visitaaponce.com

Kalbe Kenalkan Obat Kanker Paru Generik Pertama di Indonesia

Kalbe Kenalkan Obat Kanker Paru Generik Pertama di Indonesia
PT Kalbe Farma Tbk (Kalbe) meluncurkan obat generik untuk kanker paru pertama di Indonesia, Erlotinib.(Dok. MI)

PT Kalbe Farma Tbk (Kalbe) meluncurkan obat generik untuk kanker paru pertama di Indonesia, Erlotinib. Erlotinib merupakan obat generik untuk kanker paru yang sudah tersedia di e-katalog obat dalam skema Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dapat dinikmati oleh seluruh pasien yang membutuhkan.

“Saat ini di pasaran hanya tersedia produk EGFR TKI impor, maka PT Kalbe Farma melalui anak perusahaannya, PT Global Onkolab Farma, berinisiatif menyediakan terapi yang efektif, berkualitas, dan terjangkau, dengan memproduksi Erlotinib generik karya anak Bangsa yang sudah tersedia di e-katalog obat dalam skema JKN yang dapat dinikmati oleh seluruh pasien yang membutuhkan,” ungkap Presiden Direktur PT Global Onkolab Farma, Kalbe Company, Selvinna, Rabu, (31/5).

Selvinna mengatakan pasien kanker paru membutuhkan terapi yang berkualitas dan terjangkau. Namun, selama ini belum tersedia obat terjangkau produksi dalam negeri.

Baca juga: Tanaman Hias dapat Melindungi dari Polutan Udara Penyebab Kanker

“Hadirnya Erlotinib merupakan bukti komitmen Kalbe Farma untuk mendukung program pemerintah yakni kemandirian obat nasional, karena produk ini pertama kalinya dibuat di Indonesia. Kalbe juga terus konsisten berinovasi demi memenuhi kebutuhan pasien akan terapi kanker yang efektif, berkualitas dan terjangkau,” kata Selvinna.

Disebutkan Selvinna berdasarkan data GLOBOCAN (Global Cancer Observatory), kanker paru merupakan jenis kanker terbanyak ketiga di Indonesia dan penyebab nomor satu kematian akibat kanker. Hasil penelitian menunjukkan kanker paru-paru merupakan jenis kanker yang paling erat kaitannya dengan merokok.

Baca juga: Ini Gejala Kanker pada Anak yang Harus Diwaspadai Orangtua

“Orang yang merokok memiliki risiko 15–30 kali lebih tinggi terkena kanker paru atau meninggal akibat kanker tersebut, dibandingkan orang yang tidak merokok,” tambah Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri PDPI (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia), Sita Laksmi Andarini.

Sita menjelaskan, gejala kanker paru sering kali tidak tampak pada stadium awal, karena tanda-tandanya mirip dengan penyakit umum lain, seperti TBC (tuberculosis) ataupun dampak dari kebiasaan merokok jangka panjang. Maka, tidak sedikit pasien yang datang ke dokter dengan kondisi kanker paru yang sudah berada pada stadium lanjut.

Fakta lainnya, terdapat lebih dari 80% kanker paru merupakan tipe kanker paru bukan sel kecil (non small cell lung cancer atau NSCLC). Kemudian, sekitar 40% dari NSCLC terjadi mutasi reseptor pertumbuhan epidermal (EGFR).

“Terapi bagi pasien kanker paru tentunya sangat bervariasi tergantung dari tipe atau jenisnya. Pada pasien dengan jenis kanker paru bukan sel kecil, pasien akan direkomendasikan dengan obat small molecule EGFR TKI atau penghambat tyrosine kinase,” jelas Sita.

Sementara itu, berdasarkan data BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan), penyakit kanker merupakan penyakit katastropik atau penyakit berbiaya mahal yang selalu menyedot anggaran terbesar dari klaim layanan kesehatan program JKN-KIS. Penyakit Kanker menyerap dana sebesar Rp3,5 Triliun atau 18 persen dari total biaya klaim layanan, bahkan pada tahun 2019 lebih besar yaitu Rp4,1 triliun.

(Z-9)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat