visitaaponce.com

Guru Dibacok Murid, Sistem Pembelajaran dan Pendisiplinan Perlu Dievaluasi

Guru Dibacok Murid, Sistem Pembelajaran dan Pendisiplinan Perlu Dievaluasi
Ilustrasi(MI)

Seorang guru di Madrasah Aliyah (MA) di Pilangwetan, Kecamatan Kebonagung, Demak, Jawa Tengah, dibacok murid laki-laki berinisial AR. Peristiwa terjadi pada 25 September 2023 di madrasah tersebut. 

Menurut keterangan pihak Kepolisian, kasus tersebut bermula dari hukuman yang diberikan guru kepada pelaku. Pelaku diketahui tidak mengerjakan tugas yang diberikan sehingga tidak diizinkan mengikuti ujian tengah semester.

Ketuan Dewan Pakar Federasi Serikat guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti menyampaikan keprihatinannya. Menurutnya, seluruh tindak kekerasan atas alasan apapun tidak dibenarkan.

Baca juga: Siswa Pembacok Guru di Demak Terancam Hukuman 12 Tahun Penjara

“Semua tindak kekerasan dengan alasan apapun tidak dibenarkan dan melanggar hukum,” ujar Retno melalui keterangan tertulis, Rabu (27/9).

Kendati demikian, FSGI mendorong Kementerian Agama melakukan evaluasi dalam proses pembelajaran dan pendisiplinan peserta didik di MA tersebut. Pasalnya, menurut keterangan pihak kepolisian, guru yang menjadi korban juga kerap melakukan kekerasan ketika mendisiplinkan peserta didik.

Baca juga: Murid Pelaku Pembacokan Terhadap Guru di Demak Ditangkap

“Hal tersebut patut diduga menimbulkan dendam, termasuk anak pelaku,” kata Retno.

FSGI juga mendorong Kemenag untuk melakukan evaluasi terhadap aturan sekolah dalam pembelajaran. Aturan yang tidak memperbolehkan siswa mengikuti ujian jika tidak mengumpulkan tugas mungkin perlu dikaji kembali.

“Karena tidak ikut ujian inilah yang memicu anak pelaku melakukan kekerasan. Ketika tidak diberikan izin mengikuti ujian, mungkin anak merasa panik karena khawatir tidak naik kelas. Padahal, seorang pendidik tidak boleh melarang peserta didik mengikuti ujian dengan alasan apapun karena mengikuti ujian adalah hak siswa. Jika yang berangkutan tidak mengumpulkan tugas maka ujian bisa dilakukan di ruangan berbeda misalnya, bukan melarang anak mengikuti ujian,” tuturnya.

Bisa jadi, sambungnya, anak kelelahan sehingga tidak bisa menyelesaikan tugas yang diberikan. Solusinya bukanlah memberi hukuman tidak boleh mengikuti ujian, melainkan memberikan bimbingan dan waktu lebih bagi yang bersangkutan.

Terakhir, FSGI juga mendorong pihak kepolisian untuk menerapakan UU No 11/2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). Pasalnya, dalam kasus itu, anak merupakan pelaku pidana yang masih berusia di bawah 18 tahun.

“UU SPPA mengamanatkan proses hukumnya harus cepat dan tuntutan hukuman terhadap anak pelaku harus setengah dari hukuman orang dewasa,” pungkas Retno. (Z-11)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Andhika

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat