visitaaponce.com

Eagle Awards 2023 Indonesia Terang untuk Disabilitas

Eagle Awards 2023: Indonesia Terang untuk Disabilitas
ilustrasi -- Orangtua bersama anak-anak pengidap Celebral Palsy mengikuti kampanye peringatan Hari Celebral Palsy dunia, Minggu (8/10).(MI/SUSANTO)

EAGLE Awards Documentary Competition 2023 (EADC 2023) yang mengangkat tema “Indonesia Terang” saat ini sudah memasuki tahap pendidikan berupa workshop (pelatihan pembuatan film dokumenter). Nantinya, finalis akan mendapatkan program bantuan dalam memproduksi film dokumenter.

Program tahunan Eagle Institute Indonesia (EII) yang diselenggarakan sejak 2005 ini merupakan sebuah kompetisi film dokumenter skala nasional yang digunakan para filmmaker untuk menyuarakan isu dan pesan mendalam tentang suatu unsur kehidupan masyarakat.

Ketua Harian Eagle Institute Indonesia (EII), Agus Ramdan mengatakan bahwa tema yang dipilih tahun ini merupakan sebuah gambaran optimisme dari bangsa Indonesia yang telah keluar dari masa pandemi covid-19 dan semangat dalam menatap masa depan yang lebih cerah.

Baca juga: Life on Our Planet: Seri Dokumenter Alam Netflix dan Spielberg

“Pascacovid-19, kita sudah mulai bangkit dari suasana gelap. Melalui tema Indonesia terang, kita ingin melihat optimisme masyarakat Indonesia untuk menyongsong masa depan yang lebih terang. Kita ingin coba merekam dari berbagai sudut pandang seperti pendidikan, kesehatan, ekonomi dan seterusnya,” jelas Agus pada pembukaan Workshop Eagle Award di Jakarta pada Rabu (25/10).

Setelah melalui proses seleksi sejak Agustus lalu, terpilih puluhan ide film dari beberapa peserta. Setelah dikurasi menjadi lebih kompetitif, tersisa satu ide film terbaik berjudul “Pintu Inklusi” yang disutradarai Ineu Rahmawati. Nantinya, ide proposal film tersebut akan diwujudkan sebagai film dokumenter oleh agenda yang telah memasuki tahun ke-18 itu.

Baca juga: Film Dokumenter Sang Punggawa Laut Sumbawa Masuk Nominasi FFI 2023

“EII mengundang partisipasi secara publik baik alumnus maupun peserta baru untuk mendaftar. Lalu kami mendapatkan sekitar 29 ide film yang mendaftar dengan ide beragam dan menarik. Kemudian kita seleksi dulu secara administratif lalu terpilih 12 ide film untuk maju ke tahap interview. Selanjutnya, proses itu terkurasi menjadi tiga ide film lalu dikurasi lagi menjadi satu ide film terbaik,” jelasnya.

Sementara itu, Inue yang juga bertindak sebagai penulis naskah dan meriset ide film Pintu Inklusi, mengatakan bahwa film dokumenter akan menyoroti isu disabilitas dan pentingnya bekerja sama untuk menciptakan masyarakat yang inklusif.

“Dari awal saya sudah melakukan beberapa kali riset mengenai pendidikan yang inklusi, akan tetapi kesadaran orang tua yang memiliki anak disabilitas belum sadar akan pentingnya pendidikan tersebut. Padahal anak disabilitas lebih baik jika bergaul dalam satu sekolah dengan anak non-disabilitas,” jelasnya saat sesi pemaparan ide.

Dalam hal ini, Inue menempatkan seorang Ibu yang memiliki anak dengan dengan gangguan Cerebral Palsy sebagai sudut pandang utama dalam pembuatan cerita. Diketahui, Cerebral Palsy atau lumpuh otak adalah masalah kesehatan yang terjadi pada anak dan menyebabkan gangguan motorik.

“Walaupun dikatakan lumpuh otak, tapi sebagian kecil otaknya masih ada yang aktif. Anak ini masih bisa mengingat, menulis dan membaca walaupun susah. Di tengah kebingungan ini, sang ibu memberanikan diri untuk menyekolahkan anaknya itu ke sekolah umum,” jelasnya.

Kegigihan peran seorang Ibu dalam memberikan hak pendidikan kepada anaknya yang berkebutuhan khusus itu akan menjadi inti cerita dari film dokumenter Pintu Inklusi yang diturunkan pada plot. Selain itu, pro dan kontra terkait memasukkan anak disabilitas pada sekolah umum di salah satu wilayah Kota Bogor, agar menjadi setara seperti anak-anak lainnya juga akan disorot oleh Inue.

Workshop EADC 2023

Pada kesempatan workshop, tim peserta EADC 2023 tahun ini diberi pengetahuan khusus mengenai pengembangan dan penajaman ide film dokumenter yang diampu oleh Bapak Kusen Dony selaku editor professional dan Dosen Institut Kesenian Jakarta.

“Agar level idenya berada pada tingkat paham, maka seorang pembuat film dapat membuat sesuatu yang dekat dengan hidupnya, mencari cara untuk menjadi paham terhadap ide atau permasalahan yang ingin diangkat, karena ide atau permasalahannya belum dipahami atau kurang dipahami. Selama ini cara tersebut dikenal Penelitian atau riset,” jelas Kusen.

Selain cerita yang mengesankan, Agus menilai, ide yang dibawa oleh Inue dan kawan-kawannya senada dengan tema yang diusung oleh EACD 2023.

“Kami melihat potensi dari ide pintu inklusi yang memotret perspektif anak disabilitas dalam mendapatkan hak dan akses atas pendidikan guna menyongsong masa depan yang lebih baik dan terang sejalan dengan tema kami yang kami bawa. Mudah-mudahan tim bisa memaksimalkan potensi ide dan membuat cerita itu menjadi film yang menginspirasi,” ungkapnya. (H-3)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dwi Tupani

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat