visitaaponce.com

Ke Sekolah, tapi tidak Beroleh Kesempatan Belajar yang Berkualitas

Ke Sekolah, tapi tidak Beroleh Kesempatan Belajar yang Berkualitas
Ilustrasi: siswa kelas 12 SMA Negeri 3 Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) masuk sekolah subuh.(MI/PALCE AMALO)

KEMENTERIAN Kementerian Pendidikan, Budaya, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyoroti pelajar Indonesia mengalami krisis yang cukup lama yakni banyak murid berada di sekolah namun tidak mendapatkan kesempatan belajar yang berkualitas.

Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek Anindito Aditomo mengatakan dulu angka partispiasi anak ke sekolah hanya 35 persen dan sebagian besar anak 15 tahun tidak ada di sekolah, namun angka tersebut kini menjadi 90 persen bahkan untuk beberpaa daerah sudah 100% artinya pemerintah dan masyarakat berhasil memberikan pendidikan dan kesempatan sekolah kepada masyarakat.

"Tantangan sampai sekarang adalah apakah meraka benar-benra belajar atau tidak, standar kualitas, akses pendidikan kita luar biasa bagus. PR kita adalah bukan hanya memastikan ia sekolah tapi bagaimana ia belajar. Pada 2021 dari asesmen nasional baru separuh siswa kita setelah sekolah baru bisa memahami apa yang ia baca," kata Anindito di Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (8/3).

Baca juga: Target Penerapan Kurikulum Merdeka di 2024 Dinilai Tergesa-gesa

Kemendikbudristek membagi capaian komptensi literasi yakni perlu intervensi khusus, dasar, cakap, dan mahir. Pada jenjang SD mayoritas siswa sudah mendapay komptensi yang cakap, dan untuk komptensi dasar serta intervensi khusus sekitar 50 persen.

Di tingkat SMP perlu intervensi khusus sekitar 15%, 35% hanya kompetensi dasar dan sisanya cakap serta mahir. Di level SMA mayoritas mendapatkan literasi dasar dan cakap, sementara di SMK juga menunjukkan mayritas hanya mendapatkan kompetensi dasar dan cakap.

Baca juga: DPR : Wajib Masuk Sekolah Pukul 5 Pagi Sudah Tepat

"Untuk literasi matematika lebih parah lagi, hanya sepertiga yang memakai matematika untuk menghadapi permasalahan sehari-hari namun persisnya masih kita olah. kalau kompetensi memahami apa yang ia baca itu saja belum tercapai apalagi kompetensi yang lebih kompleks itu sudah lebih kompleks lagi," ungkapnya.

Capaian kompetensi numerasi semua jenjang hanya berada di level dasar sebagian sudah cakap dan diikuti level intervensi khusus, sementara itu masih sedikit siswa yang berada di level mahir dalam komepetensi dasar.

Baca juga: Sejarah Matematika, Bapak Penemu Aljabar dan Angka Nol

Sehingga diperlukan transformasi sistem artinya keseleuruhan perlu diubah dan secara bersamaan dalam beberapa tahun terkahir. "Ini perlu karena sistem pendidikan kita sudah lama sekali menangani krisis seperti anak-anak ada di sekaloah tapi tidak beajar," ucapnya.

"Tujuan Merdeka Belajar adalah agar setiap murid mengembangkan karakter dan kompetensi yang esensial untuk menjadi pembelajar sepanjang hayat dan mampu berpartisipasi dalam masyarakat yang modern, demokratis, dan majemuk," pungkasnya. (Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat