visitaaponce.com

Kawin Paksa Korban dengan Pelaku Kekerasan Seksual Jadi Modus Hindari Pidana

Kawin Paksa Korban dengan Pelaku Kekerasan Seksual Jadi Modus Hindari Pidana
Ilustrasi kekerasan seksual(MI )

KETUA Komnas Perempuan Andy Yentriyani mengatakan modus mengawinkan korban dengan pelaku kekerasan seksual merupakan modus untuk melarikan diri dan dapat dikenakan pidana penjara 9 tahun karena pemaksaan perkawinan.

"Modus mengawinkan pelaku dengan korban kekerasan seksual sebagai cara dari pelaku untuk melarikan diri dari tanggung jawab secara hukum," jelas Andy dalam konferensi pers secara daring, Selasa (12/9).

Larangan pemaksaan perkawinan diatur dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) yang menyebutkan bahwa pemaksaan perkawinan dengan pelaku kekerasan seksual atau dengan orang lain dapat pidana penjara paling lama 9 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp200 juta.

Baca juga: Kasus Kekerasan Seksual Bupati Maluku Tenggara Butuh Aturan Turunan UU TPKS

"Karena itu bukan delik aduan maka itu upaya menghindari penanggung jawab hukum ini dapat diperiksa pemaksaan perkawinan," ujar dia.

Kasus terbaru dugaan kawin paksa terjadi pada kekerasan seksual yang menyeret Bupati Maluku Tenggara M Thaher Hanubun yang juga akan melakukan perkawinan paksa.

Baca juga: KPAI: Implementasi Permenag 73 tentang Pencegahan TPKS di Ponpes Belum Maksimal

"Kasus ini memang sudah disampaikan ke Komnas Perempuan dan diupayakan lintas pihak. Pihak Kepolisian Maluku juga memastikan agar proses hukum bisa dilanjutkan sebelum korban dinikahi secara siri," ungkap dia.

"Pada fase kini kita mencoba mendorong kepolisian tetap memeriksa laporan pertama yang diajukan korban dan melihat kemungkinan adanya pemaksaan perkawinan sehingga perlu ada pemeriksaan lebih lanjut," ungkap dia. (Iam/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat