visitaaponce.com

Makan Siang Gratis Dinilai tak Relewan Turunkan Prevalensi Stunting, Ini Alasannya

Makan Siang Gratis Dinilai tak Relewan Turunkan Prevalensi Stunting, Ini Alasannya
Simulasi makan siang gratis di Tangerang, Banten(MI/Susanto )

PENGURUS Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Iqbal Mochtar mengatakan program makan siang gratis sangat tidak relevan, khususnya jika bertujuan untuk mengurangi prevalensi stunting.

Menurutnya, pemberian makanan pada anak sebenarnya tidak secara otomatis menurunkan kejadian atau prevalensi stunting. Kalau pun bisa itu sifatnya temporer.

“Kenapa? Karena stunting ini persoalan yang sangat kompleks bukan hanya asupan gizi, tapi juga kemiskinan dan sosial ekonomi. Orangtua yang tidak bisa memberikan makanan kepada anaknya itu karena mereka tidak bisa mendapatkan penghasilan yang cukup untuk memberikan makanan yang bergizi bagi anaknya,” ungkapnya kepada Media Indonesia, Kamis (29/2).

Baca juga : Soal Makan Siang Gratis untuk Tangani Stunting, Ini Kata Mantan Menkes RI Nila Moeloek

Menurutnya, persoalan stunting bukan hanya gizi, tapi kemiskinan, sosial, pengetahuan dan banyak hal lain yang menyertainya.

Maka dari itu, Iqbal menyebukan jika program makan siang diterapkan, sifatnya hanya akan berlangsung sementara saja karena yang perlu diperbaiki justru faktor kemiskinan.

“Saya berpikir kalau ada pemberian makanan tambahan dan gratis tidak perlu diberikan pada semua anak, hanya kepada anak berisiko tinggi,” tegas Iqbal.

Baca juga : Sumedang Libatkan Mahasiswa Tangani Kasus Stunting

Selain itu, dia menambahkan program pemberian makanan juga bukan hal yang baru, bahkan sudah ada sejak 30 tahun lalu.

“Sejak saya di Puskesmas sudah ada pemberian makanan tambahan dan dilakukan secara teratur beberapa bulan. Tapi hasilnya tidak ada perubahan signifikan. Jadi begitu, kalau ini dipaksakan juga tidak akan terlalu efektif dan efisien,” ujarnya.

Dia berpendapat program itu hanya akan menguras anggaran negara. Pasalnya, jika program ini diberikan bagi anak-anak berusia 0-6 tahun, jumlahnya saat ini mencapai sekitar 30 juta jiwa.

“Survei sosial ekonomi pada 2021 menyebutkan biaya makanan bergizi seimbang mencapai Rp22 ribu sehari atau Rp660 ribu per bulan. Ini belum mempertimbangkan kenaikan harga pangan. Jadi belum termasuk perhitungan logistik juga,” ucap Iqbal.

“Kalau pakai hitungan ini saja pemerintah harus menyediakan Rp19,7 triliun atau Rp20 triliun per bulan atau sekitar Rp240 triliun per tahun. Ini belum termasuk nilai yang diperlukan keperluan logistik. Kalau diperhitungkan bisa meningkat 3 kali lipat,” tukasnya. (Z-5)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat