terjadinya kembali tanggul yang jebol, sehingga kejadian banjir rob pada 23 Mei 2022 lalu, akan terulang. "Bahkan lebih buruk," lanjutnya.

Menurut data-data hasil penelitian, banjir rob kemungkinan besar akan terjadi di sebagian besar pesisir Pekalongan seperti wilayah Pasirsari, Tirto, Kandang Panjang, Panjang Wetan dan Panjang Baru, sebagian besar pesisir Semarang seperti wilayah Bandarharjo, Tambaklorok, Tambakrejo, Kemijen dan Gayamsari, sebagian besar pesisir Demak yang meliputi wilayah Sayung, Karang Tengah, Bonang dan Wedung, sebagian dari pesisir Rembang, Gresik, Surabaya hingga Probolinggo.

Selain itu, rob juga mengancam Pondok Bali Pamanukan, Pesisir Indramayu, Cirebon, sebagian pesisir Tegal dan Brebes.  Di luar pantura, rob juga melanda Pesisir Tangerang, Pesisir Jakarta seperti Kamal Muara, Tanjungan, Muara Angke, Muara Baru, Sunda Kelapa, Ancol dan Marunda, serta Pesisir Muara Gembong.

"Banjir rob merupakan bencana bauran, artinya faktor alam yang diperparah oleh ulah manusia. Yang paling besar adalah ulah manusianya yang menyebabkan tanah pesisir turun akibat eksploitasi air tanah hingga global warming yang menyebabkan sea level rise," lanjutnya.

Faktor alam berupa pasang surut dan gelombang sebenarnya pengaruhnya lebih kecil. Jika terkait dengan ulah manusia, maka sebenarnya bisa diprediksi dan bisa diantisipasi, sehingga risiko bencananya dapat diperkecil bahkan dihilangkan.

"Sayangnya saat ini masih banyak persepsi bahwa banjir rob merupakan bencana alam, sehingga manusia sulit mengantisipasinya," tuturnya.

Pemerintah juga alih-alih melakukan upaya prediksi, yang ada masih meyakini banjir rob adalah bencana alam dan hanya bisa menunggu kedatangannya saja dan mengantisipasinya dengan pembuatan tanggul serta peninggian infrastruktur pesisir.

"Pemerintah masih meyakini banjir rob sebagai bencana alam yang diluar kendali manusia, bencana ini ternyata belum secara tegas masuk ke dalam kategori bencana dalam Undang-Undang Kebencanaan serta perundangan turunannya," paparnya

Kepala Laboratorium Geodesi Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB itu lebih jauh mencatat bahwa hal ini menjadi kendala tersendiri bagi Pemerintah baik di Pusat maupun di Daerah dalam membuat program yang komprehensif terkait upaya pengurangan risiko bencana banjir rob.

Bencana ini hanya dilihat secara parsial, dari sudut pandang yang berbeda-beda, sehingga sampai dengan hari ini banjir rob masih menjadi pemandangan umum wilayah pesisir dan pemberitaan di media-media.

"Jika Pemerintah memprediksi dengan baik, mengantisipasi dengan baik, dan bahkan dapat menghilangkannya, maka akan lain ceritanya," tegasnya.

Sebagai pembuktian betapa berbahayanya ancaman rob di pantura, kata Heri, saat ini Lembaga Riset Kebencanaan IA-ITB  sedang melakukan prediksi dan pembuktian prediksi banjir rob di Pantura diantara tanggal 13 – 16 Juni 2022. Riset itu bekerjasama dengan Laboratorium Geodesi ITB dan juga beberapa penggiat kebencaan seperti Naraloka, Yayasan Mitigasi Hub Indonesia, WANADRI, Koalisi Peduli Lingkungan Jawa Tengah, Ganesha Nusakarya Consulting, ALFIKR dan Pusat Penelitian Kebencanaan dan Perubahan Iklim ITS.

Dengan perhitungan data-data yang cermat diharapkan hasil prediksi dapat dibuktikan prediksinya dengan baik, hasil ini akan diberikan kepada Pemerintah, sebagai argumen yang menunjukkan bahwa sejatinya banjir rob adalah bencana bauran yang lebih dikarenakan ulah manusia, yang dapat diprediksi dan diantisipasi dengan baik.

"Untuk itu banjir rob di masa yang akan datang seharusnya hanya tinggal sebuah cerita yang dibaca anak cucu kita, bukan bencana yang harus ditanggung anak cucu kita," pungkasnya. (H-2)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat