visitaaponce.com

Satu dari Tiga Remaja Indonesia Punya Masalah Kesehatan Mental

Satu dari Tiga Remaja Indonesia Punya Masalah Kesehatan Mental
Ilustrasi gangguan mental.(DOK MI.)

NATIONAL Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) merupakan survei kesehatan mental nasional pertama di Indonesia yang mengukur angka kejadian gangguan mental pada remaja berusia 10-17 tahun di Indonesia. I-NAMHS merupakan bagian dari National Adolescent Mental Health Survey (NAMHS) yang juga diselenggarakan di Kenya (K-NAMHS) dan Vietnam (V-NAMHS). 

Penelitian itu dikerjakan melalui kerja sama antara Universitas Gadjah Mada (UGM), University of Queensland (UQ) Australia, Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health (JHSPH) Amerika Serikat, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes), Universitas Sumatra Utara (USU), dan Universitas Hasanuddin (Unhas). I-NAMHS berfokus untuk menghitung beban penyakit (prevalensi) enam gangguan mental yang paling umum di antara remaja, yaitu fobia sosial, gangguan cemas menyeluruh, gangguan depresi mayor, gangguan perilaku, gangguan stres pasca trauma (PTSD), dan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (ADHD). 

I-NAMHS juga mengidentifikasi faktor risiko dan pelindung yang berhubungan dengan gangguan mental remaja seperti perundungan, sekolah dan pendidikan, hubungan teman sebaya dan keluarga, perilaku seks, penggunaan zat, pengalaman masa kecil yang traumatis, dan penggunaan fasilitas kesehatan. Pengumpulan data dilaksanakan pada 2021 oleh enumerator yang telah terlatih untuk melakukan wawancara kepada remaja dan pengasuhnya. Semua proses pengumpulan data dilakukan dengan mengikuti protokol kesehatan. 

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 5.664 remaja dan pengasuhnya berpartisipasi dalam I-NAMHS. I-NAMHS menunjukkan bahwa satu dari tiga remaja Indonesia memiliki masalah kesehatan mental serta satu dari 20 remaja Indonesia memiliki gangguan mental dalam 12 bulan terakhir. 

Angka itu setara dengan 15,5 juta dan 2,45 juta remaja. Remaja dengan gangguan mental mengalami gangguan atau kesulitan dalam melakukan kesehariannya yang disebabkan oleh gejala gangguan mental yang ia miliki. Remaja dalam kelompok ini ialah remaja yang terdiagnosis dengan gangguan mental sesuai dengan panduan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders Edisi Kelima (DSM-5) yang menjadi panduan penegakan diagnosis gangguan mental di Indonesia.

Gangguan mental yang paling banyak diderita oleh remaja ialah gangguan cemas (gabungan antara fobia sosial dan gangguan cemas menyeluruh) sebesar 3,7%. Ini diikuti oleh gangguan depresi mayor (1,0%), gangguan perilaku (0,9%), dan gangguan stres pascatrauma (PTSD), serta gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (ADHD) masing-masing sebesar 0,5%. 

I-NAMHS juga mengungkap bahwa meskipun pemerintah sudah meningkatkan akses ke pelbagai fasilitas kesehatan, hanya sedikit remaja yang mencari bantuan profesional untuk masalah kesehatan mental mereka. Hanya 2,6% dari remaja yang memiliki masalah kesehatan mental menggunakan fasilitas kesehatan mental atau konseling untuk membantu mereka mengatasi masalah emosi dan perilaku mereka dalam 12 bulan terakhir. Angka tersebut masih sangat kecil dibandingkan jumlah remaja yang sebenarnya membutuhkan bantuan dalam mengatasi permasalahan mental mereka. 

Temuan I-NAMHS pun memperlihatkan bahwa kebanyakan (38,2%) pengasuh remaja memilih untuk mengakses layanan kesehatan mental dari sekolah untuk remaja mereka. Di sisi lain, dari semua pengasuh utama yang menyatakan bahwa remaja mereka membutuhkan bantuan, lebih dari dua perlima (43,8%) melaporkan bahwa mereka tidak mencari bantuan karena mereka lebih memilih untuk menangani sendiri masalah remaja tersebut atau dengan dukungan dari keluarga dan teman-teman.

Pengumpulan data penelitian itu dilakukan saat pandemi covid-19. Karenanya I-NAMHS berkesempatan mengumpulkan data mengenai pengaruh kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan pembatasan kontak sosial selama pandemi terhadap kesehatan mental remaja. Sebanyak 1 dari 20 remaja melaporkan merasa lebih depresi, lebih cemas, lebih merasa kesepian, dan lebih sulit untuk berkonsentrasi daripada sebelum pandemi.

Berdasarkan Sensus Penduduk 2020, hampir 20% dari total penduduk Indonesia berada dalam rentang usia 10-19 tahun. Populasi remaja memiliki peran penting bagi perkembangan Indonesia, terutama untuk meraih bonus demografi dan merealisasikan visi Indonesia Emas 2024.

Guru Besar FK-KMK UGM, Prof. dr. Siswanto Agus Wilopo, SU, M.Sc., Sc.D yang sekaligus sebagai peneliti utama I-NAMHS menekankan pentingnya ketersediaan data prevalensi berskala nasional seperti I-NAMHS. "Selama ini, data yang kita punya tidak merepresentasikan Indonesia atau tidak berdasarkan diagnosis sehingga perencanaan program dan advokasi mengenai kesehatan mental remaja menjadi tidak tepat sasaran. Harapannya I-NAMHS bisa membantu pemerintah dan pihak lain yang terkait dengan kesehatan mental remaja dalam mendesain program dan advokasi yang lebih baik bagi remaja kita," ungkapnya. (RO/OL-14)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Wisnu

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat