visitaaponce.com

Angka Perkawinan Anak Terus Tunjukkan Penurunan

Angka Perkawinan Anak Terus Tunjukkan Penurunan
Angka perkawinan anak terus menunjukkan tren penurunan(Antara)

KEMENTERIAN Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) berhasil melampaui target penurunan perkawinan anak yang ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yakni 8,74% dengan capaian di tahun 2023 mencapai 6,92%.

Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak KemenPPPA, Pribudiarta Nur Sitepu mengatakan pihaknya telah merancang Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak (Stranas PPA) yang telah dirilis sejak 2020. Kemudian sebagai tindak lanjut dari Stranas PPA, pemerintah menerbitkan Panduan Praktis Pelaksanaan Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak di Daerah pada akhir April lalu.

“Panduan praktis itu menjadi grand design strategi bagi semua stakeholder dalam rangka mencegah terjadinya perkawinan anak sampai ke tingkat desa. Kita juga telah rapat dengan deputi Kemenko untuk mendorong agar strategi nasional ini menjadi Perpres, rencananya akan dibahas lebih lanjut pada 2025 agar menjadi dasar hukum secara konsisten,” jelasnya kepada Media Indonesia saat ditemui di Gedung KemenPPPA pada Selasa (7/5).

Baca juga : Program ‘Jo Kawin Bocah’ dan ‘Jogo Konco’ Jadikan Jateng Provinsi Pelopor Ramah Anak

Pribudiarta menyampaikan bahwa Panduan Praktis Pelaksanaan STRANAS PPA nantinya akan dibagikan ke pemerintah daerah di seluruh Indonesia dan diharapkan menjadi acuan bagi pemerintah daerah untuk melanjutkan upaya penurunan angka perkawinan anak meskipun angkanya sudah menurun.

“Diharapkan bisa menjadi acuan bagi daerah untuk mengimplementasikan berbagai langkah pencegahan perkawinan anak. Mulai perencanaan, koordinasi dan implementasi dari best practices, penerapan anggaran, sosialisasi kepada masyarakat, penguatan kapasitas SDM, dan terakhir melaksanakan monitoring evaluasi terhadap pelaksanaan STRANAS PPA,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Pribudiarta menjelaskan salah satu cara strategis dalam menurunkan angka perkawinan anak yang telah berhasil di Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan ialah dengan menambahkan pentingnya sinergi dan kolaborasi kementerian/lembaga, pemerintah daerah, media, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat, hingga anak itu sendiri.

Baca juga : Kamboja Belajar Program Pencegahan Perkawinan Anak ke Indonesia

“Dari berbagai praktek baik terkait penurunan perkawinan anak telah menunjukkan bahwa tokoh agama di tingkat desa/kampung itu memainkan peranan yang sangat penting untuk menekan dan sekaligus mengedukasi keluarga-keluarga yang akan menikahkan anaknya,” tuturnya.

Selain itu, salah satu praktik baik di Indonesia terkait pencegahan perkawinan anak ialah dengan adanya inovasi SMA terbuka yang banyak dimanfaatkan bagi anak-anak yang telah menikah meski belum menamatkan pendidikan. Dikatakan bahwa dengan jadwal pembelajaran yang lebih fleksibel, SMA Terbuka diharapkan menjadi salah satu solusi untuk mencegah tingginya angka putus sekolah pada pelajar yang menikah di usia anak.

“Lewat Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTB, tercipta praktik baik SMA Terbuka sebagai sebuah program sekolah untuk pasangan terutama perempuan yang sudah menikah, sehingga mereka bisa masuk ke dalam sekolah terbuka dan akan disetarakan dengan pendidikan umum,” jelasnya.

Baca juga : Bunda, Ayo Lengkapi Imunisasi si Kecil

Berdasarkan data Badan Peradilan Agama, pada 2020 tercatat ada lebih 63 ribu permohonan dispensasi perkawinan anak yang diputus pengadilan agama. Angka ini turun menjadi sekitar 61 ribu pada 2021 dan 50 ribu pada 2022. Sementara itu, Kementerian Agama juga menargetkan pada tahun 2024 kasus perkawinan anak bisa ditekan hingga 8,74% dan diharapkan turun hingga 6,94% pada 2030.

Sementara itu, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Kawiyan menjelaskan bahwa perkawinan anak merupakan salah satu tindak kekerasan yang akan memunculkan permasalahan baru yakni anak menjadi kehilangan hak atas pendidikan, hak mendapatkan kualitas kesehatan yang baik, dan hak mengembangkan diri.

“Perkawinan anak juga bisa mengakibatkan kekerasan terhadap anak hasil pernikahan tersebut karena sang istri atau suami belum siap mentalnya. Dampak lebih jauhnya bisa mengakibatkan perceraian dan justru menambah beban ekonomi keluarga, sistem reproduksi anak juga belum siap saat melahirkan sehingga dapat menyebabkan kematian pada anak tersebut dan bayinya. Selain itu, banyak anak putus sekolah dan terpaksa bekerja untuk menghidupi keluarganya,” katanya. (Z-8)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putra Ananda

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat