visitaaponce.com

Ini Penjelasan Pakar Farmasi UGM Soal Positif Narkoba setelah Konsumsi Obat Flu Seperti Istri Bintang Emon

Ini Penjelasan Pakar Farmasi UGM Soal Positif Narkoba setelah Konsumsi Obat Flu Seperti Istri Bintang Emon
Petugas melakukan tes narkoba.(Dok AFP)

GURU Besar sekaligus pakar farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM), Profesor Zullies Ikawati menanggapi pemberitaan tentang istri dari komika Bintang Emon yang dinyatakan positif saat tes narkoba. Padahal, istri Bintang Emon tersebut tidak menggunakan narkoba, tetapi hanya baru saja mengkonsumsi obat flu.

Zullies menjelaskan, tes urin untuk mendeteksi narkoba hal penting untuk dilakukan. Dengan melakukan tes ini, beberapa senyawa yang bisa diperiksa, di antaranya THC (Ganja), MET (Methamphetamine), AMP (Amphetamine), MOP (Morphine), BZO (Benzodiazepin), COC (Cocain), dan DOMA (Carisoprodol).

Pengukuran senyawa-senyawa tersebut dalam sampel urin dapat dilakukan dengan beberapa metoda analisis, dan yang paling sering digunakan adalah dengan teknik immunoassay dan kromatografi, atau jika bisa digabung menjadi imunokromatografi. Uji tes dengan teknik ini relatif cepat dan mudah.

Baca juga : Istri Bintang Emon Positif Narkoba, Loh Kok Bisa?

Kit Imunokromatografi merupakan strip uji yang berbasis pada imunokromatografi, dari hasil ikatan antigen-antibodi yang sudah diberi label dengan pewarna tertentu sehingga dapat dilihat tanpa memerlukan alat khusus dan personel dengan keahlian khusus.

“Sekali lagi uji dengan kit imunokromatografi ini menjadi uji yang cepat, murah, mudah, dan relatif akurat. Dengan metode ini, dapat dilakukan deteksi zat narkoba atau metabolitnya. Tes immunoassay sebenarnya cukup sensitif dan spesifik untuk zat tertentu, namun bisa juga rentan terhadap hasil positif palsu karena dapat terjadi reaksi silang dengan zat lain yang mirip struktur kimianya,” ujar Zullies dalam siaran pers dari Humas UGM.

Zullies menjelaskan, beberapa obat yang legal dan umum digunakan ternyata menyebabkan hasil positif palsu pada tes urin narkoba menggunakan metode immunoassay. Hal itu bisa terjadi karena struktur kimia mereka yang mirip dengan zat terlarang. Pada beberapa pemberitaan kasus istri Bintang Emon, obat yang dikonsumsi adalah obat flu yaitu Nalgestan dan Actifed.

Baca juga : Klaim Parasetamol Mengandung Virus Machupo Kembali Viral, Ini Kata Profesor Farmasi UGM

Obat-obat flu tersebut mengandung obat pelega hidung tersumbat yaitu fenilpropanolamin dan pseudoefedrin, dan obat anti alergi klorfeniramin maleat dan triprolidin, serta obat batuk dekstrometorfan. Obat-obat ini sebagian tergolong senyawa yang memiliki kemiripan struktur dengan beberapa obat golongan narkoba.

“Jadi tidak mengherankan jika menghasilkan positif palsu pada pemeriksaan narkoba,” papar dia.

Obat yang Bisa Sebabkan Positif Palsu Narkoba

Ia pun menyebutkan beberapa contoh obat lain yang diketahui bisa mengakibatkan hasil positif palsu narkoba. Misalnya. obat Penghilang Rasa Sakit dan Anti-Inflamasi, Ibuprofen bisa menunjukkan hasil positif palsu untuk mariyuana/ganja (THC), Naproxen (Aleve) juga bisa menunjukkan hasil positif palsu untuk THC.

Baca juga : Pulmolog UI : Pengunaan Ivermectin untuk Obat Covid-19 Perlu Uji Klinis

Obat Batuk dan Pilek, lanjut dia, dengan kandungan dextromethorphan, bisa menunjukkan hasil positif palsu untuk opiat atau phencyclidine (PCP). Pseudoephedrine, ditemukan dalam dekongestan, dapat menunjukkan hasil positif palsu untuk amfetamin.

Obat antidepresan, di antaranya, Sertraline (Zoloft) bisa menunjukkan hasil positif palsu untuk benzodiazepin atau LSD. Bupropion (Wellbutrin) bisa menunjukkan hasil positif palsu untuk amfetamin. Obat Antipsikotik, lanjut dia, diantaranya Quetiapine (Seroquel), dapat menunjukkan hasil positif palsu untuk methadone atau trisiklik antidepresan.

Obat-obatan lainnya adalah Ranitidine (Zantac), obat pengurang asam lambung, bisa menunjukkan hasil positif palsu untuk metamfetamin atau amfetamin. Trazodone, yang biasa digunakan sebagai obat tidur atau antidepresan, dapat menghasilkan positif palsu untuk amfetamin atau metamfetamin.

Baca juga : UGM Gandeng Perusahaan Filipina Persiapkan Pembuatan Obat Covid-19

Pada antihistamin, di antaranya Diphenhydramine (Benadryl) kadang-kadang menunjukkan hasil positif palsu untuk methadone, opioid, atau PCP. Pada antikonvulsan, diantaranya Phenytoin (Dilantin) dan carbamazepine juga dapat menunjukkan hasil positif palsu untuk barbiturat atau opioid.

Reaksi Silang Kimia

Zullies kembali menandaskan hasil positif palsu ini dapat terjadi karena reaksi silang kimia antara obat-obatan tersebut dengan antibodi yang digunakan dalam tes immunoassay untuk mendeteksi narkoba. Oleh sebab itu, ia menyebut, sangat penting untuk mengetahui kemungkinan hasil positif palsu ini tergantung pada spesifisitas dan sensitivitas kit immunoassay yang digunakan, serta kondisi tertentu lainnya selama pengujian.

“Jika hasil tes urin positif dalam skrining awal, biasanya, disarankan untuk melakukan tes konfirmasi menggunakan metode, seperti GC-MS (Gas chromatography-Mass Spectrometry) atau LC-MS (Liquid Chromatography-Mass Spectrometry) untuk memverifikasi hasil tersebut,” terangnya.

Zullies menyebut tes konfirmasi ini dapat membedakan antara obat yang sebenarnya dan substansi lain yang mungkin memiliki struktur kimia serupa. Kromatografi, khususnya ketika digabungkan dengan spektrometri massa, adalah metode konfirmasi yang sangat akurat dan digunakan untuk mengonfirmasi hasil positif dari tes skrining awal seperti immunoassay.

GC-MS adalah standar emas dalam pengujian narkoba karena keakuratan dan keandalannya yang tinggi. Metode ini dapat secara spesifik mengidentifikasi dan mengkuantifikasi zat narkoba dalam sampel dengan memisahkan komponen kimia dan mengidentifikasi masing-masing berdasarkan massa dan struktur molekulnya.

Hanya saja, metode ini lebih mahal dan membutuhkan waktu serta peralatan khusus, dan biasanya dilakukan di laboratorium setelah tes awal mengindikasikan hasil positif. Proses ini penting untuk memastikan bahwa hasil positif awal memang benar dan bukan karena interferensi dari substansi lain atau kondisi tertentu yang dapat menimbulkan hasil positif palsu.

“Kombinasi kedua metode ini tentu saja membantu dalam meningkatkan keakuratan dan reliabilitas hasil tes urin narkoba,” terang Zullies.

Jika tes narkoba memang dilakukan dengan rencana, misalnya untuk syarat melamar sekolah atau pekerjaan, Zullies menyarankan, sebaiknya menghindari terlebih dahulu penggunaan obat-obatan lain sebelum tes narkoba. Namun, jika test dilakukan secara mendadak, ia menyarankan, orang tersebut menginformasikan obat-obat apa saja yang sedang dikonsumsi untuk mengantisipasi jika terjadi positif palsu.

“Jika diperlukan, maka tes narkoba dapat diulang setelah diberi jeda beberapa hari agar obat-obat lain tersebut tereliminasi dari tubuh,” jelas dia.

Zullies menegaskan, obat-obat yang memberikan hasil positif palsu tidak serta bisa dikatakan mengandung narkoba dan berbahaya. Tidak bisa disimpulkan obat-obat tersebut mengandung narkoba. Sedangkan untuk bahayanya juga tidak bisa digeneralisir sangat tergantung dari macam obatnya.

Yang pasti, lanjut dia, obat-obat tersebut bukanlah obat berbahaya jika memang digunakan sesuai tujuannya. Komponen pada obat flu, misalnya, adalah obat yang dapat dibeli bebas dan tidak bersifat adiktif.

"Jadi tidak perlu kuatir. Gunakan obat secara legal dan tepat sesuai petunjuk dokter atau informasi dalam kemasan obat,” tutup dia.

(Z-9)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat