visitaaponce.com

Sejarah Imlek dan Tradisi Perayaan di Indonesia

Sejarah Imlek dan Tradisi Perayaan di Indonesia
Perayaan Imlek memiliki sejarah yang panjang, apalagi di Indonesia. Berikut penjelasannya.(MI/Bryan)

PERAYAAN Tahun Baru Imlek memiliki sejarah yang cukup panjang. Perayaan Imlek dapat menjadi landasan untuk memperkuat harmoni antar-etnis di tengah masyarakat multikultural. 

Lantas, seperti apa sejarah imlek dan tradisi perayaanya di Indonesia? Yuk simak penjelasan berikut ini. Namun, sebelum lebih lanjut membahas itu, yuk ketahui dulu apa itu Perayaan Tahun Baru Imlek!

Apa itu Tahun Baru Imlek?

Baca juga: Imlek 2024 Tanggal Berapa? Cek Tanggal Merah dan Cuti Bersama pada Tahun Ini

Tahun Baru Imlek, perayaan terpenting dalam kalender tradisional orang Tionghoa, dimulai pada hari pertama bulan pertama (Hanzi: 正月; pinyin: zhēng yuè) dalam penanggalan Tionghoa dan berakhir pada Cap Go Meh (十五暝 元宵節) pada tanggal ke-15, yang bertepatan dengan bulan purnama. Malam pergantian tahun, yang dikenal sebagai Chúx? (除夕), menandai awal perayaan ini. 

Sebagai momen yang penuh simbolisme dan tradisi, Tahun Baru Imlek mengundang orang Tionghoa untuk merayakan kesucian keluarga, menghormati leluhur, dan memperkuat persaudaraan dalam komunitas mereka. Perayaan ini tidak hanya mengakar dalam kebudayaan Tionghoa, tetapi juga menjadi kekayaan bersama yang memperkaya keragaman budaya di berbagai negara, termasuk Indonesia.

Baca juga: Daftar Makanan Khas Imlek yang Wajib Ada

Sejarah tahun baru Imlek

Tradisi perayaan Tahun Baru Imlek telah menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah etnis Tionghoa-Indonesia sejak mereka pertama kali datang ke Nusantara beratus-ratus tahun yang lalu. Tahun Baru Imlek, sebagai perayaan paling bersejarah bagi komunitas Tionghoa, dirayakan dengan penuh kegembiraan dan rasa syukur. Perayaan ini berlangsung selama 15 hari penuh, tidak hanya melibatkan partisipasi aktif dari etnis Tionghoa sendiri, tetapi juga melibatkan berbagai suku bangsa lainnya di Indonesia.

Namun, sejarah perayaan Tahun Baru Imlek di Indonesia juga melibatkan pasang surut yang seiring waktu. Pembentukan Republik Indonesia membawa perubahan kebijakan signifikan dari pemerintah, yang mencerminkan sikap yang beragam terhadap etnis Tionghoa-Indonesia. Dari penolakan hingga pembatasan, hingga dukungan terhadap komunitas tersebut, perjalanan perayaan Tahun Baru Imlek di Indonesia mencerminkan kompleksitas hubungan antara etnis Tionghoa dan negara.

Era Pemerintahan Presiden Soekarno

Pada masa pemerintahan Presiden Soekarno, terdapat Penetapan Pemerintah tahun 1946 Nomor 2/Um tentang "Aturan tentang Hari Raya". Pasal 4 dalam aturan tersebut mengatur berbagai hari raya khusus bagi etnis Tionghoa-Indonesia, termasuk Tahun Baru Imlek. Namun, pada 1 Januari 1953, Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1953 secara resmi menghapuskan Hari Raya khusus etnis Tionghoa, termasuk perayaan Tahun Baru Imlek.

Era Orde Baru

Selama periode panjang dari tahun 1968-1999, perayaan Tahun Baru Imlek dilarang untuk dirayakan di depan umum. Pelarangan ini berasal dari Instruksi Presiden Nomor 14/1967 yang dikeluarkan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 6 Desember 1967. Instruksi ini mengenai pembatasan Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat Tionghoa (kala itu masih disebut Cina), yang membatasi kebudayaan Tionghoa, termasuk perayaan seperti Tahun Baru Imlek dan Cap Go Meh, untuk dirayakan secara terbuka.

Pascaera Orde Baru hingga Kini

Pada tahun 2000, Presiden Abdurrahman Wahid mencabut Inpres Nomor 14/1967. Langkah ini diikuti dengan Keputusan Presiden Nomor 19/2001 tanggal 9 April 2001, yang secara resmi mengumumkan bahwa Tahun Baru Imlek diakui sebagai hari libur fakultatif, hanya berlaku bagi mereka yang merayakannya. Perubahan ini mencerminkan perubahan sikap pemerintah terhadap perayaan Tahun Baru Imlek dan mengakui pentingnya keberagaman budaya di Indonesia.

Tahun baru Imlek di Indonesia

Di tahun 2024 ini, tahun baru Imlek jatuh pada tanggal 10 Febuari. Umumnya perayaan Tahun Baru Imlek di Indonesia berlangsung selama 15 hari dan melibatkan berbagai kelompok atau sub-grup Tionghoa. Khususnya bagi mereka yang masih menjalankan tradisi pemujaan leluhur, Tahun Baru Imlek menjadi momen penting untuk memberikan penghormatan kepada leluhur. Selama 15 hari tersebut, berbagai ritual dan tradisi dijalankan sesuai dengan kepercayaan masing-masing sub-grup.

Pada hari ke-9, terdapat pengucapan syukur kepada Thian yang dikenal sebagai "King Thi Kong" atau "Pai Thi Kong" dalam tradisi Hokkien, yang kemudian diartikan sebagai "Sembahyang Tuhan Allah" dalam bahasa Indonesia.

Hari ke-15, atau yang dikenal sebagai Cap Go Meh dalam bahasa Hokkien atau Guan Siau, menjadi puncak perayaan yang meriah untuk menutup rangkaian Tahun Baru Imlek. Hari ini sering kali disambut dengan perayaan khusus dan kegiatan bersama, terutama karena bertepatan dengan purnama.

Tak hanya dikenal dengan perayaan yang penuh warna, Tahun Baru Imlek juga menjadi waktu di mana muncul berbagai hidangan dan makanan khas Imlek. Peristiwa ini dianggap sebagai perayaan terbesar bagi masyarakat Tionghoa-Indonesia, di mana keluarga berkumpul dan bersatu. Ucapan-ucapan khas tahun baru, terutama yang berkaitan dengan kesehatan, kesuksesan, dan keberhasilan untuk tahun yang baru, saling diucapkan. Selain itu, bagi mereka yang meraih kesuksesan pada tahun sebelumnya, memberikan angpau atau fungpau (uang dalam amplop merah) menjadi suatu kewajiban untuk berbagi kebahagiaan.

Makna Merah dalam Perayaan Imlek

Warna merah dalam perayaan Imlek memiliki makna simbolis yang dalam budaya Tionghoa. Beberapa alasan mengapa warna merah menjadi sangat identik dengan perayaan Imlek adalah:

1. Keberuntungan dan Kesejahteraan

Warna merah dianggap membawa keberuntungan dan kesejahteraan dalam tradisi Tionghoa. Dipercaya bahwa penggunaan warna merah dapat mengusir roh jahat dan mendatangkan energi positif.

2. Simbol Api dan Kebahagiaan

Merah juga melambangkan unsur api dalam filsafat Tionghoa, yang dihubungkan dengan semangat, keberanian, dan kebahagiaan. Penggunaan warna ini diharapkan dapat membawa semangat baru dan kebahagiaan di awal tahun.

3. Menolak Roh Jahat

Dalam mitologi Tionghoa, dikatakan monster Nian takut pada warna merah. Oleh karena itu, masyarakat Tionghoa mengadopsi tradisi menyusun lentera dan hiasan merah untuk menolak Nian dan roh jahat pada perayaan Imlek.

4. Pertanda Positif

Dalam budaya Tionghoa, warna merah digunakan dalam berbagai upacara keagamaan dan perayaan, termasuk pernikahan, kelahiran, dan perayaan-perayaan besar lainnya. Warna ini dianggap sebagai pertanda positif dan kesucian.

5. Budaya dan Tradisi

Penggunaan warna merah dalam perayaan Imlek telah menjadi tradisi turun temurun, yang terus dijaga oleh masyarakat Tionghoa. Hal ini menciptakan identitas khusus yang mudah dikenali dalam perayaan ini.

Dengan kombinasi makna-makna simbolis ini, warna merah menjadi unsur penting dan identik dengan perayaan Imlek, menciptakan atmosfer yang penuh semangat dan kegembiraan di tengah masyarakat Tionghoa.

2024 Shio Naga, begini maknanya

Dalam perayaan tahun baru Imlek, masyarakat Tionghoa mengaitkan perhitungan zodiak China dengan karakteristik hewan dan unsur tertentu. Tahun 2024 ditandai sebagai tahun Shio Naga Kayu atau Wood Dragon dalam shio. Menurut keyakinan, kehadiran Naga Kayu di tahun ini dianggap sebagai awal yang menggembirakan dan istimewa, karena kemunculan Naga Kayu hanya terjadi setiap 60 tahun sekali. Periode Tahun Naga Kayu dimulai sejak Tahun Baru Imlek pada 10 Februari 2024 dan berakhir pada Malam Tahun Baru Imlek pada 28 Januari 2025.

Dalam konteks shio, terdapat 12 hewan yang terkait dengan unsur-unsur seperti logam, kayu, air, api, dan tanah. Setiap hewan memiliki siklus 12 tahun, dan ketika siklus tersebut berakhir, hewan yang baru muncul akan membawa unsur yang berbeda. Tahun Naga Kayu menonjol karena kayu melambangkan vitalitas dan kreativitas, sementara Naga dianggap sebagai simbol kesuksesan dan kehormatan dalam tradisi Tionghoa.

Menurut South China Morning Post, dalam budaya Tionghoa kuno, Naga dianggap sebagai sosok yang pantas menjadi pemimpin dunia. Naga dikenal sebagai makhluk yang dominan, ambisius, percaya diri, dan berani menghadapi tantangan serta bersedia mengambil risiko. Pemilihan Naga Kayu dalam tahun ini diharapkan membawa suasana keberanian, vitalitas, dan kreativitas yang positif dalam perjalanan masyarakat Tionghoa selama satu tahun ke depan. (Z-3)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat