visitaaponce.com

Murur Pertimbangkan Fikih dan Aspek Teknis Keamanan Jemaah Haji

Murur Pertimbangkan Fikih dan Aspek Teknis Keamanan Jemaah Haji
Seorang peziarah Muslim berjalan dengan karpet setelah tiba di Muzdalifah sebelum menuju ke Mina selama ibadah haji pada 2023.(AFP/Sajjad Hussain)

PETUGAS Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) merencanakan penerapan skema murur saat mabit (menginap) di Muzdalifah. Menag Yaqut Cholil Qoumas mengatakan bahwa hal itu dikaji dengan mempertimbangkan aspek hukum fikih dan keamanan jemaah.

Mabit di Muzdalifah dengan cara murur ialah mabit yang dilakukan dengan cara melintas di Muzdalifah, setelah menjalani wukuf di Arafah. Jemaah saat melewati kawasan Muzdalifah tetap berada di atas bus (tidak turun dari kendaraan), lalu bus langsung membawa mereka menuju tenda Mina.

"Sudah ada beberapa pilihan skema murur. Karena memang kita tidak hanya boleh bicara sekadar bagaimana murur itu bisa dilaksanakan dengan mudah. Di situ, ada hukum fikih yang saya kira juga perlu didiskusikan," sebut Menag di Jeddah, Minggu (9/6).

Baca juga : 32 Ribu Jemaah Haji Mendaftar Skema Murur

"Tadi teman-teman sudah berdiskusi dengan Mustasyar Diny, tim para ulama, yang memberikan justifikasi secara hukum dan kesimpulannya diperbolehkan," sambung Gus Men. Sejalan dengan itu, PPIH tengah mengatur skema murur yang paling memungkinkan. Sejumlah teknis pergerakan jemaah dikaji dan diperhitungkan.

"Insya Allah segera difinalisasi skemanya, termasuk mempertimbangkan animo yang besar sekali dari jemaah haji untuk mengikuti murur. Mudah-mudahan hari ini bisa kita rumuskan yang terbaik buat jemaah dan memastikan bahwa murur itu bisa berjalan dengan lancar," harapnya.

Skema murur menjadi ijtihad dan ikhtiar bersama dalam menjaga keselamatan jiwa jemaah haji Indonesia di tengah keterbatasan area di Muzdalifah. Area yang diperuntukkan bagi jemaah haji Indonesia seluas 82.350 m2. 

Baca juga : PBNU: Mabit di Muzdalifah dengan Murur Hukumnya Sah

Pada 2023, area ini ditempati sekitar 183.000 jemaah haji Indonesia yang terbagi dalam 61 maktab. Sementara ada sekitar 27.000 jemaah haji Indonesia (9 maktab) yang menempati area Mina Jadid. Artinya, setiap jemaah saat itu hanya mendapatkan ruang atau tempat (space) sekitar 0,45 m2 di Muzdalifah.

Sementara di 2024, Mina Jadid tidak lagi ditempati jemaah haji Indonesia. Karenanya, 213.320 jemaah dan 2.747 petugas haji akan menempati seluruh area Muzdalifah. 

Padahal, tahun ini juga ada pembangunan toilet yang mengambil tempat (space) di Muzdalifah seluas 20.000 m2. Akibatnya, ruang yang tersedia untuk setiap jemaah jika semua ditempatkan di Muzdalifah mencapai 82.350-20.000 m2 = 62.350 m2/213.320 = 0,29 m2. Tempat atau space di Muzdalifah menjadi semakin sempit dan ini berpotensi sangat padat luar biasa yang jika dibiarkan dapat membahayakan jemaah.

Baca juga : Muzdalifah Padat, PPIH Terapkan Skema Murur untuk Jemaah Haji

Skema murur diprioritaskan bagi jemaah yang mengalami risiko tinggi (risti) secara medis, lanjut usia (lansia), disabilitas, berkursi roda, serta para pendamping jemaah (risti, lansia, disabilitas, dan berkursi roda).

Direktur Bina Haji Arsad Hidayat menambahkan, pihaknya telah mendiskusikan masalah murur dengan pihak-pihak di Arab Saudi, baik Masyariq, Naqabah, maupun Kementerian Haji dan Umrah. Di Indonesia, hal ini juga tekah didiskusikan dengan sejumlah ormas, baik NU, Muhammadiyah, Persis, Al Wasliyah, dan lainnya.

"Kami juga mendiskusikan hal ini dengan Mustasar Diny yang terdiri dari para ulama. Mereka juga mendukung terkait rencana skema murur yang dijalankan pemerintah. Waktu pelaksanaan murur mulai pukul 19.00 dan diharapkan selesai 22.00," sebut Arsad. (Z-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Wisnu

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat