visitaaponce.com

KLHK Sebut Luas Karhutla Tahun Ini Menurun 14,49 Dibanding 2022

KLHK Sebut Luas Karhutla Tahun Ini Menurun 14,49% Dibanding 2022
BRGM dan BRIN melakukan operasi modifikasi cuaca di Kalimantan Selatan guna mengatasi Karhutla.(MI/Denny Susanto)

KEMENTERIAN Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengungkapkan sepanjang Januari hingga Juni 2023 telah terjadi kebakaran hutan dan lahan seluas 50.570 hektare. Angka itu menurun sebanyak 14,49% dibanding pada periode yang sama di tahun 2022.

“Meskipun terjadi penurunan pada luas karhutla, hal ini harus terus diwaspadai bersama, sebagaimana prediksi BMKG, pada awal semester dua ini akan terjadi potensi El Nino pada level lemah hingga moderat,” jelas  Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan KLHK Thomas Nifinluri, Senin (17/7).

Berdasarkan data yang diakses di laman sipongi.menlhk.go.id karhutla terbesar terjadi di NTT seluas 5.211 hektare, Kalimantan Barat 4.172 hektare, Lampung 2.272 hektare, Sulawesi Tenggara 1.961 hektare, Maluku 1.953 hektare, Riau 1.860 hektare, Sulawesi Tengah 1.499 hektare dan NTB 1.413 hektare.

Baca juga: KLHK Sampaikan Kebutuhan Dukungan Hukum Bidang LHK

Thomas melanjutkan, salah satu tugas Menteri LHK dalam Inpres No.3 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan adalah melakukan tugas supervisi pengendalian karhutla di daerah.

Terkait hal itu Menteri LHK sebagaimana SK 502/MENLHK/SETJEN/KUM.1/5/2023 tanggal 22 Mei 2023 telah menugaskan para pejabat Eselon I lingkup KLHK untuk melakukan pendampingan dan supervisi pengendalian karhutla di daerah, untuk wilayah Kalteng telah ditunjuk yaitu Dirjen KSDAE.

Baca juga: Tahun Ini, Kebakaran Lahan Kanada Hancurkan 10 Juta Hektare

Thomas mengungkapkan KLHK telah memfasilitasi pemerintah daerah dalam menyinkronkan pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan No. 216/PMK.07/2021 agar daerah dapat mengoptimalkan penggunaan anggaran Dana Bagi Hasil - Dana Reboisasi (DBH-DR) untuk pengendalian kebakaran hutan dan lahan, terlebih pada tahun 2024 adalah batas akhir dari penggunaan DBH-DR bagi pemerintah kabupaten/kota.

“Ke depan, dalam waktu dekat, Indonesia akan menjadi host ASEAN Coordinating Centre for Transboundary Haze Pollution Control (ACC THPC) yang dalam tahun ini akan dilaunching bertepatan dengan Indonesia sebagai Keketuaan ASEAN,” ujar Thomas

“Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Kemenko Polhukam yang terus mendukung dalam upaya mewujudkan Manggala Agni sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Saat ini, kami sedang mempersiapkan anggota Brigade Pengendalian Karhutla-Manggala Agni untuk mengikuti tes PPPK yang akan mengubah status kepegawaiannya sebagai bagian dari ASN,” jelas Thomas.

Thomas mengharapkan dukungan dari Kemenko Polhukam selaku koordinator dalam upaya penanggulangan karhutla sebagaimana Inpres No.3/2023 agar upaya KLHK untuk melakukan revitalisasi sarpras dalkarhutla. Revitalisasi sarpras pengendalian karhutla menjadi sangat penting untuk menjaga wilayah rawan dari kejadian karhutla.

Salah satu upaya untuk menekan kejadian karhutla di Indonesia yakni dengan melaksanakan operasi teknologi modifikasi cuaca (TMC). Koordinator Laboratorium pengelolaan TMC BRIN Budi Harsoyo menyatakan, teranyar operasi TMC akan dilaksanakan di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah.

Sebelumnya operasi TMC telah dimulai sejak April 2023 lalu. Pertama, TMC diselenggarakan di Riau, NTT, Sumatra Selatan, Kalimantan Barat dan Jambi.

Budi menyatakan, operasi TMC yang dilakukan di beberapa wilayah menunjukkan hasil yang positif. Misalnya saja di wilayah Kalimantan Barat, di mana TMC dilaksanakan pada 28 Juni hingga 6 Juli 2023 lalu. Secara keseluruhan, perbandingan tinggi muka air tanah (TMAT) pada 27 Juni 2023 sebelum kegiatan dan 6 Juli 2023 setelah kegiatan terpantau seluruh stasiun TMAT mengalami peningkatan.

"Jumlah hotspot di Provinsi Kalimantan Barat saat kegiatan TMC berkurang dan dapat dipertahankan 0 hingga saat ini," jelas Budi.

Ia juga menjelaskan bahwa TMC memang sebaiknya dilakukan saat sebelum musim kemarau mencapai puncak.

"TMC idealnya dilakukan untuk memaksimalkan potensi awan di saat seperti ini, transisi ke musim kemarau. Karena jika dilaksanakan di puncak musim kemarau maka akan menemui tantangan, terutama dalam ketersediaan awan layak semai sebagai sasaran utama TMC," ungkap dia. (Ata/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat