visitaaponce.com

Bappenas Dorong Pengintegrasian Karbon Biru dalam Kebijakan Perubahan Iklim

Bappenas Dorong Pengintegrasian Karbon Biru dalam Kebijakan Perubahan Iklim
Hutan Bakau atau mangrove di Gili Petagan, Lombok Timur, NTB.(MI/Sumaryanto)

BADAN Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) bersama dengan Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF) dan Agence Francaise d Developement (AFD) menginisiasi sebuah program yang bernama Blue Carbon Strategic Framework.

Dalam program itu, ketiga pihak berkomitmen untuk mendorong pengintegrasian karbon biru dalam kebijakan perubahan iklim di Indonesia.

"Kebutuhan akan integrasi tersebut kita coba untuk terjemahkan di dalam kerja sama antara Bappenas, ICCTF, dengan AFD. Pendanaan ini dibiayai oleh AFD dengan alokasi dana sebesar 620 ribu Euro dengan durasi 36 bulan," kata Direktur Kelautan dan Perikanan Bappenas Sri Yanti di Hotel Pullman, Jakarta Pusat, Senin (29/5).

Baca juga : Pengelolaan Karbon Biru Tidak Singkirkan Kepentingan Masyarakat Adat

Seperti diketahui, berdasarkan Paris Agreement pada UNFCCC COP 21 tahun 2015, pemerintah Indonesia telah berkomitmen dalam ENDC untuk mereduksi emisi GRK mencapai 31,89% dengan bantuan nasional dan 43,20% dengan bantuan internasional.

Karbon biru atau karbon yang disimpan pada ekosistem pesisir dan laut, memiliki peranan penting dalam mencapai tujuan NDC.

Sri mengungkapkan, tujuan dari dari proyek ini adalah pertama, mengintegrasikan karbon biru ke dalam kebijakan nasional dan subnasional melalui implementasi kerangka kerja dari strategi karbon biru Indonesia melalui penyusunan peta jalan dari strategi karbon biru Indonesia dengan asesmen terhadap regulasi kebijakan dan inisiatif untuk akses kredit karbon biru dan juga rekomendasi untuk memasukkan potensi karbon biru ke dalam target NDC.

Baca juga : Indonesia Miliki Potensi Karbon Biru sebagai Solusi Atasi Perubahan Iklim

Kedua, meningkatkan baseline inventarisasi dan kapasitas dari MRV pemangku kepentingan nasional dan daerah melalui penyusunan baseline data karbon biru dan pengembangan pedoman MRV untuk mendukung pencapaian target NDC.

"Dengan terlaksananya proyek ini diharapkan dapat terciptanya kebijakan-kebijakan pendukung implementasi karbon biru untuk mitigasi perubahan iklim dan juga kontribusi pada penurunan emisi," ucap dia.

 

Baca juga : Potensi Karbon Biru Bisa Mempercepat Pencapaian Target NDC

70% di Wilayah Timur

Sri menyatakan 70% program tersebut dilaksanakan di wilayah Timur, khususnya di Papua. Adapun, terdapat tiga lokasi yang dipilih untuk mengumpulkan data dan mengelola ekosistem karbon biru dalam proyek itu, yaitu Papua Barat Daya, Belitung dan Minahasa Utara.

"Ini juga merupakan salah satu harapan dalam menjawab tantangan dalam pengelolaan karbon biru meliputi degradasi, kualitas ekosistem, keterbatasan data dan informasi, ekosistem terbarukan serta ketiadaan standarisasi metode pemantauan, pelaporan, dan verifikasi," ungkap dia.

"Harapan saya adalah meningkatnya kapasitas pemangku kepentingan untuk mengimplementasikan karbon biru untuk penurunan emisi dan perdagangan karbon internasional," pungkas Sri.

Baca juga : COP-28 Berakhir, Negara Maju Mangkir 

 

Kajian KLHK dan KKP

Pada Januari 2023, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah mengkaji potensi karbon biru untuk mempercepat target penurunan emisi gas rumah kaca.

"Blue carbon ini sedang dieksplor. Ketika kita bicara tentang karbon, karbon itu harus dilihat sebagai indikator akhir ukuran bahwa lingkungan itu bak atau tata kelola baik. Jadi untuk perbaikan ini ada di seluruh elemen tata kelolanya," kata Menteri LHK Siti Nurbaya.

Istilah 'ekosistem blue carbon' mengacu kepada tiga tipe habitat vegetasi di perairan pantai, yaitu mangrove, salt marshes atau daerah pasang surut perairan asin, dan padang lamun, serta peran keseluruhan tipe ekosistem tersebut di dalam putaran karbon dunia.

Baca juga : Peran Mangrove Jaga Kedaulatan NKRI

Nantinya, kajian itu akan menjadi hasil agar karbon biru masuk dalam penghitungan taarget pengurangan emisi gas rumah kaca dalam dokumen nationally determined contribution (NDC).

Dalam NDC yang diperbaharui, peningkatan target penurunan emisi Indonesia dinaikkan dari 29% menjadi 31,89% dengan kemampuan negara sendiri, dan dari 41% menjadi 43,20% dengan dukungan internasional.

 "Kita bedah dulu apa itu ekosistemnya, apa itu ekosistem pesisir, mana yang status hutan, mana yang punya masyarakat, Saya sih berharap akhir tahun sudah selesai supaya ke depan yang ngurus lebih mudah," beber dia. (Z-4)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat