visitaaponce.com

PB IDI Pemenuhan Jumlah Dokter Perlu Libatkan Kemendagri dalam SKB

PB IDI: Pemenuhan Jumlah Dokter Perlu Libatkan Kemendagri dalam SKB
Ketua PB IDI, dr. Moh. Adib Khumaidi, Sp. OT.(MI/M Irfan )

PENGURUS Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) mengakui bahwa saat ini Indonesia memang mengalami kekurangan tenaga dokter. Baik dokter umum maupun dokter spesialis, semuanya masih di bawah standar WHO.

"Dengan jumlah penduduk 273 juta, kebutuhan dokter adalah 273.984 (rasio 1:1.000), maka pada tahun 2022 jumlah kekurangan dokter umum sebanyak 172.508," ungkap Ketua PB IDI, dr. Moh. Adib Khumaidi, Sp. OT dalam Diskusi Strategis Keprofesian IDI dengan tema 'Diskusi Terbuka Surat Keputusan Bersama Dua Menteri tentang Peningkatan Kuota Program Dokter dan Dokter Spesialis', Sabtu (13/8).

Selain dokter umum, masalah yang sama juga terjadi pada dokter spesialis. Terdapat 269 atau 41,58% Rumah Sakit yang belum memiliki 7 jenis dokter.

Adib mengapresiasi langkah pemerintah, dalam hal Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Kementrian, Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud-Ristek) yang telah mendorong akselerasi pemenuhan kebutuhan dokter melalui pendidikan kedokteran. Kedua kementerian sudah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) dua menteri untuk mendukung produksi dokter baik umum maupun spesialis.

Baca juga: Indonesia Masih Kekurangan Dokter Spesialis Jantung

Meski demikian, Adib menilai bahwa masalah tidak semata-mata soal jumlah yang harus dipenuhi dengan mengakselerasi produksi.

Menurutnya, distribusi dokter juga menjadi masalah utama. Sebab, banyak dokter yang ingin bertugas di kota besar, sehingga terjadi ketimpangan di bandingkan dengan di desa.

Masih banyak kebutuhan dokter umum dan spesialis. Tapi di satu sisi juga terjadi overload jumlah dokter seperti di wilayah tertentu Jakarta.

Adib menegaskan bahwa hal itu merupakan tanggung jawab semua pihak baik pusat maupun daerah.

Pemerintah pusat boleh saja mengimbau daerah, akan tetapi tanpa keterlibatan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), maka SKB Dua Menteri akan sulit diimplementasikan.

"SKB Dua Menteri belum lengkap kalau belum ditambahkan Kemendagri. Karena Pemda lebih mendengar Kemendagri," urainya.

Adib berharap Kemenkes dan Kemendikbud-Ristek bisa berkolaborasi bersama Kemendagri.

Sebab, Kemendagri memiliki posisi strategis dalam mendorong daerah untuk menyediakan fasilitas yang bisa menjadi daya tarik bagi para dokter.

Keterlibatan semua stakeholder pun sangat dibutuhkan. Sehingga akselerasi tidak sekadar menambah jumlah dokter tetapi betul-betul dilakukan distribusi dalam memenuhi kebutuhan dokter nasional, khususnya di daerah.

Sementara itu, Dirjen Tenaga Kesehatan Kemenkes, drg. Arianti Anaya, MKM, menyampaikan bahwa saat ini pihaknya sedang melakukan penyatuan data tenaga kesehatan. Pendataan menjadi langkah awal untuk menata dan mengetahui secara pasti jumlah tenaga kesehatan.

"Data ini masih baru, ino belum pasti karena masih dalamproses penataan. Kira-kira sebulan kedepan kita sudah punya data yang lengkap," tuturnya.

Berdasarkan standar WHO, jumlah dokter di Indonesia memang masih jauh dari cukup. Lantas, yang diupayakan pemerintah dalam waktu dekat adalah meningkatkan jumlahnya atau kuantitas terlebih dahulu.

"Kalau standar WHO, maka kita masih jauh. Nah ini yang harus kita kejar," imbuhnya.

Meski dalam SKB, fokusnya adalah mengakselerasi jumlah dokter, kualitas dan distribusi juga diperhatikan. Sehingga, pelayanan kesehatan benar-benar dirasakan secara merata oleh semua warga Indonesia.(Van/OL-09)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat