visitaaponce.com

Pemakaian Ponsel dengan Suara Keras Bisa Sebabkan Penurunan Pendengaran

Pemakaian Ponsel dengan Suara Keras Bisa Sebabkan Penurunan Pendengaran
Dokter menguji kemampuan pendengaran pasien di Poli THT (Telinga Hidung dan Tenggorokan) RSUD dr Iskak, Tulungagung, Jawa Timur.(ANTARA/Destyan Sujarwoko)

DOKTER spesialis telinga hidung tenggorokan dari RS Cipto Mangunkusumo Jakarta Jenny Bashiruddin mengatakan penggunaan telepon seluler (ponsel) atau peranti dengar dengan volume di atas standar dapat menyebabkan terjadinya penurunan pendengaran sebagai awal tanda telinga berdenging atau tinnitus.

"Volumenya sebaiknya 60% jadi jangan besar-besar, kemudian durasinya biasanya 60 menit, sehingga sesudah 60 menit, kita istirahat dulu sebentar baru nanti boleh dipakai lagi," ucapnya, dikutip Kamis (6/4).

Ia juga mengatakan sebaiknya suara yang didengar melalui headphone tidak lebih dari 85 desibel. Begitu juga jika bekerja di tempat yang berisiko suara bising, sebaiknya menggunakan ponsel yang berstandar khusus agar suara yang masuk ke telinga tidak lebih dari 85 desibel.

Baca juga: Gangguan Keseimbangan Kerap Terjadi Usai Pemasangan Implan Koklea pada Orang Dewasa

Selain itu, bagi anak muda yang sering menonton konser, juga diminta waspada terhadap gejala tinnitus akibat paparan suara bising dari speaker atau pengeras suara.

"Sudah beberapa kali kejadian pasien habis nonton konser tiba-tiba telinganya berdenging. Itu terjadi kerusakan di sel rambut yang disebut sebagai trauma akustik, jadi nonton konser hati-hati jangan terlalu dekat dengan speakernya," pesan Jenny.

Ia menyarankan untuk menggunakan earplug atau alat pelindung telinga dan tidak duduk atau berdiri terlalu dekat dengan pengeras suara.

Baca juga: Ini Faktor Risiko Gangguan Pendengaran pada Anak

Dokter yang menamatkan pendidikan spesialisnya di Universitas Indonesia itu mengatakan keluhan telinga berdenging atau tinnitus tidak hanya dari paparan kebisingan suara. 

Sering kali pasien mengeluhkan telinga berdenging karena ada masalah fisiologis seperti stres terhadap pekerjaan atau kelelahan.

Jika pasien mengeluh ada gangguan pendengaran dengan adanya bunyi berdenging di telinga, Jenny menyarankan untuk melakukan tes audiometri untuk melihat adanya gangguan pendengaran dari tingkat frekuensi tertentu.

"Kalau ada respons di frekuensi 4000 kita harus tanya pernah enggak terpapar kebisingan sehingga pendengarannya pada saat kebisingan itu terjadi kerusakan di sel-sel rambut luar yang gambaran audiogramnya ada takik di frekuensi tingginya," ucapnya.

Namun, pemeriksaan juga bisa dilakukan pada bagian telinga luar apakah ada kotoran telinga, atau memeriksa rumah siput pada bagian tengah telinga (koklea) untuk melihat apakah ada kerusakan.

Jika tidak ditemukan kerusakan di telinga luar dan tengah, maka perlu dilakukan CT Scan atau MRI untuk memeriksa bagian dalam telinga yaitu gendang telinga.

Jenny mengatakan untuk mengatasi suara denging di telinga, pasien bisa melakukan terapi mandiri di rumah yaitu dengan mendengarkan musik atau bunyi-bunyian (white noise) dengan suara yang kecil dan fokus mendengarkan bunyi tersebut.

Dengan fokus pada satu suara, denging yang terdengar di telinga akan tertutupi.

"Dengarkan lagu-lagu dengan volume kecil di sebelah (tidak menggunakan headset) dan mindset harus fokus ke suara itu jadi tinnitusnya ke-cover, tinitusnya tidak hilang tapi tercover karena kita mendengarkan bunyi-bunyi itu, dengan demikian itu akan terlatih," kata Jenny.

Lebih lanjut, ia juga menyarankan untuk menggunakan alat semprot hidung untuk membuka jalur pendengaran, menghindari kebisingan, dan jauhi stres.

Namun, jika suara denging cukup mengganggu aktivitas dan mengganggu kualitas tidur, bisa berkonsultasi dengan psikiatri atau pakar neurologi. (Ant/Z-1)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat