visitaaponce.com

Presiden Integrasi dan Interoperabilitas Layanan Publik Melalui Govtech Indonesia untuk Mempermudah Masyarakat

Presiden : Integrasi dan Interoperabilitas Layanan Publik Melalui Govtech Indonesia untuk Mempermudah Masyarakat
Presiden Joko Widodomeresmikan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) 2024 dan meluncurkan layanan terpadu Govtech Indonesia. (MI/Fetry)

PRESIDEN RI Joko Widodo (Jokowi) meresmikan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) 2024, sekaligus meluncurkan layanan terpadu Govtech Indonesia.

Layanan terpadu ini merupakan langkah awal mengintegrasikan dan mengoperabilitaskan sistem aplikasi dan platform seluruh layanan publik kementerian lembaga, hingga provisi dan kabupaten kota di Indonesia.

Jokowi menekankan kehadiran birokrasi di Indonesia seharusnya melayani dan bukan mempersulit dan memperlambat proses pelayanan publik.

Baca juga : Alokasikan Anggaran 5% ke Bansos Menyusahkan

"Sehingga seharusnya yang menjadi tolak ukur adalah kepuasan, manfaat yang diterima, dan kemudahan urusan masyarakat," kata Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Senin (27/5).

Namun kemudahan tersebut sulit terwujud karena Indonesia memiliki total sekitar 27 ribu aplikasi dan platform yang tersebar di kementerian, lembaga, pemerintahan daerah, dan provinsi kabupaten kota l.

"27 ribu aplikasi yang berjalan dan bekerja sendiri-sendiri, maka tidak akan mungkin mempermudah, mempercepat layanan publik," kata Jokowi.

Baca juga : Faisal Basri, Menteri Kelautan, Mendagri Respons Isu Anggaran untuk Bansos

Aplikasi-aplikasi yang ada tersebut tidak terintegrasi dan justru tumpang tindih. Maka Presiden pada Januari lalu menyampaikan agar kementerian berhenti membuat aplikasi dan platform-platform.

Anggaran untuk membangun aplikasi dan platform pun tidak bisa dikatakan murah. Jokowi mengatakan anggarannya sekitarlebih dari Rp 6,2 triliun yang akan dipakai untuk membuat aplikasi dan platform baru. 

Terdapat lebih dari 500 aplikasi hanya pada satu kementerian. Salah satunya di kementerian kesehatan memiliki 400 aplikasi, dan ada kementerian yang memiliki lebih dari 5.000 aplikasi.

Baca juga : Presiden Sentil Tiga Kementerian Karena Ego Sektoral

"Sangking kreatifnya. Mungkin dahulu setiap ganti menteri, ganti aplikasi, ganti dirjen, ganti aplikasi. Begitu juga di daerah. Ganti gubernur, ganti aplikasi. Ganti kepala, dinas ganti aplikasi. Orientasinya selalu proyek. Itu yg kita hentikan dan tidak boleh diteruskan lagi," kata Jokowi.

Banyaknya aplikasi dan platform di masing-masing kementerian dan lembaga akan menyulitkan masyarakat sebagai pengguna untuk melakukan pengunduhan dan penginstalan ulang, serta memasukkan data berulang-ulang kali.

"Ruwet. Inilah yang kita setop," kata Jokowi.

Baca juga : Jokowi Instruksikan Kementerian Jangan Suka Belanja Barang Impor

Untuk meningkatkan daya saing Indonesia, perlu diperkuat digital public infrastructure, atau semacam jalan tol untuk digitalisasi pelayanan publik Indonesia.

"Kita juga harus memperkuat govtech kita. Satu portal terintegrasi yang kita namakan INA Digital, yang diprioritaskan pada 9 sektor, seperti kependudukan, layanan kesehatan, pendidikan, izin usaha, perpajakan dan lain-lain," kata Jokowi.

Ini adalah tahap awal Indonesia memulai, dan migrasinya bertahap. ASN digitalnya juga disiapkan, sistemnya disosialisasikan, terus diperbaiki dan dilanjutkan secara bertahap.

"Setiap K/L dan Pemerintah Daerah harus bersama-sama melakukan integrasi dan interoperababilitas aplikasi dan data. Tidak boleh ada lagi alasan ini itu merasa datanya kementerian dan pemda tertentu. Tidak akan maju kita kalo masih memelihara egosentris. Tinggalkan praktik-praktik lama. Tinggalkan mindset-mindset lama," kata Jokowi. (Z-3)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat