visitaaponce.com

Reformasi Biaya Haji 2024 Tolak Sistem Sewa yang Rugikan jemaah

Reformasi Biaya Haji 2024! Tolak Sistem Sewa yang Rugikan jemaah
Ilustrasi(MCH 2023)

PEMBAHASAN besaran biaya haji tahun 2024 oleh Kementerian Agama dan DPR RI mencuatkan perdebatan serius terkait kebijakan yang seharusnya mendorong keberpihakan kepada rakyat.

Seharusnya, biaya haji dapat lebih terjangkau, namun sayangnya, pemerintah masih mengandalkan sistem sewa yang tidak mendukung kepentingan jamaah. 

"Kebijakan yang prorakyat seharusnya mengadopsi sistem kepemilikan bersama,” seru pakar kebijakan publik UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat, Rabu (15/11).

Baca juga : Haji 2024, Kemenag Usulkan BPIH Sebesar Rp105 Juta

Dalam rapat kerja dengan Komisi VIII di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Kemenag mengusulkan besaran anggaran biaya haji per jamaah sebesar Rp105 juta.

Menurutnya, meskipun ada pembentukan Panitia Kerja (Panja) Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 1445 H/2023, yang dipimpin oleh Moekhlas Sidik, masih terlihat ketidakpastian dalam penentuan komponen biaya tersebut.

Baca juga : Usulan Penaikan BPIH Dinilai tidak Transparan

“Menyikapi usulan tersebut, publik menyoroti ketidakjelasan dalam mengakomodasi kebutuhan rakyat. Rencana pembagian biaya menjadi dua komponen, yaitu Jemaah Haji (Bipih/Biaya Perjalanan Ibadah Haji) dan komponen yang dibebankan kepada dana nilai manfaat (optimalisasi), menciptakan keraguan terkait transparansi dan keadilan,” kata Achmad.

3 komponen penyebab biaya haji membengkak

Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mempertimbangkan prinsip efisiensi dan efektivitas dalam menentukan komponen BPIH. Namun, pembekakan biaya ada 3 komponen utama yaitu komponen pesawat terbang, akomodasi dan konsumsi yang ketiga menyusun 68,3% biaya haji.

Biaya maskapai menyumbang 34,2% dan akomodasi menyumbang 25,6% (lihat tabel komponen biaya). Mahalnya biaya karena skema yang digunakan adalah sistem sewa. Padahal biaya tersebut bisa ditekan bila menggunakan sistem kepemilihan bersama (shareholders) melalui Dana haji yang dikelola oleh BPKH dibelikan sebagian kepemilikan untuk modal maskapai dan akomodasi Hotel di Saudi.

Achmad mengatakan terdapat skema yang menjadikan biaya haji akan semakin murah setiap tahun, hanya saja ini membutuhkan policy makers antara Kemenag dan BPKH yang tidak malas dan mau memberikan layanan terbaik kepada jemaah haji.

“Skema yang digunakan saat ini adalah sistem sewa di mana dalam sistem sewa biaya akan meningkat terus setiap tahun terutama untuk biaya pesawat terbang (maskapai) dan biaya akomodasi yang menyusun hampir 60% total biaya haji setiap tahun. Ada skema lain yang dapat diandalkan agar biaya haji setiap tahun lebih murah yaitu skema kepemilikan bersama (shareholders),” ujar Achmad

Sistem sewa buat ongkos haji lebih mahal

Dia menambahkan, sistem sewa untuk biaya haji cenderung lebih mahal karena biaya tetap yang tinggi dan kurangnya kontrol atas aset seperti pesawat dan akomodasi. Dalam sistem ini, biaya sewa harus dibayar penuh meskipun ada perubahan permintaan atau kondisi pasar, dan tidak ada akumulasi nilai atau ekuitas dalam aset.

Sebaliknya, sistem kepemilikan bersama menawarkan pembagian biaya di antara pemegang saham, mengurangi beban per individu. Ini juga memungkinkan manfaat dari apresiasi aset, kontrol strategis atas penggunaan aset, dan fleksibilitas dalam manajemen, seperti menyewakan aset saat tidak digunakan. 

Kepemilikan bersama juga memberikan perlindungan terhadap inflasi dan fluktuasi pasar, namun memerlukan investasi awal yang besar dan manajemen efektif serta policy makers yang smart, kreatif dan tidak malas.

“Dalam sistem kepemilikan bersama, biaya aset dibagi di antara semua pemegang saham, yang bisa secara signifikan mengurangi beban biaya per individu atau entitas. Jika nilai aset meningkat, pemegang saham mendapat manfaat dari apresiasi tersebut, yang bisa menjadi sumber penghasilan atau penghematan biaya di masa depan,” tegasnya.

Menurut Achmad, sebagai pemegang saham, penyelenggara haji memiliki suara dalam pengelolaan aset, memungkinkan mereka untuk membuat keputusan yang dapat mengoptimalkan penggunaan dan mengurangi biaya. 

Kepemilikan bersama juga memungkinkan fleksibilitas dalam manajemen aset, seperti menyewakan pesawat atau kamar hotel saat tidak digunakan, yang dapat menghasilkan pendapatan tambahan. Memiliki aset juga memberikan perlindungan terhadap influktuasi harga sewa yang disebabkan oleh inflasi atau perubahan pasar.

Lakukan transaksi lindung nilai tukar 

Lebih lanjut, dia juga merasa usulan Menag untuk menggunakan kurs dolar terhadap rupiah Rp16.000 dan nilai tukar SAR senilai Rp 4.266 menimbulkan pertanyaan serius terkait kestabilan nilai mata uang dan dampaknya pada biaya haji. Pemerintah seharusnya lebih berhati-hati dalam merumuskan asumsi dasar agar tidak memberatkan rakyat.

Penyelenggara haji Indonesia perlu bekerja sama dengan Bank Indonesia (BI) untuk melakukan transaksi lindung nilai atas risiko nilai tukar untuk haji 204 nanti melalui transaksi pasar Non Deliverable Forward (DNDF) di dalam negeri.

“Dengan adanya transaksi pasar Domestic NDF (DNDF) ini, maka antara bank dengan penyelenggara haji dapat melakukan transaksi lindung nilai atas risiko nilai tukar sehingga nilai tukar dapat ditekan lebih murah lagi,” ujar Achmad.

Dia juga membahasa menegbai ongkos haji Malaysia yang mencapai RM30,850 atau setara Rp102 juta rupiah. Pemerintah Malaysia mengungkapkan biaya haji per jemaah untuk warga negaranya yakni sebesar MYR 30.850 atau setara dengan Rp 102,5 juta (kurs Rp 3.325) dengan kuota haji 31,600 jamaah. Bandingkan Indonesia dengan kuota haji lebih banyak 7,6 kali lipat atau sejumlah 241.000 jemaah pada tahun 2024 daripada Malaysia.

Biaya Haji Indonesia Rp105 juta/jamaah, jauh lebih mahal dari Malaysia yaitu Rp102,5 juta/jemaah. Padahal semakin banyak jemaah seharusnya biaya haji dapat ditekan lebih murah lagi. Jamaah Haji Indonesia 2024 lebih banyak 7,6 kali lipat daripada jemaag Malaysia sebesar 31,600 jemaah bandingkan dengan 241 ribu jamaah Indonesia.

“Jelas bahwa penyelenggaraan Haji Indonesia tidak efesien, tidak efektif dan tidak berhemat seperti halnya penyelenggara Haji Malaysia,” tegasnya.

Kuota haji 2024 capai 241.000 orang

Dengan kuota jemaah haji Indonesia 2024 yang mencapai 241.000, penambahan 20.000 jemaah seharusnya menjadi momentum bagi pemerintah untuk merinci lebih lanjut kebijakan biaya haji yang mendukung keberpihakan kepada seluruh lapisan masyarakat.

Panja BPIH, yang harus menghadapi pengurangan jumlah petugas yang signifikan, seharusnya memastikan bahwa pelayanan optimal tetap terjamin tanpa meninggalkan aspek keadilan dalam distribusi biaya.

“Kebijakan pro rakyat bukan hanya tentang merumuskan angka, tetapi juga memastikan bahwa setiap warga negara memiliki akses yang adil dan terjangkau untuk menjalankan ibadah haji. Saatnya pemerintah mempertimbangkan sistem kepemilikan bersama untuk memastikan bahwa kebijakan pro rakyat benar-benar mencerminkan keadilan dan keberpihakan kepada seluruh rakyat Indonesia,” pungkasnya. (Z-4)
 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat