visitaaponce.com

5 Perbedaan Cacar Monyet, Cacar Air, dan Campak

5 Perbedaan Cacar Monyet, Cacar Air, dan Campak
Bentuk lesi cacar monyet(WHO)

MASYARAKAT cemas dengan merebaknya puluhan kasus cacar monyet di Indonesia. Sebagai bentuk kewaspadaan, praktisi kesehatan spesialis dermatologi, venereologi, dan estetika dokter Ni Luh Putu Pitawati menjelaskan perbedaan gejala penyakit cacar monyet dengan cacar air, dan campak.

1. Cacar monyet diawali dengan demam lebih 38 derajat Celcius

Dia menjelaskan bahwa cacar monyet antara lain ditandai dengan gejala berupa demam dengan suhu tubuh lebih dari 38 derajat Celsius serta ruam setelah satu sampai tiga hari.

"Pada cacar air, demam hingga 39 derajat Celsius dengan ruam setelah nol sampai dua hari. Sedangkan campak, demam tinggi hingga 40,5 derajat Celsius dengan ruam setelah dua sampai empat hari," katanya.

Baca juga : PB IDI: 90% Penularan Cacar Monyet Melalui Kontak Seksual

2. Bentuk ruam gejala cacar monyet 

Pada cacar monyet, ruam yang muncul bisa berupa makula (lesi rata dengan warna berbeda dan ukuran hingga 0,5 cm) dan papula (lesi padat dan timbul dengan ukuran hingga 0,5 cm), vesikel (lesi bintik dengan cairan), pustula (lesi mirip luka lepuh berisi nanah), dan krusta (kerak mengering pada luka).

Putu mengatakan bahwa cacar monyet menimbulkan jenis ruam yang sama di seluruh anggota tubuh pada fase akut (0-5 hari pertama) maupun fase erupsi (1-3 hari setelah timbul demam).

Sedangkan pada cacar air, dia menyebutkan, ruam hanya berbentuk makula, papula, dan vesikel pada berbagai fase. 

Baca juga : Kasus Ke-3 Cacar Monyet Ditemukan, Semuanya di Jakarta

"Kemudian, pada campak, jenis ruam merupakan ruam non-vesikel di berbagai fase," katanya.

3. Ruam cacar monyet melambat 3-4 minggu

Putu juga mengemukakan adanya perbedaan yang signifikan pada perkembangan ruam akibat cacar monyet, cacar air, dan campak.

Menurut dia, pada penderita cacar monyet perkembangan ruam terjadi secara lambat (3-4 minggu) sedangkan pada penderita cacar air dan campak perkembangan ruam terhitung cepat, terjadi dalam hitungan hari.

Baca juga : Satu Kasus Cacar Monyet Ditemukan di Jakarta

4. Sebaran ruam cacar monyet berbeda

Dia mengatakan bahwa ketiga penyakit itu pun menimbulkan distribusi ruam yang berbeda.

Pada cacar monyet, kata dia, distribusi ruam berawal dari kepala, lebih padat di wajah dan anggota badan, serta muncul pula pada telapak tangan dan kaki.

Adapun pada cacar air, ia melanjutkan, distribusi ruam dimulai dari kepala, padat di tubuh, dan tidak muncul pada telapak tangan dan kaki.

Baca juga : 7 Fakta Cacar Air yang Amat Menular, Cegah dengan Vaksin

"Pada penyakit campak, distribusi ruam dimulai di kepala dan menyebar ke bawah dan dapat mencapai tangan dan kaki," katanya.

5. Cacar monyet diikuti dengan pembengkakan kelenjar getah bening

Selain itu, Putu memaparkan penampakan khas dari masing-masing penyakit. Cacar monyet memiliki penampakan limfadenopati (pembengkakan kelenjar getah bening), cacar air memiliki ruam yang gatal, serta campak memiliki koplik spots, bintik putih yang muncul pada area mulut.

Fakta, 6 kasus cacar monyet adalah penyandang biseksual

Pada 23 Oktober 2023, Kementerian Kesehatan melaporkan sebanyak enam kasus cacar monyet atau mpox di Jakarta diidap oleh orang dengan HIV (ODHIV) dan memiliki orientasi biseksual.

Baca juga : Kena Cacar Air, Kapan Anak Bisa Kembali ke Sekolah?

"Dari hasil penelusuran diketahui enam pasien cacar monyet merupakan ODHIV dan memiliki orientasi biseksual," kata Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Maxi Rein Rondonuwu.

Dikatakan Maxi mayoritas pasien terkonfirmasi cacar monyet adalah laki-laki berusia produktif antara 25--29 tahun, sementara sisanya adalah laki-laki berusia 30--39 tahun.

Maxi mengatakan bahwa pasien cacar monyet memiliki faktor prilaku seks beresiko dengan munculnya lesi dan ruam kemerahan, dan diikuti dengan demam, pembesaran kelenjar getah bening, nyeri tenggorokan, myalgia, ruam, dan sulit menelan.

Baca juga : 1,7 Juta Bayi Belum Dapat Imunisasi Dasar Selama Pandemi Covid-19

Penularan terjadi dari manusia ke manusia karena kontak langsung dengan cairan tubuh atau lesi kulit orang yang terinfeksi, kata Maxi menambahkan.

Menyikapi kasus tersebut, Kemenkes RI melakukan upaya penanggulangan cacar monyet berupa surveilans, terapeutik dan vaksinasi.

Menurut Maxi upaya surveilans dilakukan dengan penyelidikan epidemiologi dan penyiapan laboratorium pemeriksa.

Baca juga : Imunisasi Tertinggal Bisa Dilengkapi Dengan Vaksin Ganda

Terapeutik dilakukan dengan memberikan terapi simtomatis, pemenuhan logistik antivirus khusus mpox serta pemantauan kondisi pasien.

Selanjutnya, Kemenkes juga melakukan vaksinasi cacar monyet, terutama pada populasi yang paling berisiko.

"Kriteria penerima vaksin adalah laki-laki yang dalam dua minggu terakhir melakukan hubungan seksual berisiko dengan sesama jenis dengan atau tanpa status ODHIV," katanya.

Baca juga : Bukan cuma Jakarta, 51 Kasus Cacar Monyet Menyebar di 5 Provinsi

Tata laksana cacar monyet

Secara terpisah, Staf Teknis Transformasi Kesehatan Kementerian Kesehatan Ngabila Salama mengatakan bahwa pemerintah telah melakukan tata laksana penanganan cacar monyet guna mencegah dan menanggulangi penyebaran virus cacar monyet.

"Kemenkes RI dan Pemprov DKI melakukan detect (deteksi), prevent (cegah), dan respond (tanggap) untuk cegah wabah," katanya.

Ngabila mengimbau masyarakat untuk menerapkan pola hidup bersih dan sehat agar terhindar dari penularan penyakit cacar monyet, termasuk di antaranya memakai masker, mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun usai aktivitas, menghindari kontak kulit dan luka, berhubungan seksual secara aman, sehat, dan bersih, serta menghindari hubungan seksual jika sedang sakit atau bergejala. (Ant/Z-4)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat