visitaaponce.com

OCD, Kenali Gejala, Penyebab, dan Penanganannya

OCD, Kenali Gejala, Penyebab, dan Penanganannya
Ilustrasi(freepik.com)

PESINETRON Aliando Syarief mengungkapkan dirinya didiagnosis menderita obsessive compulsive disorder (OCD) selama beberapa tahun. Gangguan mental itu membuat dirinya tak bisa beraktivitas secara normal. Aliando mengaku gejala penyakit OCD yang dialaminya tergolong ekstrem sehingga perlu pengobatan menyeluruh. Kondisi tersebut memaksa dirinya mulai jarang tampil di layar kaca.

Spesialis kedokteran jiwa, dr Zulvia Oktanida Syarif, menjelaskan OCD ialah sejenis gangguan mental yang ditandai dengan adanya gejalan obsesi (pikiran yang terjadi berulang) dan kompulsi (tindakan yang berulang). Namun, belum diketahui penyebab pastinya.

"Orang dengan OCD memiliki gejala obsesi, kompulsi, atau keduanya. Gejala-gejala ini dapat mengganggu semua aspek kehidupan, seperti pekerjaan, sekolah, dan hubungan pribadi," kata Zulvia dalam diskusi virtual dilansir pada Minggu (13/2).

Baca juga : Menkes: 1 dari 10 Orang di Indonesia Idap Gangguan Kesehatan Jiwa

Obsesi merupakan pikiran yang berulang, dorongan, atau gambaran mental yang menyebabkan kecemasan. Sementara itu, kompulsi ialah perilaku berulang seseorang dengan OCD merasakan dorongan untuk melakukan dalam menanggapi pemikiran obsesif. 

Kompulsi umum, termasuk pembersihan berlebihan atau mencuci tangan, memesan, dan mengatur sesuatu dengan cara yang khusus dan tepat. Pengidap juga bisa berulang kali memeriksa berbagai macam hal seperti memeriksa pintu apakah sudah terkunci.

Gejala bisa datang dan pergi, mereda seiring waktu, atau memburuk. Meskipun sebagian orang dewasa dengan OCD menyadari apa yang mereka lakukan tidak masuk akal, ada orang dewasa dan sebagian besar anak yang tidak menyadari bahwa perilaku mereka di luar kebiasaan. Orangtua atau guru biasanya mengenali gejala OCD pada anak-anak.

Baca juga : Satu dari Tiga Remaja Indonesia Punya Masalah Kesehatan Mental

Penyebab

Ada beberapa faktor penyebab terjadinya OCD pada seseorang. Salah satunya ialah muncul stresor pada penderita OCD. Stresor merupakan faktor-faktor dalam kehidupan manusia yang mengakibatkan terjadinya respons stres. "Stresor ini berasal dari berbagai sumber, baik dari kondisi fisik, psikologis, maupun sosial," ujarnya.

Dia menjelaskan OCD dapat muncul di usia 10 tahun hingga 24 tahun bahkan bisa dari dari SD atau SMP. Kondisi itu sangat mengganggu aktivitas bagi penderitanya. Bahkan, ketika stresor tersebut muncul saat dewasa dapat membuat kondisi penderitanya semakin berat.

"Menurut penelitian, faktor risiko OCD yang berasal dari faktor biologis ialah adanya ketidakseimbangan neurotransmiter di otak. Faktor lain ialah faktor genetik, pola asuh, perkembangan anak, dan faktor stresor sosial," sebutnya.

Baca juga : Inilah Psikiater Pencipta Modul Terapi Musik Pertama untuk ODGJ

Zulvia menjelaskan penanganan pada penderita OCD harus komprehensif atau menyeluruh dengan pemberian obat untuk menyeimbangkan neurotransmiter di otak yang menyebabkan adanya obsesi dan kompulsi. 

"Penanganan kedua dengan psikoterapi yang merupakan suatu jenis terapi di mana penderita akan dibantu oleh terapis untuk mengatasi obsesi dan kompulsi. Salah satu jenis dari terapi tersebut adalah CBT atau terapi perilaku kognitif," paparnya.

Tidak ada cara yang pasti untuk mencegah gangguan obsesif-kompulsif. Namun, mendapatkan pengobatan sesegera mungkin bisa membantu mencegah OCD memburuk dan mengganggu kegiatan dan rutinitas pengidap sehari-hari. (H-2)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indrastuti

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat