visitaaponce.com

Pengelolaan Karbon Biru Tidak Singkirkan Kepentingan Masyarakat Adat

Pengelolaan Karbon Biru Tidak Singkirkan Kepentingan Masyarakat Adat
Ekosistem Padang Lamun di Pulau Dohrekar, Ayau, Papua Barat, dan Pulau Liki, Sarmi, Papua.(MI/Sumaryanto)

PENGELOLAAN karbon biru tidak akan menyingkirkan kepentingan masyarakat adat. Direktur Kelautan dan Perikanan Bappenas Sri Yanti mengungkapkan, pengelolaan karbon biru akan dilakukan sesuai dengan kearifan lokal yang ada.

"Jadi dengan adanya pengelolaan ekosistem karbon biru itu menjadi meningkat kualitas masyarakatnya. Jadi kalau sudah ada aturan-aturan adat yang ada di situ," kata Sri di Hotel Pullman, Jakarta Pusat, Senin (29/5).

Keberadaan aturan adat, imbuhnya, dinilai sangat membantu pemerintah dalam menyusun dan merencanakan lebih baik. "Karena yang berasal dari kearifan lokal tujuannya kan untuk meningkatkan kualitas lingkungan, itu kita hargai," cetusnya.

Baca juga : Kejar Target Penurunan Emisi, KLHK dan KKP Kaji Potensi Karbon Biru

Karbon biru adalah karbon yang disimpan di dalam laut dan ekosistem pesisir seperti mangrove, padang lamun dan kawasan payau.

Indonesia sendiri memiliki 5,8 juta kilometer wilayah laut, 3,36 juta hektare mangrove, 3,2 juta hektare padang lamun, dan 108 km garis pantai. Sebanyak 20% penduduknya tinggal di pesisir.

Baca juga : Perlu Sinergitas dalam Pembiayaan Karbon Biru

Sri mengungkapkan, salah satu tantangan terbesar dalam pengelolaan karbon biru ialah keterbatasan pengetahuan dari masyarakat dan pemangku kepentingan akan pentingnya ekosistem pesisir. Karenanya, banyak sekali kerusakan yang ditimbulkan akibat adanya pemukiman ataupun pariwisata.

"Tapi masyarakat kecil tahu itu, tempat hidup ikan yang mereka pelihara, bagaimana ikan bisa menjadi kekayaan kita, itu menajdi tantangan sekaligus menjadi peluang bagi kita untuk mengembangkan potensi," ungkap dia.

Hal senada diungkapkan oleh Country Director of Indonesia agence Francaise de Developpment (AFD) Yann Martres. Menurutnya, keterlibatan masyarakat adat menjadi penting untuk mengelola ekosistem pesisir.

"Kita tidak bisa menentang dengan keinginan adat yang ada di sana. Jadi kita harus bersama-sama untuk membantu mereka," kata Martres.

"Untuk proteksi, rehabilitasi dari sistem itu sendiri kita harus sesuaikan dengan regulasi, keuangan dan kebijakan yang ada. Jadi dalam pelaksanaannya akan ada satu kebijakan umum yang sifatnya adaptif," pungkas dia.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Victor Gustaaf Manoppo mengatakan, pemerintah telah menetapkan 15 lokasi sebagai kawasan khusus untuk pengendalian lingkungan berupa kawasan cagar karbon biru dan menempatkan seluruh kawasan restorasi mangrove di bawah zona pengelolaan ekosistem pesisir.

Saat ini, lebih dari 20 provinsi dalam proses memasukkan kawasan pengelolaan pesisir dalam integrasi perencanaan tata ruang setempat. Beberapa peraturan juga telah dikeluarkan untuk memastikan ekosistem karbon biru di luar kawasan konservasi laut juga dilindungi secara lestari.

“Kemajuan yang telah dicapai Indonesia terhadap lautan dan iklim melalui strategi ekonomi biru memang perlu ditingkatkan lagi," pungkasnya. (Z-4)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat