visitaaponce.com

Saatnya Mengolah Sampah Plastik Menuju Ekonomi Sirkular

Saatnya Mengolah Sampah Plastik Menuju Ekonomi Sirkular
Pekerja memilah sampah plastik yang akan diproduksi menjadi BBM di Kedungrejo, Muncar, Banyuwangi, Jawa Timur.(ANTARA FOTO/Budi Candra Setya)

SAMPAH plastik masih menjadi persoalan lingkungan hingga saat ini. Pada peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia diangkat tema mengangkat tema krisis polusi sampah plastik yang sedang dihadapi masyarakat dunia.

Padahal sampah plastik bisa memiliki nilai ekonomi. Saat ini ada gerakan mendorong semua pihak dan masyarakat untuk mengumpulkan dan memroses sampah plastik menuju transisi ekonomi sirkular.

Isu ini menjadi perhatian karena secara global manusia memproduksi lebih dari 430 juta ton plastik setiap tahunnya. Dua pertiganya berumur pendek dan dengan cepat menjadi limbah, mencemari lingkungan dan bahkan masuk ke dalam rantai makanan manusia .

Di Indonesia, dari 19,45 juta ton timbulan sampah pada 2022, 18,4%-nya adalah sampah plastik (3,6 juta ton). Hanya 9% sampah plastik yang bisa didaur ulang, sisanya 12% dibakar dan 79% berakhir di TPA dan mencemari lingkungan.

Konsep ekonomi sirkular dipercaya bisa menjadi solusi untuk memerangi polusi sampah plastik secara berkelanjutan. Tidak hanya memiliki nilai tambah bagi lingkungan, pendekatan ini juga memberi dampak pada perekonomian dan kesejahteraan masyarakat.

baca juga: Peduli Lingkungan, Aktivis Perempuan Papua Raih Penghargaan Kalpataru

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat dalam dialog lintas sektor menyambut Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2023 yang digagas oleh Unilever Indonesia mengatakan masih banyak tantangan yang dihadapi dalam mengurangi sampah plastik dengan menerapkan sistem ekonomi sirkular.

"Salah satunya yaitu mahal, tidak mudah untuk dilakukan, dan masyarakat beranggapan sampah tidak ada nilainya. Hal itulah yang membuat pengelolaan yang diawal harusnya bisa kita lakukan, yaitu dengan merubah mindset dan perilaku semua masyarakat," kata Prima, Selasa (6/6).

Menurutnya pemerintah tidak hanya menerapkan, mengurangi dan merubah perilaku sikap dari hulunya, tetapi juga menyediakan sarana prasarana, anggaran, teknologi dan regulasi.

"Sehingga lima aspek yang harus dipenuhi dalam mengelola persampahan, yaitu dari sisi regulasi, intitusi, teknologi, aspek biaya, dan pemberdayaan masyarakat. Semuanya bisa berjalan bersama-sama dengan prinsip kolaboratif dan inovasi," lanjutnya.

Pembicara lainnya Mochamad Chalid, Kepala Center for Sustainability & Waste Management - Universitas Indonesia (CSWM-UI) berpendapat bahwa prinsip ekonomi sirkular, jika sampah dijadikan komoditi, ada nilai ekonomi yang akan tercipta dengan terjadinya transaksi jual beli.

"Terjadi penciptaan lapangan kerja, hingga langkah-langkah yang memastikan bahwa sampah plastik kembali menjadi bahan baku yang siap diolah menjadi produk yang sama atau produk turunannya," ujarnya.

Salah satu contohnya adalah teknologi Refuse Derived Fuel (RDF) yang saat ini tengah digalakkan Pemerintah. Teknologi ini menjadikan sampah yang sulit didaur ulang atau low value menjadi sumber energi untuk dipergunakan sebagai bahan bakar fosil, misalnya di pabrik semen.

Rita Ningsih selaku Ketua Sub Kelompok Perencanaan Lingkungan DLH Provinsi DKI Jakarta turut menanggapi soal RDF.

"Teknologi RDF adalah salah satu upaya pengelolaan sampah yang dilakukan Pemerintah DKI Jakarta di TPST Bantar Gebang. Pengolahan dengan RDF ini dilakukan untuk mengolah sampah baru dan sampah lama yang sudah menumpuk dengan metode landfill mining," ujarnya.

Di Bantar Gebang yang memiliki area seluas 110 hektar, sampah-sampah yang sudah lama dan menumpuk kami mining untuk diolah di dalam plant kami untuk mengurangi tumpukan sampah dan memperpanjang usia pakai TPST Bantargebang. Hal ini adalah salah satu bentuk penerapan ekonomi sirkular.

Selain itu, Pemerintah DKI Jakarta juga memiliki platform kolaborasi sosial berskala besar persampahan, berkolaborasi dengan semua stakeholder, baik dari dunia usaha, akademisi, komunitas untuk memberikan wadah untuk berdiskusi berkolaborasi dan berkontribusi masalah sampah. (N-1)

 

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat