visitaaponce.com

Perempuan Diharapkan Jadi Benteng Halau Kekerasan sejak Dini

Perempuan Diharapkan Jadi Benteng Halau Kekerasan sejak Dini
Direktur Nasional Gusdurian Network Indonesia (GNI) Alissa Wahid.(Ist)

DIREKTUR Nasional Gusdurian Network Indonesia (GNI) yang juga aktivis pemerhati isu perempuan dan anak Alissa Wahid berharap kaum perempuan dapat menjadi benteng kokoh guna menghalau kekerasan dan intoleransi sedari dini dari rumah tangganya masing-masing.
 
"Pada tingkatan sosial terkecil, yaitu rumah tangga, perempuan memiliki peranan penting dalam menentukan model pengasuhan yang dijalankan bagi anak-anaknya," ucap Alissa seperti dikutip Antara di Jakarta, Kamis (9/3).
 
Ia mengatakan tingkat pendidikan seorang perempuan sangat berpengaruh terhadap pola asuh yang diberikan kepada anak-anaknya.
 
Praktik kekerasan dalam keluarga yang berulang dan turun temurun, banyak disebabkan oleh kurangnya pendidikan yang didapatkan perempuan. Padahal, menggunakan kekerasan dalam mendidik anak adalah cara yang tidak efektif dan hanya menimbulkan trauma berkepanjangan.
 
"Sudah semestinya kita mendorong perempuan supaya berpendidikan lebih tinggi, walaupun nantinya perempuan tersebut memilih untuk jadi ibu rumah tangga. Harus dipahami bahwa pendidikan yang lebih tinggi itu tidak akan terbuang begitu saja," ujar Alissa.
 
Ia juga menekankan pentingnya kerja sama antara ayah dan ibu dalam keluarga. Putri pertama dari Presiden ke-4 Indonesia Abdurrahman Wahid atau Gus Dur ini mencontohkan kerja sama yang baik antara kedua orangtua dengan mencapai kesepakatan dalam pembagian peran.
 
Alissa juga mengemukakan bahwa pembentukan karakter anak akan sangat dipengaruhi oleh keluarganya di rumah.


Baca juga: Gus Muhaimin: Musik Indonesia Tetap yang Terbaik, Jadi Harus Maju

 
Ia memberikan gambaran seperti pada kasus penganiayaan yang dilakukan oleh anak dari mantan pejabat Ditjen Pajak, Rafael Alun Trisambodo.
 
"Akar kehidupan seorang manusia terdapat di keluarganya. Pada kasus Mario Dandy, kita melihat cara mengelola keluarga yang diterapkan orangtua Mario itu bermasalah," kata perempuan yang menjabat sebagai Ketua Tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama periode 2022-2027 ini.
 
Menurutnya, kasus kekerasan yang dilakukan oleh Mario Dandy merupakan salah satu contoh dari relasi kuasa.
 
Ia berharap praktik relasi kuasa ini tidak dilakukan bahkan pada lingkup keluarga karena akan menimbulkan ketidakharmonisan.
 
"Ketika dia melakukan penyiksaan, dia pakai relasi kuasa karena dia merasa sebagai anak orang yang lebih berkuasa, kemudian menghajar orang yang dipandang sebagai rakyat jelata," ujar Alissa.
 
Ia berharap perempuan Indonesia memiliki kemauan untuk terus mengembangkan diri. Dengan semakin berkembang dan bertambahnya pendidikan serta wawasan yang didapat, Alissa berharap kaum perempuan dapat memiliki kontribusi yang lebih baik di lingkup keluarga dan masyarakat.
 
"Dari sikap tumbuh dan mau belajar terus menerus itu, kita bisa berproses menjadi perempuan yang baik untuk dirinya sendiri," ujarnya.
 
Selain itu, perempuan yang berpendidikan dan berwawasan luas bisa menjadi istri dan ibu yang baik bagi anak-anaknya.
 
"Lalu yang ketiga, dia baik dalam kehidupan bermasyarakat," ucap Alissa. (Ant/I-2)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat