visitaaponce.com

Dosen Harus Miliki Passion atau Renjana dalam Aktivitas Menulis

Dosen Harus Miliki Passion atau 'Renjana' dalam Aktivitas Menulis
Acara bedah buku “Perspektif Komunikasi, Media Digital, dan Dinamika Budaya” di BPPB, Kemendikbud-Ristek, Jakarta.(Ist)

DIREKTUR Akademi Televisi Indonesia (ATVI), Dr. Melitina Tecoalu, S.E., M.M mengatakan, dosen perguruan tinggi, khususnya para dosen ATVI harus memiliki aktivitas dan kebiasaan menulis yang terus-menerus.

Kegiatan menulisnya baik menulis untuk jurnal ilmiah maupun buku teks ataupun buku bacaan bagi mahasiswa dan masyarakat umum.

Aktivitas dan kreativitas menulis itu, menurut Melitina, harus bagaikan passion atau 'renjana' dalam kosa bahasa Indonesia yang diambil dari bahasa Sansekerta.

Baca juga: Menulis Tangan sejak Dini Tingkatkan Kemampuan Otak dan Daya Ingat Anak

"Renjana dapat diartikan sebagai keinginan kuat untuk tiada henti melakukan sesuatu yang menyenangkan, halam hal ini aktivitas menulis," jelas Melitina.

Pernyataan Melitina disampaikan pada acara peluncuran dan bedah buku “Perspektif Komunikasi, Media Digital, dan Dinamika Budaya” di  Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (BPPB), Kemendikbud-Ristek, Rawamangun, Jakarta Timur, Rabu (17/5).

Menulis Bagian dari Tri Dharma Perguruan Tinggi 

Menulis dan mempublikasikannya dalam bentuk jurnal, apalagi buku, bagi para dosen, lanjut Melitina, merupakan bagian dari proses Tri Dharma Perguruan Tinggi.

“Buku yang dibedah ini, jadi legacy bagi para dosen ATVI , karena dapat dibaca siapa pun, di mana pun, dan kapan pun. Ini akan abadi,” papar Melitina.

Peluncuran dan bedah buku yang diselenggarakan atas kerja sama antara Akademi Televisi Indonesia (ATVI) dan BPPB, Kemendikbud-Ristek.

Baca juga: Kompetisi Blogger tentang Manfaat Internet Berhadiah Total Rp170 Juta

Acara ini dimoderatori oleh Dr Dewi Puspita, S.S., M.A. dari Pusat Pengembangan dan Pelindungan Bahasa dan Sastra dan selingan hiburan berupa musikalisasi puisi oleh Komunitas Van Der Wijck.

Buku yang Bermanaat bagi Generasi Milenial

Sementara Sekretaris Hafidz Muksin, S.sos, M.Si mengatakan, buku “Perspektif Komunikasi, Media Digital, dan Dinamika Budaya” ini dari sisi konten dan karakteristik cukup beragam baik menyangkut cara membuat  konten digital, begaimana membuat live streaming yang bagus, bisnis di era digital, jurnalisme warga, hingga soal alih wahana.

Hafidz mengatakan,"Buku ini memberi nuansa dan wacana yang sangat lengkap bagi kita semua."

"Ini bermanfaat bagi komunitas bahasa dan sastra yang ada di Badan Bahasa ini dan tak kalah penting bagi generasi milenial," katanya.

"Apalagi di Badan Bahasa punya Duta Bahasa yang tersebar di semua provinsi. Mereka talenta terbaik yang secara khusus kita beri dukungan dan fasilitasi untuk membuat konten-konten media kreatif  yang bertemakan bahasa dan sastra, baik untuk penguatan literasi, kelestarian bahasa dan intenasionalisasi Bahasa Indonesia," tutur Hafidz.

Baca juga: Tingkatkan Profesional, Dosen Dituntut Mampu Menulis Jurnal Ilmiah

“Teknologi itu berkembang cepat, menguasai teknologi informasi itu sangat  penting, juga meng-update-nya.Karena itu, buku ini memberi banyak petunjuk dan contoh bagaimana kita menguasai dan memanfaatkan teknologi dengan baik dan positif,” tambah Hafidz.

Editor buku ini, Suradi, MSi menjelaskan latar belakang dan proses kreatif lahirnya buku “Perspektif Komunikasi, Media Digital, dan Dinamika Budaya”  ini sebagai bagian dari proses kegiatan menulis para dosen ATVI.

Beragamnya tema yang diangkat dalam buku ini, menurut Suradi,  memang dimaksudkan memberikan kesempatan bagi para dosen untuk menuangkan pemikiran dan keahliannya yang selama ini diberikan kepada mahasiswa dalam perkuliahan.

Baca juga: Guru Besar Diwajibkan Menulis di Jurnal Bereputasi dan Buku

“Dukungan kolega dosen, pimpinan ATVI, dan pimpinan penerbit Prenada Media, membuat proses penulisan dan penerbitan buku berjalan lancar," jelasnya.

"Juga kolaborasi  dengan  Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa  sangat apik, sehingga peluncuran dan bedah buku dalam rangka Dies Natalis ATVI ke-25 sangat menarik,” ungkap Suradi yang juga dosen ATVI.

Paradoks Era Digital

Sementara itu ahli komunikasi yang juga dosen ATVI, drs. Eduard Depari, MA mengungkapkan keresahannya menyikapi perkembangan  masyarakat di era digital yang semakin menuntut kecepatan dan kebaruan. 

"Kita melihat di tengah masyarakat, polarisasi berkembang, apalagi saat kontestasi politik baik pilpres maupun pilkada dan pemilihan anggota legislatif pusat dan daerah," terangnya.

“Membedah buku “Perspektif Komunikasi, Media Digital, dan Dinamika Budaya”  karya para dosen ATVI ini, kita seolah dihadapkan pada paradok," ucap Eduard.

Baca juga: Tingkatkan Minat Baca, Semangat Menulis Buku

"Di satu sisi akses untuk beragam informasi sangat terbuka luas, tetapi saat bersamaan, semangat dan kebiasaan membaca masyarakat sangat lemah.Ini diperparah dengan intervensi media televise yang menawarkan beragam  acara dan dapat dilihat di berbagai platform via HP,” ujar Eduard.

Eduard yang mantan Direktur ATVI ini juga mengungkapkan, polarisasi di masyarakat semakin tajam karena peran media sosial yang tidak terkendali, terutama media social di tangan yang mampu membeli dan mengkonsumsi tapi tidak mampu mengendalikan pesannya .

Dia menekankan pentingnya literasi membaca atau reading literacy yaitu bagaimana kemampuan mengendalikan informasi.

Lemahnya kebiasaan membaca, menrut Eduard, akan menumpulkan kemampuan berfikir kritis. Karena  ketidakmampuan berfikir kritis itu  mengakibatkan ketidak mampuan membedakan fakta, opini, hoaks dan informasi yang menyesatkan.

Dinamika Budaya

Pembahas bedah buku ini,  dosen Jurusan Desain ITB, Prof Yasraf Amir Piliang melihat aspek budaya dalam konteks perkembangan media digital.

Dia menyebutkan buku yang dibedah ini mengulas banyak dimensi media digital, keresahan buku ini adalah proses digotalisasi.

”Pendekatan multi disiplin dan metodenya melihat peluang-peluang bagi proses kretif, tapi tujuan pengayaan keilmuan bidang komunikasi media digital,” katanya.

Yasraf melihat banyak sisi soal era digital saat ini. Misalnya bagaimana perbedaan antara media mainstream lama dengan media digital yang lebih praktis.

"Bahkan dengan perkembangan terakhir yang mencerminkan multi komunikasi, siapapun bisa membuat konten dan menilai konten lain melalui media digital," terangnya.

Baca juga: Menulis Buku untuk Anak-anaknya

Sedangkan pembahas Dr. Ahmad Khoironi A, S.Hum., M.A, Anggota KKLP Pembahu (Pembinaan Bahasa Hukum) dari Badan Pembinaan Bahasa dan Sastra, membedah buku ini dengan tema "Dunia Komunikasi dari Sudut Pandang Linguistik, Pemilihan Bahasa dan Budaya".

Dia membagi tiga kerangka komunikasi yaitu komunikasi dan Bahasa dalam kajian linguistik, sistematika penulisan artikel sosial-humaniora, dan  pembinaan Bahasa dalam ranah tulis.

Diakui oleh Khoiri, tidak mudah untuk menuangkan gagasan/ide atau suatu hal dalam bentuk tulisan yang mudah dibaca dandimengerti banyak orang.

“Jadi Mendedah pikiran kita dalam sebuah buku yang komunikatif itu sulit. Karena itu saya apresiasi karya buku ini sebagai legacy dari para dosen ATVI,” katanya. (RO/S-4)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat