visitaaponce.com

Gitasav dan Fenomena Gunung Es Childfree

INFLUENCER Instagram Gita Savitri kembali menuai kontroversi. Komentarnya di Instagram yang ditujukan pada salah satu penggemarnya dinilai menggaungkan childfree. Sontak saja komentar tersebut kemudian menjadi bulan-bulanan netizen Instagram yang menilai komentar dari Gita menyudutkan ibu-ibu yang memutuskan mempunyai anak.

Drama panjang itu bahkan terus berlanjut di kemudian hari. Gita terus bersuara lewat akun Instagram-nya terkait dengan keputusannya menjadi childfree. 

Baca juga: Pandangan Islam tentang Childfree atau tidak Ingin Punya Anak

Selain menyuarakan keputusannya dengan alasan membantu suara pasangan-pasangan muda yang memilih childfree, juga sebagai jalan kebahagiaannya dalam menikah.

Mengenal childfree

Istilah childfree atau dikenal dengan keinginan tidak mempunyai anak pada pasangan normal yang tidak memiliki masalah kesuburan sebenarnya sudah lama dikenal di negara-negara Eropa. 

Pasangan yang baru menikah itu biasanya mempunyai berbagai alasan untuk tidak melahirkan anak ke dunia. Alasannya pun cukup beragam, mulai cara pandang pesimistis tentang kondisi dunia sampai kondisi kematangan mental dan ekonomi yang dirasa belum sanggup untuk mempunyai anak.

Tren childfree itu sebenarnya seperti gunung es yang tidak terlihat di permukaan. Banyak milenial di Indonesia sebenarnya memutuskan untuk tidak mempunyai anak dalam kehidupan pernikahannya. Alih-alih mendapatkan kebahagiaan, menurut mereka, mempunyai anak justru menjadi beban tersendiri dalam menjalani bahtera rumah tangga yang dilaluinya.

"Gue enggak punya alasan kuat untuk bawa jiwa baru di dunia dan dari segi finansial punya anak itu mahal, baik biaya pendidikannya maupun kesehatannya" ujar CA, salah satu karyawan BUMN yang bekerja di Jakarta. 

Menurutnya, punya anak merupakan tanggung jawab besar yang harus dijalankan seumur hidupnya. Hal itu yang kemudian membuat CA pada akhirnya memutuskan untuk memilih childfree serta memilih jalan kebahagiaannya hanya berdua dengan pasangannya di kemudian hari.

Mengapa childfree berkembang?

Kehidupan milenial dan generasi di bawahnya sudah jauh berbeda dari kehidupan generasi sebelumnya. Faktor-faktor seperti pandemi, krisis ekonomi, sampai meledaknya populasi di dunia menyebabkan generasi itu memiliki pemikiran yang jauh berbeda dari generasi sebelumnya. 

Pada segi ekonomi, misalnya, dalam fase kehidupannya, generasi milenial sudah mengalami beberapa kali resesi. Hal itu terjadi dari resesi pada 2006, resesi akibat pandemi covid-19, sampai resesi yang diperkirakan mengancam pada tahun ini. 

Banyak milenial dan generasi di bawahnya harus berjuang untuk memenuhi kebutuhan ekonominya dalam melewati setiap tantangan itu sehingga membuat mereka berpikir tidak sanggup jika harus membawa kehidupan baru dalam rumah tangga.

Polusi, perang, kudeta, sampai pembunuhan yang terjadi di berbagai belahan dunia juga membuat pandangan pesimistis tumbuh di kalangan milenial ke bawah. 

Generasi itu sudah tidak mempunyai cara pandang yang sama dengan generasi sebelumnya yang dapat melihat dunia secara positif. Banyak dari mereka yang memilih childfree pada akhirnya merasa tidak tega melahirkan darah dagingnya di dunia yang menurutnya sudah tidak baik-baik saja.

Didukung data statistik

Fenomena childfree itu secara tidak langsung memang terpendam jauh dari permukaan. Namun, ternyata sudah banyak negara di dunia yang rata-rata tingkat kelahiran anaknya di bawah dua orang. 

Dari data yang dirilis CIA, Taiwan menjadi negara dengan rata-rata tingkat kelahiran terendah per perempuannya hanya berada di angka 1,08 kemudian disusul Korea Selatan dengan 1,10, Singapura dengan 1,16, Hong Kong 1,22, dan Italia di angka 1,22.

Angka kelahiran per 1.000 orang di dunia juga tidak jauh berbeda. Penurunan terus terjadi setiap tahunnya pada angka kelahiran di dunia yang dirilis Bank Dunia. 

Misalnya, pada 2020, angka kelahiran per 1.000 orang ialah 18,07, pada 2021 menjadi 17,87, dan pada 2022 angka itu kembali menurun menjadi 17,66.

Kondisi di Indonesia juga sebenarnya tidak jauh berbeda. Menurut BPS, laju pertumbuhan penduduk Indonesia terus mengalami penurunan di setiap periodenya. 

Misalnya, pada periode 1990-2000 laju pertumbuhan penduduk Indonesia mencapai 1,44%, kemudian pada periode 2000-2010 laju pertumbuhan penduduk Indonesia sempat mengalami kenaikan menjadi 1,49%, tetapi  pada periode 2010-2020 laju pertumbuhan penduduk Indonesia justru turun sangat dalam menjadi 1,25%.

Sementara itu, menurut Bank Dunia, angka kelahiran per 1.000 orang di Indonesia pada 2020 mencapai 17,65. Jumlah itu kemudian menurun pada 2021 menjadi 17,37 dan terus mengalami penurunan pada 2022 menjadi 17,09. 

Penurunan di setiap tahunnya juga tidak bisa dibilang kecil karena selisihnya terus membengkak di setiap tahunnya.

Konsekuensi childfree

Sebenarnya sah-sah saja bila memilih childfree dengan segala pertimbangan matang sebelumnya. Permasalahan kemudian muncul apabila seseorang memaksakan kehendaknya kepada orang lain yang masih merasakan kebahagiaan dari mempunyai anak. Hal itulah yang kemudian menjadi sorotan warganet dalam kasus yang dialami Gita.

Selain itu, keputusan childfree harus dilihat kembali. Apabila keputusan tersebut bersinggungan dengan psikologis seseorang, sebaiknya hubungi psikolog terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan itu. 

Apabila kesehatan mental seseorang terganggu, akan merusak kemampuan orang tersebut dalam mengambil keputusan di hidupnya. Trauma masa lalu juga sebaiknya tidak dijadikan alasan dalam mengambil keputusan dalam kehidupan.

Namun, jika telah mantap memilih childfree, Indonesia mungkin bukanlah negara yang ramah bagi hal itu. Masyarakat di Indonesia masih menganggap mempunyai anak ialah sebuah karunia dan rezeki yang diberikan sang penguasa dunia dan alam semesta. 

Tidak mengherankan jika nantinya kalian memutuskan untuk childfree, stigma dari lingkungan akan terus dihadapi selama perjalanan rumah tangga yang dilalui. (OL-1)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat