visitaaponce.com

Ini Beda Flu Singapura dengan Sariawan dan Cacar

Ini Beda Flu Singapura dengan Sariawan dan Cacar
Orangtua memperlihatkan lesi pada telapak kaki anaknya yang menderita Flu Singapura(MI/Heri Susetyo)

DOKTER spesialis anak lulusan Universitas Gajah Mada Prof Edi Hartoyo mengatakan Hand, Foot and Mouth Disease (HFMD) atau lebih dikenal dengan Flu Singapura berbeda dengan sariawan biasa meskipun sama-sama menyebabkan lesi di mulut. 

"Sariawan biasa hanya di mulut, wujudnya hampir sama, maka kadang-kadang orangtua ke dokter anaknya nggak mau makan pas dilihat karena ada lesinya di mulutnya," kata Edi dalam diskusi daring, Selasa (2/4).

Lesi di mulut pada HFMD sama seperti sariawan yang juga dapat menyebabkan anak malas makan dan kesulitan menelan. Lesi dan lentingan juga bisa muncul di sekitar mulut bagian luar dan bibir.

Baca juga : Ancaman Flu Singapura Meningkat, Vaksin Belum Tersedia

Selain sariawan, penyakit lain yang juga kerap disamakan dengan Flu Singapura adalah cacar air dan campak. Namun, Edi menegaskan keduanya berbeda dengan Flu Singapura dilihat dari lokasi munculnya lesi.

"Cacar air, lesinya di badan baru keluar, lesi lentingan tepi kulitnya merah kalau Flu Singapura tidak, dari lokasinya Flu Singapura paling sering di telapak kaki, telapak tangan dan mulut, kalau cacar jarang di telapak tangan," jelas Edi.

Lesi atau luka pada kulit akibat lentingan pada kasus penyakit cacar bisa membekas pada kulit, namun pada Flu Singapura, lesi akan hilang dengan sendirinya tanpa menyebabkan bekas.

Baca juga : Seseorang Hanya Derita Cacar Air Sekali Seumur Hidup, Benarkah?

Hal ini karena lesi lentingan pada Flu Singapura tidak sedalam cacar yang bisa menembus hingga lapisan kedua jaringan kulit.

Perbedaan lainnya, kata Edi, Flu Singapura tidak menyebabkan kekebalan dan bisa terkena kembali jika daya tahan tubuh menurun. Berbeda dengan cacar yang jika sudah terkena, tubuh bisa membentuk kekebalan sehingga jarang cacar bisa terkena kembali di kemudian hari.

"Virus ini tidak menyebabkan kekebalan, beda dengan cacar atau campak bisa kebal tapi virus ini nggak, kalau musim ini kena besoknya bisa kena lagi kalau dia ada kontak, jadi masih bisa kena," kata Edi.

Baca juga : Hati-Hati, Cacar Air Bisa Sebabkan Komplikasi

Edi kemudian menjelaskan kasus Flu Singapura tercatat cukup tinggi di usia di bawah 6 tahun pada anak di Indonesia karena kurangnya kepekaan orangtua pada penyakit ini.

Sering kali saat anak demam, sulit makan, dan muncul bintik merah, orangtua tetap menyekolahkan anak dan tidak isolasi di rumah, sehingga penyebaran pada anak sangat tinggi dan cepat.

Meskipun tergolong penyakit ringan yang bisa sembuh dalam tujuh hari, Edi mengharapkan orangtua bisa mematuhi protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran Flu Singapura semakin banyak dengan mengisolasi anak jika demam dan muncul bintik merah pada telapak kaki, tangan dan mulut.

"Kalau anak kena Flu Singapura di isolasi dan cegah kontak dengan anak lain karena ini menular, masa infeksius 3-5 hari, 7 hari dia sudah tidak menular walaupun lesinya dalam tahap penyembuhan tapi tidak menular," pungkas Edi. (Ant/Z-1)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat