visitaaponce.com

Anggaran Pendidikan Dinilai tidak Efektif, Tersebar ke Banyak KL dan Melanggar Konstitusi

Anggaran Pendidikan Dinilai tidak Efektif, Tersebar ke Banyak K/L dan Melanggar Konstitusi
Ilustrasi: Mahasiswa Fakultas Peternakan UGM memeriksa kondisi hewan ternak di Kandang Pusat Pengembangan Ternak, Fakultas Peternakan UGM(MI Ardi)

KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) baru-baru ini menyatakan bahwa anggaran pendidikan dari pemerintah lebih banyak mengalir ke perguruan tinggi yang dikelola oleh kementerian atau lembaga (K/L) dibandingkan dengan perguruan tinggi negeri.

Pemerhati pendidikan, Indra Charismiadji mengamini hal tersebut. Menurutnya sampai saat ini anggaran pendidikan tersebar di 24 K/L dan hal ini dikatakan sudah termasuk pelanggaran konstitusi yang tertuang dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional.

“Jadi kalau dibandingkan antara yang lari ke Dikti dengan Kemensos saja misalnya Kemensos dapat Rp12 triliun sementara Dikti hanya Rp38 triliun. Itu baru satu kementerian belum bicara kementerian lain. Jadi faktanya bisa dilihat di lampiran 6 Perpres 76/2023 tentang APBN 2024 terlihat kok,” ungkapnya kepada Media Indonesia, Rabu (12/6).

Baca juga : JPPI Sebut UKT Belum Berkeadilan dan Jauh dari Prinsip Inklusif

“Kalau menurut saya ini adalah bagian dari pelanggaran konstitusi. Karena berdasarkan pasal 49 UU Sistem Pendidikan Nasional itu mengatakan anggaran pendidikan yang 20% itu di luar sekolah kedinasan. Nah sekolah yang dikelola K/L ini kedinasan atau umum, kalau kedinasan kan sudah melanggar UU dan ini dibiarkan. Dampaknya kan biaya pendidikan jadi mahal. UKT (Uang Kuliah Tunggal) bisa naik 800% dan merugikan rakyat,” lanjut Indra.

Sistem Pendidikan Tinggi di Indonesia Cukup Unik

Dihubungi secara terpisah, Dewan Pakar Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) sekaligus Dosen UNJ Rakhmat Hidayat menambahkan, sistem pendidikan tinggi di Indonesia cukup unik karena banyak lembaga pemerintah atau kementerian yang memiliki sekolah tinggi dan hal inilah yang membuat alokasi anggaran pendidikan tersebar.

“Kasus sengkarut UKT juga salah satunya karena sistem pendidikan tinggi di Indonesia yang unik karena banyaknya perguruan tinggi di K/L. Di negara lain itu terpusat di kementerian pendidikan atau kementerian pendidikan tinggi dan satu pintu,” ujar Rakhmat.

Baca juga : Mendikbudristek Sebut Prinsip Dasar UKT Kedepankan Keadilan dan Inklusivitas

“Ini yang menurut saya perlu ditinjau ulang dan saya beberapa kali memberikan pandangan bahwa itu bisa disinergiskan penataan dan manajemennya supaya satu pintu di bawah Kemendikbud-Ristek. Karena beberapa prodi juga beririsan dan secara substansi akademik keilmuan lebih bagus dikelola dalam satu pintu,” lanjutnya.

Dia mencontohkan, Sekolah Tinggi Ilmu Statistik di bawah kelola Badan Pusat Statistik (BPS) sebetulnya dapat diintegrasikan ke prodi statistik di berbagai perguruan tinggi. Begitu pun sekolah tinggi yang dimiliki oleh K/L lainnya.

Sehingga, Rakhmat menilai bahwa pandangan KPK ini seharusnya menyadarkan semua pihak untuk dapat membuat anggaran pendidikan lebih maksimal dengan menjadikannya lebih terpusat di bawah Kemendikbud-Ristek.

Baca juga : Perguruan Tinggi Jangan Hanya Andalkan UKT, Tingkatkan Lagi Kreativitas untuk Cari Dana

“Lalu manajemen juga bisa diperkuat baik akademik, keuangan dan lainnya jadi terpusat sehingga kualitas akademik akan terjaga. Selama ini kampus di bawah berbagai K/L ini relatif tidak banyak terkontrol secara akademik dan non akademik. Jadi penjaminan mutu itu yang tidak terjaga dan terkontrol,” tegas Rakhmat.

Postur Anggaran Pendidikan

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Suharti menyatakan bahwa terkait anggaran pendidikan, pihaknya sudah berkali-kali melakukan pembahasan dengan berbagai pihak baik itu dengan DPR RI dan juga KPK.

Diketahui bahwa postur anggaran pendidikan 2024 mencapau Rp665 triliun terbagi ke berbagai hal seperti transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) sebanyak Rp346,5 triliun atau 52%, Kemendikbud-Ristek Rp98,9 triliun atau 15%, pengeluaran pembiayaan seperti dana abadi pendidikan, penelitian, kebudayaan, perguruan tinggi dan pembiayaan pendidikan Rp77 triliun atau 12%, Kemenag Rp62,3 triliun atau 9%, anggaran pendidikan pada belanja belanja non kementerian negara/lembaga Rp47,3 triliun atau 7%, dan K/L lain Rp32,8 triliun atau 5%.

Baca juga : Penentuan UKT Harus Pertimbangkan Kemampuan Ekonomi Masyarakat

“Jadi anggaran pendidikan di Kemendikbud-Ristek hanya 15% dan itu untuk semua jenjang pendidikan, kebudayaan dan riset di perguruan tinggi. Dana tersebut juga termasuk pendapatan negara bukan pajak (PNBP) dan pendapatan BLU dari PTN,” ucap Suharti.

Terkait dengan jumlah anggaran yang dikucurkan oleh pemerintah lebih besar ke perguruan tinggi di bawah kelola K/L dibandingkan PTN, Suharti menilai bahwa hal itu berbanding lurus dengan jumlah perguruan tinggi dan mahasiswanya.

“Dengan jumlah mahasiswa yang jauh lebih banyak di perguruan tinggi di bawah koordinasi Kemendikbud-Ristek, maka alokasinya memang jauh lebih rendah,” tuturnya.

Diketahui PTN di bawah Kemendikbud-Ristek sejauh ini mencapai 125 dengan jumlah mahasiswa 3,5 juta, di bawah Kemenag mencapai 88 dengan jumlah mahasiswa 837 ribu, kementerian lain sebesar 136 dengan jumlah mahasiswa 213 ribu.

Sementara untuk PTS di bawah Kemendikbud-Ristek mencapai 2.844 dengan jumlah mahasiswa 4,6 juta dan Kemenag mencapai 1.175 dengan jumlah mahasiswa 479 ribu. (Des/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat