visitaaponce.com

THR Harus Dibayar Penuh dan tidakBolehDicicil

THR Harus Dibayar Penuh dan tidak Boleh Dicicil
Menaker Ida Fauziah(MI/HO)

PEKERJA atau buruh yang telah memiliki masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih, diberikan THR 1 bulan upah. Sedangkan bagi pekerja atau buruh dengan masa kerja 1 bulan secara terus menerus, tetapi kurang dari 12 bulan, diberikan secara proporsional.

Perusahaan atau pemberi kerja juga dimungkinkan memberikan THR kepada pekerja atau buruh lebih baik dari peraturan perundang-undangan. 

Karena itu, bagi perusahaan yang dalam perjanjian kerja (PK), peraturan perusahaan (PP), perjanjian kerja bersama (PKB), atau kebiasaan yang berlaku di perusahaan telah mengatur besaran THR lebih baik dari ketentuan peraturan perundang-undangan, maka THR yang dibayarkan kepada pekerja sesuai dengan PK, PP, PKB, maupun kebiasaan yang berlaku di perusahaan.

Baca juga : FIFGroup Bagikan Bantuan kepada Yatim dan Janda Dhuafa

Dalam perhitungan besaran THR, upah yang digunakan adalah upah 1 bulan bagi pekerja dengan perjanjian kerja dan lepas. Yakni, jika pekerja mempunyai masa kerja 12 bulan atau lebih, maka upah 1 bulan dihitung berdasarkan rerata upah yang dihitung dalam 12 bulan terakhir sebelum hari raya keagamaan.

Sedangkan bagi pekerja harian lepas yang masa kerjanya kurang dari 12 bulan, maka upah 1 bulan dihitung berdasarkan rerata upah yang diterima tiap bulan selama masa kerja. 

Sementara pekerja atau buruh yang menerima upah dengan sistem satuan hasil, maka perhitungan upah 1 bulan didasarkan pada upah rerata 12 bulan terakhir sebelum hari raya keagamaan.

Baca juga : Penambahan Cuti Bersama Dinilai Pengamat Tidak Tepat

“Oleh karena substansi yang dimuat terkait bidang ketenagakerjaan, maka SE ini juga menjadi acuan bagi para kepala dinas bidang ketenagakerjaan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya,” terang Menaker Ida.

Melalui SE itu pula, lanjutnya, pemerintah pusat mendorong gubernur dan jajaran di daerah untuk mengupayakan agar perusahaan di provinsi dan kabupaten/kota membayar THR keagamaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Kemudian meminta gubernur, bupati, wali kota, untuk membentuk pos komando satuan tugas ketenagakerjaan pelayanan konsultasi dan penegakkan hukum THR 2024 di masing-masing wilayah provinsi, kabupaten/kota, dan diintegrasikan dengan website poskothr.kemenaker.go.id.

Baca juga : Kick Off Serambi 2024, BI NTT dan Perbankan Siapkan 70 Titik Penukaran Uang

Di kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Binwasnaker & K3) Kemnaker Haiyani Rumondang menegaskan, ada sanksi berupa denda yang dapat dikenakan kepada perusahaan jika telat membayarkan THR.

“Ketika hak pekerja timbul, yaitu 7 hari sebelum dilaksanakannya THR keagamaan sesuai kesepakatan, maka dihitung 7 hari sebelumnya, ketika itu terlambat dibayar, maka dendanya adalah 5% dari total THR baik itu secara individu, atau dihitung berapa jumlah pekerja yang tidak dibayar, jadi sudah timbul hak denda,” ujarnya.

Kemnaker juga telah membuka posko aduan THR di kantornya. Posko tersebut dapat dijadikan sarana aduan hingga konsultasi mengenai permasalahan yang terkait dengan THR keagamaan. Selain membuka posko dalam bentuk fisik, Kemnaker juga akan melayani aduan melalui call center dan melalui aplikasi WhatsApp. 

Terkait profesi ojek daring (ojol), Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kemnaker Indah Anggoro Putri mengatakan, para pengemudi ojol masuk dalam kategori PKWT dan berhak menerima THR.

“Walau hubungan kerjanya adalah kemitraan, tapi kategorinya masuk dalam PKWT, jadi masuk dalam coverage SE ini. Termasuk kurir logistik untuk juga dibayarkan THR-nya sebagaimana tercakup dalam SE,” terang Indah.  (S-1)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat