visitaaponce.com

Larangan Buka Puasa Bersama Bentuk Intervensi Pemerintah

Larangan Buka Puasa Bersama Bentuk Intervensi Pemerintah
Acara 'Tadarus Kebangsaan dan Penyusunan Peta Jalan Kepemimpinan Muslim Indonesia' di Jakarta.(HO)

PIMPINAN Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI) Kiai Said Aqil Siradj menyinggung soal larangan buka puasa bersama yang dikeluarkan Pemerintah. Ia menilai larangan ini telah menimbulkan kegaduhan dan rasa tidak percaya di masyarakat.

"Secara umum itu menyinggung perasaan umat Islam karena ini sudah jadi budaya," kata Said dalam acara 'Tadarus Kebangsaan dan Penyusunan Peta Jalan Kepemimpinan Muslim Indonesia' di Jakarta, Sabtu (25/3).

Menurut Said, sikap pemerintah itu sebagai bentuk intervensi berlebih atas ruang-ruang kehidupan keagamaan, yang selama ini menjadi domain para pemimpin agama dan ormas-ormas keagamaan. Namun, lanjut dia, domain itu dicoba diambilalih, coba dipaksakan melalui intervensi kebijakan yang cenderung dan disinyalir cukup represif secara psikologis bagi umat.

Meski Pemerintah sudah menjelaskan aturan tersebut, Said beranggapan bahwa hal itu menimbulkan kegaduhan. Bahkan, pada saatnya akan melahirkan ketidakpercayaan (distrust) umat bila membiarkan hal itu terus terjadi.

Mantan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu mengkritisi agar Pemerintah sebelum mengeluarkan kebijakan atau larangan ditimbang baik dan buruknya bagi masyarakat luas agar timbul kebijaksanaan dalam sebuah aturan yang dikeluarkan.

Menurut dia, boleh saja Pemerintah membuat imbauan, misalnya, tidak menggunakan anggaran pemerintah saat melakukan buka puasa bersama. "Buka bersama itu ada di mana-mana, di Masjidil Haram, Mekah buka bersama. Amir-amir, famili dari kerajaan buka bersama itu biasa. Hanya maksudnya baik agar tidak terjadi pemborosan. Tinggal itu saja penekanannya dan jangan dilarang untuk buka bersama," kata Said.

Lebih jauh, Said Agil mengatakan Tadarus Kebangsaan yang diikuti 25 ormas Islam Indonesia ini digelar dalam rangka membendung dan melawan segala bentuk infiltrasi, rekayasa dan pemaksaan kehendak dari berbagai pihak dari dalam maupun luar negeri, yang nyata-nyata merugikan kepentingan nasional.

Kegiatan ini juga didesikasikan sebagai upaya untuk mendorong keberadaan Indonesia sebagai negara demokrasi berpenduduk muslim terbesar di dunia, yang memiliki corak kehidupan beragama yang ramah, damai, toleran dapat dijadikan sebagai modal diplomasi kepada dunia, untuk menjadikan Indonesia sebagai sumber rujukan keIslaman yang damai dan menyenangkan sehingga mampu mengikis dan meminimalisir berkembangnya Islamphobia. (Ant/RO/R-2)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Widhoroso

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat