visitaaponce.com

Dunia Semakin Darurat Sampah Plastik

Dunia Semakin Darurat Sampah Plastik
Seorang petugas Dinas Kebersihan dan Pemakaman (DKP) Kota Jayapura, mengumpulkan sampah plastik di Sungai Anafre, Kota Jayapura, Papua.(Dok. Antara)

SEBUAH makalah penelitian yang diterbitkan di Science Advances mengungkapkan korelasi langsung antara produksi plastik dan polusi plastik. Setiap peningkatan 1% dalam produksi plastik perusahaan barang konsumsi terkait peningkatan 1% polusi plastik di lingkungan. Kondisi itu menggambarkan situasi dunia yang semakin darurat sampah plastik.

“Studi ilmiah ini menegaskan apa yang telah dikatakan oleh para aktivis dan komunitas yang terkena dampak polusi plastik selama bertahun-tahun,semakin banyak plastik yang diproduksi, semakin banyak pula plastik yang ditemukan di lingkungan, sederhana, Sekali lagi, para pencemar plastik seperti The Coca-Cola Company, PepsiCo, dan Nestlé terus gagal memenuhi komitmen sukarela mereka untuk mengurangi jejak plastik mereka," kata Manajer Kampanye Komunitas Global BreakFreeFromPlastic Sybil Bullock, Sabtu (27/4).

Menurut dia, dunia memerlukan Perjanjian Plastik Global yang mengikat secara hukum yang mengamanatkan pengurangan produksi plastik secara signifikan dan menghentikan perusahaan membanjiri bumi dengan plastik sekali pakai.

Baca juga : Riset: Enam Pemkot Belum Menunjukkan Praktik Pengurangan Sampah

Lebih lanjut coordinator kegiatan brand audit global ini menyatakan hasil kegiatan brand audit selama lima tahun ini menjadi bahan kajian penelitian yang menggunakan data brand audit yang dilakukan BreakFreeFromPlastic dari 1.576 aksi brand audit di 84 negara.

Audit merek adalah inisiatif citizen science di mana para sukarelawan melakukan aksi bersih-bersih sampah kemudian mendokumentasikan merek-merek sampah plastik yang ditemukan. Selama lima tahun, lebih dari 200.000 relawan mengirimkan data melalui Break Free From Plastic.

Riset ini dirilis berbarengan dengan berkumpulnya para pemimpin dunia merundingkan Perjanjian Plastik Global di INC-4 23-29 April 2024 di Ottawa, Kanada.

Baca juga : Mengkhawatirkan, Sampah Plastik Sekali Pakai Kian Melonjak

Riset ini sebagai alat untuk mendukung lahirnya perjanjian yang mengikat secara hukum dengan ambisi tinggi yang mencakup ketentuan tentang akuntabilitas perusahaan, memprioritaskan langkah-langkah pengurangan produksi plastik, dan mendorong penggunaan kembali dan sistem isi ulang.

“Studi kami menekankan pentingnya akuntabilitas perusahaan untuk mengatasi polusi plastik, masyarakat sebagai individu pengguna, tidak bertanggung jawab atas krisis plastik ini tanggung jawab ada pada 56 perusahaan global ini untuk mengambil tindakan tegas” ujar dia.

Ia pun mendesak para pemimpin dunia di INC-4 untuk mempertimbangkan fakta pengetahuan, dan adanya hubungan yang jelas antara produksi plastik dan polusi selama negosiasi Perjanjian Plastik Global.

Baca juga : Bijak Menggunakan Plastik jadi Tema Kegiatan Lippo Cikarang Mengajar

Sampah Plastik di Indonesia

Di lingkup nasional, Lembaga Kajian Ekologis dan Konservasi Lahan Basah (ecoton) bersama BreakFreeFromPlastic melakukan brand audit Nasional dalam ekspedisi sungai Nusantara selama 11 Bulan. Dalam kegiatan itu mereka menemukan sungai-sungai Indonesia dipenuhi sampah sachet dari sejumlah merk ternama, di antaranya PT Wings, PT Unilever, Indofood dan Mayora.

"Pemerintah Indonesia lamban dalam menanggulangi problem sampah plastik, solusi palsu seperti insenerator atau membakar sampah masih jadi pilihan, padahal proses pembakaran sampah menghasilkan problem baru berupa polusi dioksin di udara yang memicu kanker," ungkap Koordinator Brand Audiy Nasional Ecoton Alaika Rahmatullah.

Ia menjelaskan bahwa produsen harus menghentikan produksi sachet Karena selain tidak Bisa didaur ulang, Ecoton menemukan bahan polimer sachet di dalam lambung manusia.

(Z-9)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat