visitaaponce.com

Braga at Paris Van Java, Memoar tentang Bandung yang tak Lagi Sama

Braga at Paris Van Java, Memoar tentang Bandung yang tak Lagi Sama 
Buku Braga at Paris Van Java(Dok.Ist)

KOTA Bandung atau yang dikenal dengan julukan Paris Van Java, kerap kali meninggalkan kesan tersendiri bagi para pelancong maupun warga yang sudah menetap sejak lama. 

Bahkan, julukan tersebut menjadi masyhur ke seluruh dunia. Salah satu jalan yang paling tersohor di Kota Kembang karena keunikan dan sejarahnya ialah Jalan Braga. 

Seorang penulis Foggy FF merefleksikan secara filosofis terkait kepingan-kepingan kisah warga Parahyangan dengan balutan tangis dan tawa dalam buku terbarunya yang bertajuk Braga at Paris Van Java. 

Baca juga: Tropical Night di Vue Palace Artotel Curated Bandung Sambut Tahun Baru

Buku fiksi karya ketiga Foggy ini berhasil membawa suasana cinta, problematika, dan harapan besar kepada para pembaca mengenai sejarah Braga. “Bersama cerita manis para pejalan kaki, penjual lukisan, dan hampar andesit yang dipijak, kisah ini bermula,” ungkap Foggy kepada Media Indonesia. 

Foggy membeberkan alasan memilih Braga sebagai sumber kekuatan buku lantaran dirinya lahir dan besar di Kota Bandung. Selain itu, Braga merupakan trendsetter kota Bandung dan menjadi simbol keberagaman budaya dan problematika. 

Baca juga: Perkumpulan Penulis ALINEA Luncurkan Serial Buku Anak “Bumiku Kelak”

“Kalau mau melihat kultur Bandung yang beragam, miniaturnya tuh ya di kawasan ini,” terang Foggy. 

Adapun buku Braga at Paris Van Java ini menceritakan tentang kepergian seorang tokoh di tanah Pasundan bernama Acep Maris, yang meninggalkan anak istrinya dalam keadaan berduka. 

Konflik terjadi ketika si anak tengah, yang menjadi tokoh cerita dalam novel ini merasa harus meregenerasi nama besar abahnya (semacam legacy). 

Selain ia merasa terbebani, juga banyak hal yang ia sadari bahwa kondisi Bandung hari ini itu berbeda dengan kondisi waktu ia kecil. Kacamata berpikirnya meluas, ia menyadari bahwa Bandung itu tak hanya sarat akan romantisme sejarah saja, tapi juga banyak problem yang dihadapi kota ini. 

Ia bertemu dengan tokoh pendatang yang ternyata memiliki kecintaan terhadap kota ini, melebihi warga kotanya sendiri. “Di sinilah ia berpikir bahwa, Bandung itu tak hanya batas-batas geografis, topografi, toponimi. Tapi juga sebuah sinergi dari berbagai unsur, ya pendatang, ya pemangku kebijakan, ya warganya banyak hal,” ungkap Foggy. 

Foggy menjelaskan tokoh utama dalam buku Braga at Paris Van Java ialah Anneke Maris. Anneke adalah putri seorang budayawan sunda yang menikah dengan seorang perempuan berketurunan Belanda, namun amat mencintai kota Bandung sebagai bagian dari jiwanya. Karena ibunya yang blasteran dan sejak kecil tinggal di Bandung.

Seperti tokoh-tokoh lain dalam setiap kisah novel, Foggy mengemukakan tokoh utama yang ia bangun mengalami proses transformasi. Dari yang tadinya Anneke merasa terbebani dengan nama besar abahnya. 

Hingga akhirnya dia menemukan rasa kecintaan, rasa tanggung jawab, dan harapan tentunya untuk kota Bandung ini, lewat teman-teman yang begitu peduli dari berbagai lini profesi. Dan tergabung di sebuah komunitas pecinta lingkungan, komunitas peduli budaya dan pemerhati banguna-bangunan heritage.

Foggy menjelaskan bahwa buku tersebut tak hanya menyuguhkan romantisme yang indah dan berbunga-bunga tentang Kota Bandung. Tapi juga sebuah tamparan dan kenyataan bahwa Bandung tak lagi sama. 

“Bandung tak cuma romantisme sejarah dan perasaan overproud terhadap budaya lokalnya saja. Permasalahan kemacetan, pengelolaan sampah, angka kejahatan juga turut disorot dalam novel ini,” ujar Foggy. 

Melalui buku Braga at Paris Van Java, Foggy ingin pembaca dapat memandang kota Bandung bukan hanya sebatas perasaan cinta yang berlebihan tanpa memberi kontribusi dan edukasi terhadap masalah yang kasat mata. 

“Ya kemacetannya, ya masalah sampah, penanggulangan kejahatan di area-area publik dan pelecehan seksual di dalam kendaraan umum,” tegasnya. 

“Serta satu lagi yang paling utama, bagaimana kita bisa connecting the dot. Mengelaborasikan berbagai macam elemen yang punya kelebihan di bidangnya, dari personal, komunitas, pemerintahan, dan mampu bekerja sama demi membangun atmosfer Bandung yang lebih baik dari kemarin,” pungkasnya. (RO/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat