visitaaponce.com

Deteksi Dini Gangguan Tumbuh Kembang Anak di Puskesmas Perlu Ditingkatkan

Deteksi Dini Gangguan Tumbuh Kembang Anak di Puskesmas Perlu Ditingkatkan
Sepeda motor puskesmas keliling bantuan Kemenkes di Palu, Sulawesi Tengah, Jumat (10/5/2024).(ANTARA/BASRI MARZUKI)

DETEKSI dini diperlukan untuk mengetahui lebih awal penyimpangan pada tumbuh kembang anak. Hal itu merupakan rekomendasi dari studi yang dilakukan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan Kementerian Kesehatan tentang evaluasi pelayanan Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) di puskesmas pada Desember 2023 lalu. Hasil studi ini memberikan rekomendasi agar puskesmas dapat lebih memperkuat kapasitas layanan SDIDTK, baik dari sisi SDM, fasilitas, sistem rujukan, hingga pendanaan.

“Salah satu hasil rekomendasi studi ini adalah perlunya pelatihan bagi tenaga kesehatan pemberi layanan SDIDTK melalui blended learning, untuk meningkatkan pengetahuan dan kapasitas tenaga kesehatan agar memberikan pelayanan sesuai standar secara masif,” kata Peneliti Ahli Muda Pusat Riset Kesehatan Masyarakat dan Gizi BRIN Esti Nugraheny, Kamis (13/6).

Hal ini berangkat dari studi yang dilakukan di sembilan kabupaten/kota terpilih, mewakili regional barat, tengah, dan timur. Dengan masing-masing kabupaten/kota terpilih dua puskesmas. Sehingga, didapat sasaran responden untuk pengamatan dan wawancara sebanyak total 18 puskesmas.Selain itu juga dilakukan pengisian instrumen online dengan total responden 192 puskesmas penanggung jawab SDIDTK di wilayah kerja kabupaten/kota terpilih.

Baca juga : Kemenkes-AstraZeneca Imbau Masyarakat Skrining Kanker Sejak Dini

Studi ini menemukan bahwa 55,6 persen puskesmas memberikan pelayanan SDIDTK, 72,2 persen memberikan pelayanan di posyandu, dan 55,6 persen memberikan pelayanan di PAUD/TK/RA. Namun, kepatuhan petugas dalam penatalaksanaan SDIDTK pada anak usia 6 bulan baru mencapai 53,8 persen, anak usia 24 bulan 53,3 persen, dan anak usia 36 bulan 50,5 persen.

Sedangkan kebutuhan waktu dalam memberikan pelayanan SDIDTK berkisar antara 29 sampai 35 menit. “Yang perlu disoroti juga, 88,9 persen puskesmas telah memiliki jejaring rujukan SDIDTK, namun hanya 55,6 persen yang memiliki catatan atau register kasus rujukan,” ungkap Esti.

Terkait sarana dan prasarana layanan pendukung SDIDTK, sebut Esti, hanya 27,8 persen puskesmas yang memiliki SDIDTK kit lengkap, dan hanya 33,3 persen puskesmas memiliki funduskopi atau oftalmoskopi direk. “Selain peningkatan kapasitas kesehatan, perlunya penguatan sistem rujukan SDIDTK, termasuk rujuk balik dari Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP),” beber Esti.

Pemantauan pelaporan SDIDTK secara berjenjang baik laporan manual maupun digital juga dinilai perlu ditingkatkan. Selain itu, perlunya mengoptimalkan dukungan dana alokasi khusus (DAK) fisik dalam pemenuhan sarana prasarana dan ketersediaan ruangan pelayanan SDIDTK, dan meningkatkan pemantauan pelayanan SDIDTK di puskesmas oleh dinas kesehatan kabupaten/kota. “Kementerian Kesehatan juga perlu menyusun pedoman monitoring dan evaluasi SDIDTK secara berjenjang untuk penguatan layanan SDIDTK ini,” pungkasnya.

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indrastuti

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat