visitaaponce.com

Saf Lelaki dan Perempuan Bercampur, Salat Sah atau Batal

Saf Lelaki dan Perempuan Bercampur, Salat Sah atau Batal?
Umat Islam yang melaksanakan salat Idul Fitri di Masjid Raya Al Jabbar, Gedegage, Bandung, Jawa Barat, Sabtu (22/4/2023).(Antara/Raisan Al Farisi.)

HEBOH soal saf laki-laki bercampur dengan wanita saat salat Idul Fitri di Ponpes Al-Zaytun membuat masyarakat bertanya tentang sah tidaknya ibadah tersebut. Maklum, selama ini saf salat untuk laki-laki dipisah dengan saf perempuan.

Bagaimanakah pengaturan saf salat untuk laki-laki dan wanita dalam Islam serta sahkah bila saf laki-laki dan wanita bercampur dalam salat berjamaah? Berikut penjelasannya sebagaimana dilansir NU Online.

Dalil saf salat lelaki dan perempuan

Dalil yang mengatur saf atau barisan dalam salat untuk laki-laki dan wamita terdapat dalam riwayat Muslim. 

خَيْرُ صُفُوفِ اَلرِّجَالِ أَوَّلُهَا، وَشَرُّهَا آخِرُهَا، وَخَيْرُ صُفُوفِ اَلنِّسَاءِ آخِرُهَا، وَشَرُّهَا أَوَّلُهَا -رَوَاهُ مُسْلِمٌ 

Sebaik-baik saf laki-laki ialah saf pertama dan seburuk-buruk saf mereka ialah yang paling terakhir. Sedangkan sebaik-baik saf perempuan ialah yang paling akhir dan seburuk-buruknya ialah yang pertama. 

Baca juga: Insya Allah atau Insha Allah, Masya Allah atau Masha Allah

Begitulah aturan umum dan realisasi selama ini di masyarakat dalam melakukan salat berjamaah, baik yang fardu maupun yang sunah. Saf pertama atau di depan ialah untuk laki-laki. Saf perempuan berada di belakang saf laki-laki.

Alasan saf lelaki dan perempuan dipisah 

Alasan saf laki-laki dan perempuan dipisah yaitu agar laki-laki dan wanita tetap khusyu atau konsentrasi dalam salat sehingga tidak terganggu oleh penglihatan kepada lain jenis. Berikut rincian pendapat para ulama

قَوْلُهُ خَيْرُ صُفُوفِ اَلرِّجَالِ أَوَّلُهَا لِقُرْبِهِمْ مِنَ الْاِمَامِ وَاسْتِمَاعِهِمْ لِقِرَاءَتِهِ وَبُعْدِهِمْ مِنَ النِّسَاءِ وَشَرُّهَا اَخِرُهَا لِقُرْبِهِمْ مِنَ النِّسَاءِ وَبُعْدِهِمْ مِنَ الْاِمَامِ وَخَيْرُ صُفُوفِ النَّسَاءِ اَخِرُهَا لِبُعْدِهِنَّ مِنَ الرِّجَالِ وَشَرُّهَا أَوَّلُهَا لِقُرْبِهِنَّ مِنَ الرِّجَالِ 

Baca juga: 13 Rukun Shalat sesuai Tuntunan Rasulullah SAW

Pernyataan sebaik-baik saf laki-laki ialah yang pertama karena dekat dengan imam, bisa mendengar dengan baik bacaannya, dan jauh dari perempuan. Seburuk-buruk saf mereka yang paling terakhir karena dekat dengan perempuan dan jauh dari imam. Sebaik-baik saf perempuan paling akhir karena jauh dengan laki-laki. Dan seburuk-buruk saf perempuan ada di saf pertama karena dekat dengan laki-laki. (Al-Mubarakfuri, Tuhfah al-Ahwadzi bi Syarhi Jami’ at-Tirmidzi, Bairut-Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, juz, 2, h. 13) 

Imam Nawawi menafsirkan keutamaan menempati saf paling belakang bagi para wanita. 

وإنما فضل آخر صفوف النساء الحاضرات مع الرجال لبعدهن من مخالطة الرجال ورؤيتهم وتعلق القلب بهم عند رؤية حركاتهم وسماع كلامهم ونحو ذلك 

Diutamakan saf akhir bagi para wanita yang hadir bersamaan dengan lelaki karena hal tersebut menjauhkan mereka dari bercampur dengan laki-laki, melihatnya lelaki (pada mereka), dan menggantungnya hati para wanita kepada lelaki ketika melihat gerakan lelaki, dan mendengar ucapan lelaki serta semacamnya. (Abu Zakaria Yahya bin Syaraf an-Nawawi, Syarh Shahih Muslim, juz 13, hal. 127)

Imam al-Ghazali mewajibkan ada penghalang yang mencegah pandangan lelaki terhadap perempuan, agar tidak terjadi percampuran antara laki-laki dan perempuan yang diharamkan oleh syariat. Karenanya, biasanya ada pembatas atau tabir antara saf laki-laki dan perempuan. 

ويجب أن يضرب بين الرجال والنساء حائل يمنع من النظر فإن ذلك أيضا مظنة الفساد والعادات تشهد لهذه المنكرات 

Wajib untuk menempatkan penghalang antara laki-laki dan perempuan yang dapat mencegah pandangan, sebab hal tersebut merupakan dugaan kuat (madzinnah) terjadi kerusakan dan norma umum masyarakat memandang ini sebagai bentuk kemungkaran. (Al-Ghazali, Ihya’ ulum ad-Din, juz 3, hal. 361) 

Bahkan Imam al-Mawardi menganjurkan agar imam dan makmum laki-laki tidak bubar terlebih dahulu selepas melaksanakan salat berjamaah. Ini dilakukan untuk menghindari percampuran (ikhtilath) antara laki-laki dan perempuan. 

وإن كان معه رجال ونساء الامام فى الصلاه ثبت قليلا لينصرف النساء ، فإن انصرفن وثب لئلا يختلط الرجال بالنساء  

Ketika terdapat laki-laki dan perempuan yang bersamaan dengan imam dalam salat, imam menetap (di tempatnya) sejenak agar jemaah perempuan bubar terlebih dahulu. Ketika jemaah perempuan sudah bubar, imam berdiri (untuk bubar). Hal tersebut dilakukan agar tidak bercampur antara laki-laki dan perempuan. (Al-Mawardi, al-Hawi al-Kabir, juz 23, hal. 497) 

Mayoritas ulama tentang saf campur lelaki-perempuan

Nah, bagaimana bila saf laki-laki bercampur dengan perempuan? Mayoritas ulama selain dari kalangan mazhab Hanafi menyatakan bila perempuan berdiri di saf laki-laki tidak membatalkan salat orang yang ada di samping dan belakangnya. Karenanya, jika terdapat saf perempuan yang sempurna tidak menghalangi mengikutinya laki-laki yang ada di belakang mereka. Dengan kata lain, salatnya laki-laki yang berjamaah di belakang saf perempuan tidak batal. Begitu juga tidak batal salat orang yang di depannya dan salatnya perempuan sebagaimana perempuan yang berdiri bukan dalam salat. 

وَقَالَ الْجُمْهُورُ غَيْرُ الْحَنَفِيَّةِ:إِنْ وَقَفَتِ الْمَرْأَةُ فِي صَفِّ الرِّجَالِ لَمْ تَبْطُلْ صَلَاةُ مَنْ يَلِيهَا وَلَاصَلَاةُ مَنْ خَلْفَهَا، فَلَا يَمْنَعُ وُجُودُ صَفٍّ تَامٍّ مِنَ النِّسَاءِ اِقْتِدَاءُ مَنْ خَلْفَهُنَّ مِنَ الرِّجَالِ، وَلَا تَبْطُلُ صَلَاةُ مَنْ أَمَامَهَا، وَلَا صَلَاتُهَا، كَمَا لَوْ وَقَفَتْ فِي غَيْرِ صَلَاةٍ، 

Jumhurul ulama selain hanafiyah berpendapat jika perempuan berdiri di saf laki-laki, salatnya orang yang ada di sebelahnya tidak batal. Begitu juga salat orang yang ada di belakangnya. Karena itu, shaf perempuan yang sempurna tidak bisa menghalangi mengikutinya orang laki-laki yang ada di belakangnya. Dan tidak batal salat orang yang ada di depan perempuan, begitu juga salatnya perempuan. Hal ini sebagaimana ia berdiri pada selain salat. (Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuhu, Damaskus-Dar al-Fikr, cet ke-4, edisi revisi, juz, 2, h. 402) 

Argumentasi mereka, perintah mengakhirkan atau menempatkan perempuan di belakang saf laki-laki tidak serta merta merusak atau membatalkan salat ketika perempuan tidak di saf paling belakang tetapi ada di depan. Urutan saf laki-laki dan perempuan itu hanyalah bersifat sunah bukan wajib. 

Sedang saf laki-laki maupun perempuan yang tidak sesuai dengan sunnah Nabi SAW tersebut tidaklah membatalkan salat. Pemahaman seperti ini didasarkan pada dalil yang menyatakan bahwa Ibnu Abbas ra pernah berdiri (bermakmum) di samping kiri Rasulullah SAW tetapi salatnya tidak batal.  

وَالْأَمْرُ بِتَأْخِيرِ الْمَرْأَةِ: أَخِّرُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَخَّرَهُنَّ اللهُ لَا يَقْتَضِي الْفَسَادَ مَعَ عَدَمِهِ؛ لِأَنَّ تَرْتِيبَ الصُّفُوفِ سُنَّةٌ نَبَوِيَّةٌ فَقَطْ، وَالْمُخَالَفَةُ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ النِّسَاءِ لَا تُبْطِلُ الصَّلَاةَ، بِدَلِيلِ أَنَّ ابْنَ عَبَّاسٍ وَقَفَ عَلَى يَسَارِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَلَمْ تَبْطُلْ صَلَاتُهُ 

Perintah untuk mengakhirkan (menempatkan perempuan pada barisan yang akhir setelah shaf laki-laki) sebagai sabda Rasulullah SAW, "Akhirkan mereka sebagaimana Allah mengakhirkannya," tidak serta merta mengharuskan fasad (rusak) salat ketika saf perempuan tidak berada di belakang saf laki-laki. Karena urut-urutan saf itu hanya sunnah Nabi. Sedangkan berbeda dengan sunnah tersebut, baik laki-laki maupun perempuan, tidak membatalkan salat karena ada dalil yang menyatakan bahwa Ibnu Abbas ra pernah berdiri (bermakmum) di sebelah kiri Nabi tetapi salatnya tidak batal. (Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuhu, Damaskus-Dar al-Fikr, cet ke-4, edisi revisi, juz, 2, h. 402) 

Mazhab Hanafi tentang saf campur lelaki-perempuan

Sedangkan menurut mazhab Hanafi, salat berjamaah dengan formasi campur dalam satu barisan semacam itu batal untuk jemaah laki-laki. Sedangkan salat yang dilakukan jemaah perempuan tetap sah. Perincian hukum di atas secara tegas dijelaskan dalam kitab al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyah. 

وصرح الحنفية بأن محاذاة المرأة للرجال تفسد صلاتهم . يقول الزيلعي الحنفي : فإن حاذته امرأة مشتهاة في صلاة مطلقة - وهي التي لها ركوع وسجود - مشتركة بينهما تحريمة وأداء في مكان واحد بلا حائل ، ونوى الإمام إمامتها وقت الشروع بطلت صلاته دون صلاتها ، لحديث : أخروهن من حيث أخرهن الله (2) وهو المخاطب به دونها ، فيكون هو التارك لفرض القيام ، فتفسد صلاته دون صلاتها .  وجمهور الفقهاء : (المالكية والشافعية والحنابلة) يقولون : إن محاذاة المرأة للرجال لا تفسد الصلاة ، ولكنها تكره ، فلو وقفت في صف الرجال لم تبطل صلاة من يليها ولا من خلفها ولا من أمامها ، ولا صلاتها ، كما لو وقفت في غير الصلاة ، والأمر في الحديث بالتأخير لا يقتضي الفساد مع عدمه 

Mazhab Hanafiyah menegaskan bahwa sejajarnya posisi perempuan dengan barisan saf laki-laki dapat merusak (membatalkan) salat mereka (para laki-laki). Imam Az-Zayla’i al-Hanafi mengatakan, "Jika perempuan yang (berpotensi) mendatangkan syahwat sejajar dengan lelaki dalam salat mutlak yakni salat yang terdapat rukun rukuk dan sujud serta keduanya bersekutu dalam hal keharaman dan melaksanakan salat di satu tempat yang tidak ada penghalangnya, lalu imam niat mengimami perempuan tersebut pada saat melaksanakan salat, salat lelaki tersebut batal, tetapi tidak batal bagi perempuan. Hal ini berdasarkan hadis, 'Kalian akhirkan mereka (perempuan) seperti halnya Allah mengakhirkan mereka.' Lelaki pada hadis tersebut merupakan objek yang terkena tuntutan syara' (al-mukhatab) bukan para wanita. Karenanya, lelaki dianggap meninggalkan kewajiban menegakkan tuntutan tersebut hingga salatnya menjadi rusak (batal) tetapi tidak bagi salat para perempuan. 

Sedangkan mayoritas ulama fikih (mazhab Maliki, Syafi'i, dan Hanbali) mengatakan, "Sejajarnya saf perempuan dengan laki-laki tidak sampai membatalkan salat, hanya hal tersebut makruh. Jika perempuan berdiri di saf laki-laki, tidak batal salat orang yang ada di sampingnya, di belakangnya, ataupun di depannya, serta juga tidak batal salat yang dilakukan oleh dirinya, seperti ketika mereka (perempuan) berdiri pada selain salat. Perintah dalam hadis untuk mengakhirkan saf (perempuan) tidak menetapkan batalnya shalat ketika tidak melakukannya. (Kementerian Wakaf dan Urusan Keislaman Kuwait, al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyah, juz 6, hal. 21)

Kesimpulannya, mayoritas ulama tidak menganggap salat berjamaah menjadi tidak sah atau batal jika terjadi percampuran saf laki-laki dengan wanita. Hanya, percampuran saf itu dihukumi makruh. Namun, mazhab Hanafi menilai salat dengan saf laki-laki yang bercampur dengan wanita itu tidak sah alias batal untuk jemaah laki-laki saja. Wallahu a'lam. (Z-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Wisnu

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat