visitaaponce.com

Literasi Digital Penting untuk Hadapi Ancaman Dunia Maya

Literasi Digital Penting untuk Hadapi Ancaman Dunia Maya
Ilustrasi lliterasi digital(freepik.com)

LITERASI digital dinilai merupakan hal yang wajib dipahami untuk mendukung transformasi digital, salah satunya untuk menghadapi potensi ancaman dari dunia maya.

''Hal-hal yang berpotensi mengancam tersebut di antaranya adalah penipuan, pelanggaran atas data pribadi dan misinformasi atau terpapar hoaks,'' kata Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Nadia Fairuza melalui keterangannya, Jumat (26/8).

Ia menambahkan, selain merupakan keniscayaan dalam menghadapi transformasi digital, literasi digital juga dibutuhkan untuk tujuan penggunaan internet secara produktif.

Data Digital Literacy Index 2021 yang dirilis Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dan KataData menunjukkan dari empat pilar literasi yakni digital culture, digital skills, digital ethics, digital safety, yang terakhir memiliki skor terendah, menunjukkan belum semua masyarakat menyadari bahaya yang menyertai aktivitas-aktivitas mereka di dunia digital.

Berkembangnya platform yang mengandalkan pengumpulan informasi konsumen untuk menciptakan personalised content membuka ruang bagi platform ini untuk melanggar privasi konsumen. Di ranah EdTech, hal ini juga semakin membuka peluang pelanggaran data pribadi anak-anak.

Data Badan Pusat Statistik (2021) menunjukkan sebanyak 88,99% anak usia 5 tahun ke atas sudah menggunakan internet dan mengakses media sosial.

Sebanyak hampir 90% anak-anak ini menggunakan ponsel pintar (smartphone) untuk mengakses internet. Banyaknya anak yang mengonsumsi internet memperlihatkan pentingnya penguasaan literasi digital sejak usia dini.

Baca juga: Gandeng Perguruan Tinggi di Daerah, Kemenkominfo Fasilitasi Literasi Digital KKN

Berdasarkan data dari Digital Civility Index (DCI), Indonesia menempati urutan ke-29 dari 32 negara dan merupakan negara dengan ranking terburuk se-Asia Pasifik pada tahun 2020.

Sebagai sebuah inisiatif dari Microsoft, DCI mengukur tingkat keberadaban pengguna internet di berbagai negara di dunia. Ia memperlihatkan masyarakat Indonesia kerap kali terlibat dalam penyebaran hoaks, ujaran kebencian, dan diskriminasi.

Posisi dalam indeks ini memperlihatkan perlunya perbaikan perilaku masyarakat dalam menggunakan internet. Perilaku yang buruk ini menyebabkan masyarakat tidak dapat memanfaatkan internet untuk tujuan positif.

Penelitian CIPS merekomendasikan urgensi untuk memperkenalkan literasi digital dan dasar-dasarnya sejak dini untuk meningkatkan resiliensi dalam menyiasati perkembangan teknologi informasi. Untuk itu, literasi digital perlu dimasukkan ke dalam kurikulum nasional mengingat pentingnya ilmu dan kompetensi dalam menggunakan teknologi dan internet dalam kehidupan sehari-hari.

"Membiasakan cara berpikir kritis, mengajarkan penggunaan teknologi, memperkenalkan konsep-konsep penting seperti persetujuan (consent), batasan (boundary), serta data personal yang tidak boleh dibagikan di ruang maya seperti alamat, password, nama orang tua, dan lain sebagainya harus mulai diajarkan sedini mungkin di sekolah," ungkap Nadia.

"Selanjutnya perlu terus membimbing mereka menggunakan teknologi dengan aman dan bertanggung jawab," imbuhnya.

Hal ini mengisyaratkan pentingnya pembekalan orangtua, guru, dan pengasuh anak dengan literasi digital agar dapat membimbing anak-anak mereka dalam menggunakan teknologi internet.

Kemendikbudristek memiliki banyak program literasi, akan tetapi terbatas pada mendukung kebiasaan membaca, bukan untuk meningkatkan literasi digital. Sudah sewajarnya jika literasi digital menjadi program utama di tengah-tengah peningkatan upaya digitalisasi pendidikan di Indonesia.(OL-5)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat