visitaaponce.com

Vaksin dan Skrining HPV Bisa Cegah Kanker Serviks pada Perempuan

Vaksin dan Skrining HPV Bisa Cegah Kanker Serviks pada Perempuan
Nakes menyuntikkan vaksin HPV kepada siswi Sekolah Dasar Negeri (SDN) 05 pada kegiatan bulan imunisasi di Pondok Kelapa, Jakarta Timur.(ANTARA/ Fakhri Hermansyah)

KONSULTAN Onkologi Ginekologi di Mount Elizabeth Medical Centre, Lisa Wong, mencatat pentingnya vaksinasi dan skrining Human papillomavirus (HPV) untuk melindungi perempuan dari virus dan mengurangi risiko kanker serviks.

Karena DNA HPV hadir dalam 99% spesimen kanker serviks, ada hubungan sebab akibat yang kuat antara HPV dan kanker serviks.

"Infeksi HPV adalah penyebab yang diperlukan untuk pembentukan kanker," kata Wong dikutip dari siaran resmi, Selasa (21/6).

Baca juga: Ini Tiga Hal yang Harus Dilakukan untuk Turunkan Kasus Kanker Serviks di Indonesia

Namun, dia menekankan bahwa infeksi HPV sangat umum. Faktanya, sekitar 50% hingga 80% permepuan akan mengembangkan salah satu dari lebih dari 200 subtipe HPV yang diketahui, setidaknya sekali seumur hidup mereka.

Namun, sebagian besar kasus bersifat sementara dan tanpa gejala. Sekitar 80% kasus akan sembuh secara spontan dalam satu hingga dua tahun. Sebagian besar juga berisiko rendah dan dapat menyebabkan kutil kelamin.

Hanya sebagian kecil kasus--jenis onkogenik--akan berkembang menjadi kanker.

"Kanker sebenarnya adalah hasil yang jarang dari infeksi umum," katanya.

Ia menjelaskan tiga alat skrining utama untuk kanker serviks adalah Pap smear konvensional, sitologi berbasis cairan, dan tes HPV.

Pap smear konvensional punya karakteristik dibatasi oleh sensitivitas yang buruk (50%-60%) dan dipengaruhi oleh metode pengumpulan, tetapi spesifisitas yang sangat baik (97,1%) dan nilai prediksi positif yang tinggi.

Sementara sitologi berbasis cairan punya sensitivitas tinggi (75%-85%), dan tingkat negatif palsu yang lebih rendah, tetapi spesifisitas yang lebih rendah.

Di sisi lain, Tes HPV punya sensitivitas yang jauh lebih tinggi (98%-99%), tetapi tidak mendeteksi lesi prakanker. Kelemahan utama adalah spesifisitas yang lebih rendah (93,3%), tetapi nilai prediksi negatif yang sangat baik.

Pap smear, kata Wong, cenderung memberikan proporsi positif dan negatif palsu yang tinggi (10%). Sensitivitas juga meningkat seiring bertambahnya usia, yang membuatnya lebih berguna untuk perempuan yang lebih tua daripada wanita yang lebih muda. 

Ini berkisar dari 52% untuk perempuan di bawah 35 tahun, hingga 79% untuk wanita di atas 50 tahun. Namun, mereka tidak seefektif mendeteksi prekursor dari adenokarsinoma.

 Berdasarkan pedoman skrining baru, direkomendasikan orang berusia 25-29 tahun melakukan sitologi setiap tiga tahun dan orang berusia 30-69 tahun melakukan tes HPV setiap lima tahun.

Dua jenis HPV yang paling onkogenik, HPV 16 dan 18 bertanggung jawab atas 70%-80% kasus kanker serviks.

Tes HPV mendeteksi lebih banyak lesi prakanker tingkat tinggi CIN 2 dan 3 dan lebih baik untuk mendeteksi adenokarsinoma. 

Tes HPV negatif lebih meyakinkan dan karenanya interval skrining dapat ditingkatkan menjadi lima tahun.

Untuk perempuan yang lebih muda, HPV mungkin kurang bermanfaat karena tingkat positif palsu yang lebih tinggi. 

Wong mencatat beberapa potensi bahaya dari tes HPV, termasuk stigma yang terkait dengan aktivitas seksual, kecemasan dan tekanan psikologis, dan ketidaknyamanan dari prosedur diagnostik dan pengobatan tambahan. (Ant/OL-1)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat