visitaaponce.com

Ditemukan Kasus Flu Burung Varian Baru H5N2, Pemerintah Tingkatkan Kewaspadaan

Ditemukan Kasus Flu Burung Varian Baru H5N2, Pemerintah Tingkatkan Kewaspadaan
Ilustrasi pengendalian penyebaran virus flu burung.(Dok. MI)

KASUS flu burung masih menjadi ancaman bagi masyarakat global, tak terkecuali Indonesia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Rabu (5/6) melaporkan bahwa seorang warga (59) menjadi menjadi orang pertama di dunia yang meninggal karena flu burung jenis varian baru H5N2 yang sebelumnya tidak terdeteksi pada manusia.

Menanggapi kasus tersebut, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Imran Pambudi mengatakan, kasus flu burung di Indonesia terakhir dilaporkan pada tahun 2017 dan sejak saat itu belum pernah dilaporkan lagi kasus flu burung pada manusia di Indonesia.

“Untuk kasus terbaru yaitu jenis H5N2 yang terkonfirmasi WHO menyebabkan kematian pertama pada manusia, belum ada laporan kasus baik pada unggas maupun manusia di Indonesia,” jelasnya kepada Media Indonesia pada Jumat (7/6).

Baca juga : Pertama Kalinya, Flu burung Terdeteksi di Wilayah Antartika

Kendati demikian, Imran menegaskan pemerintah akan terus meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi penyebaran flu burung di Indonesia, terutama varian baru H5N2. Ia menjelaskan, flu burung memiliki case fatality rate atau angka kematian kasus yang tinggi, yakni mencapai 80 persen.

“Tingkat keberhasilan pengobatan (flu burung) dipengaruhi oleh deteksi dini dan pengobatan yang dilakukan secepatnya. Pengobatan flu burung juga dapat menggunakan antivirus (oseltamivir), dan pengobatan suportif,” jelasnya.

Menurut Imran, pengobatan antivirus untuk flu burung lebih efektif apabila diberikan dalam waktu 2 x 24 jam. Apabila pengobatan terlambat, maka risiko keparahan dan kematian dapat meningkat. Selain itu, ia menghimbau agar masyarakat mampu mengenali tanda-tanda atau gejala awal dari penyakit menular ini.

Baca juga : Senegal Laporkan Wabah Flu Burung H5N1

“Gejala awal flu burung dapat berupa batuk dan demam dengan suhu 38 derajat C, kemudian dapat mengakibatkan kesulitan pernafasan yang menyebabkan kematian. Selain itu, terasa nyeri tenggorok, pilek, sesak nafas, dan ada riwayat kontak dengan unggas atau lingkungan yang terkontaminasi,” jelasnya.

Imran mengungkapkan bahwa kasus Flu Burung merupakan salah satu zoonosis yang perlu mendapat perhatian meskipun kasus terakhir di Indonesia dilaporkan pada tahun 2017. Untuk itu, kewaspadaan dan kesadaran masyarakat terhadap pencegahan flu burung jenis varian baru tetap perlu ditingkatkan.

“Mulai dari mencuci tangan dengan sabun, menggunakan alat pelindung diri apabila menangani / mengolah unggas, dan kemudian mencuci tangan dengan sabun setelah selesai, serta melaporkan unggas mati mendadak secepatnya. Dan apabila mengalami gejala flu burung, maka secepatnya datang ke fasilitas kesehatan,” jelasnya.

Baca juga : 8 Kasus Baru Virus Marburg Terkonfirmasi di Guinea Ekuatorial

Melalui rekaman data terbaru, ancaman Flu Burung masih ada dengan dilaporkannya kasus Flu Burung pada Tahun 2024 oleh WHO Disease Outbreak News (DONs) di China (1 kasus dengan onset pada 30 November 2023), Vietnam (2 kasus), Cambodia (2 kasus), dan Amerika Serikat (1 kasus, riwayat kontak dengan sapi).

Selain itu, pada bulan Mei 2024 terdapat informasi di media mengenai kasus flu burung yang terjadi di Australia. Flu burung bersirkulasi pada unggas domestik dan burung liar. FAO, WOAH dan WHO melaporkan peningkatan kasus flu burung pada mamalia, termasuk deteksi flu burung pada cerpelai, anjing laut dan sapi.

Potensi dan Bahaya Wabah Flu Burung

Terpisah, Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara dan Pakar ilmu kesehatan dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Prof Tjandra Yoga Aditama menyampaikan flu burung adalah salah satu penyakit infeksi yang memiliki potensi menimbulkan wabah, dan bukan tidak mungkin menyebar antar negara. Menurutnya, ada beberapa faktor yang menyebabkan pemerintah perlu selalu waspada pada flu burung apapun berbagai jenis.

Baca juga : Pemerintah Antispasi Penularan Zoonosis dan Penyakit Infeksi Baru di Indonesia

“Karena mulanya terjadi pada unggas, lalu unggas itu di satu sisi dekat dengan manusia (bahkan ada di sekitar rumah) serta di sisi lain mungkin saja dapat terjadi migrasi burung antar negara dengan sekaligus membawa penularan dan penyebaran penyakit,” ungkapnya.

Selain itu, Prof Tjandra menjelaskan faktor lain yang harus diperhatikan ialah penularan tersebut dapat terjadi kepada manusia dan menimbulkan kematian, seperti yang terjadi di Meksiko dengan jenis flu burung varian baru H5N2.

“Flu burung dapat menular ke manusia seperti yang sudah terjadi beberapa kali secara global termasuk di Indonesia. Jika sudah tertular pada manusia, maka kasusnya dapat menjadi berat dan bahkan kematian, gradasinya tergantung jenis flu burung yang menulari, seperti kasus temuan flu burung jenis baru H5N2 di Meksiko,” jelasnya.

Menanggapi laporan WHO mengenai kasus flu burung H5N2 yang terjadi di Meksiko, Prof Tjandra menghimbau agar pemerintah menerapkan konsep Satu Kesehatan (One Health) dalam pelayanan kesehatan yang nyata di lapangan. Menurutnya penerapan itu jangan hanya berupa panduan kebijakan saja.

“One Health adalah kerja bersama kesehatan manusia, kesehatan hewan dan kesehatan lingkungan. Surveilan lapangan di seluruh pelosok Indonesia untuk mendeteksi kemungkinan adanya varian-varian flu burung ini juga harus diperkuat, baik yang H5N2 ataupun H berapa dan N berapa yang lain,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Prof Tjandra menghimbau agar pemerintah berpartisipasi aktif dalam komunitas kesehatan global untuk memantau dan mengendalikan agar kejadian H5N2 di Meksiko ini agar tidak memasuki Indonesia.

“Kita harus ingat bahwa pandemi sebelum COVID-19 adalah Pandemi H1N1, yang kerap dulu disebut Flu Meksiko pula, walaupun istilah itu tidaklah sepenuhnya tepat,” tandasnya.

(Z-9)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat