visitaaponce.com

Penguatan Literasi Penting Bangun Peradaban Bangsa

Penguatan Literasi Penting Bangun Peradaban Bangsa
Diskusi kebudayaan bertema Peran Budayawan dalam Situasi Politik Masa Kini dan Masa Depan di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta.(Ist)

CALON presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) didorong dapat mengampanyekan penguatan literasi kepada masyarakat Indonesia pada arena Pilpres 2024.

Penguatan literasi dinilai penting untuk membangun peradaban bangsa ke depan yakni bangsa yang mencintai literasi.

Apalagi, menurut data Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO), minat baca masyarakat Indonesia hanya 0,001% atau satu dari 1.000 orang yang gemar membaca.

Baca juga: PISA dan Transformasi Paradigma Asesmen Berbasis Literasi

Sementara itu, berdasarkan survei Program for International Student Assessment (PISA) yang dirilis Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) pada 2019 Indonesia menempati peringkat ke-62 dari 70 negara dalam hal literasi.

"Calon presiden harus memiliki program penguatan literasi. Ini malah bikin makan siang gratis. Apa artinya bagi peradaban?” ungkap budayawan Bre Redana, dalam diskusi kebudayaan, di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, Rabu (10/1) malam.

Diskusi kebudayaan bertema Peran Budayawan dalam Situasi Politik Masa Kini dan Masa Depan itu dipandu dramawan Amien Kamil dengan panelis Bre Redana, Taufik Rahzen, dan Arahmaiani.

Puluhan seniman, sastrawan, perupa, dan kaum intelektual hadir. Antara lain, Romo Mudji Sutrisno, Mohammad Nasir, Butet Kartaradjasa, Jose Rizal Manua, Isti Nugroho, Miing Deddy Gumelar, serta jurnalis senior Nugroho F Yudho, Haris Jauhari, Dimas Supriyanto, dan Herman Wijaya.

Baca juga: Menolak Balik ke Zaman Batu, Ini Cara Meningkatkan Literasi Membaca

Panelis lain, sastrawan Taufik Rahzen menyoroti hilangnya keseimbangan kekuasaan negara yang berdampak pada pembangunan peradaban.

Peradaban dibentuk dari keseimbangan kekuasaan negara dengan spiritual bangsa, antara jagat besar sebagai bangsa dan jagat kecil pribadi tiap orang.

“Keseimbangan itulah yang dari masa ke masa tidak cukup dijaga para pemangku kekuasaan,” kata Taufik.

Adapun seniman Arahmaiani yang pernah dipenjara pada masa Orde Baru karena karyanya, sampai pada kesimpulan bahwa penguasa tidak peduli membangun peradaban.

“Budayawan tak perlu mengandalkan penguasa dalam membangun peradaban bangsa,” katanya.

Dalam kesempatan menanggapi, jurnalis senior dan budayawan Muhammad Nasir menyatakan arah peradaban yang dibangun menjauh dari cita-cita saat bangsa ini dibentuk.

"Bagaimana kita mau membangun peradaban, membangun budaya, sementara di mana-mana kita lihat kebudayaan lokal terus digerus," pungkasnya. (RO/S-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Sidik Pramono

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat