visitaaponce.com

Korban Tewas Topan Mocha di Myanmar Jadi 60 Orang

Korban Tewas Topan Mocha di Myanmar Jadi 60 Orang
Kerusakan akibat topan Mocha(SAI Aung MAIN / AFP)

KORBAN tewas di Myanmar yang dilanda topan Mocha naik menjadi 60 pada Selasa (16/5). Menurut para pemimpin lokal dan media yang didukung junta ratusan rumah hancur dan menunggu bantuan bahan pokok.

Topan yang membawa angin hingga 195 kilometer per jam ini mendarat di Myanmar pada Minggu (14/5), yang menjatuhkan tiang listrik dan menghancurkan perahu nelayan. Di negara bagian Rakhine, setidaknya 41 orang tewas di desa Bu Ma dan dekat Khaung Doke Kar, yang dihuni oleh minoritas Muslim Rohingya.

Tiga belas orang tewas ditemukan di Rathedaung yang berada di utara ibu kota Rakhine, Sittwe. Sementara seorang wanita meninggal akibat tertimbun bangunan di wilayah yang sama.

Baca juga: Digulung Topan Mocha, Ratusan Muslim Rohingya Tewas

"Akan ada lebih banyak kematian, karena lebih dari seratus orang hilang," kata Karlo, kepala desa Bu Ma dekat Sittwe.

Aa Bul Hu Son, 66, berdoa di makam putrinya, yang jenazahnya ditemukan pada Selasa (16/5) pagi. "Saya tidak dalam kesehatan yang baik sebelum topan, jadi kami menunda pindah ke tempat lain. Saat kami berpikir untuk bergerak, ombak segera datang dan membawa kami," ujarnya.

Baca juga: Topan Mocha yang Landa Myanmar Tewaskan Enam Orang

Media pemerintah Myanmar melaporkan lima kematian pada Senin (15/5), tanpa memberikan rincian. Mocha merupakan topan paling kuat yang melanda daerah itu dalam satu dekade terakhir.

Pemerintah Tiongkok mengatakan bersedia memberikan bantuan darurat bencana kepada Myanmar. Sementara kantor pengungsi PBB mengatakan sedang menyelidiki laporan bahwa etnis Rohingya yang tinggal di kamp-kamp pengungsian banyak menjadi korban badai tersebut.

Etnis ini dipandang sebagai penyusup di Myanmar dan ditolak kewarganegaraan serta tidak mendapatkan pelayanan medis dan memerlukan izin untuk bepergian ke luar desa di Rakhine barat. Banyak etnis ini juga berada di kamp pengungsian akibat konflik etnis selama puluhan tahun di negara bagian itu.

Di negara tetangga Bangladesh, para pejabat mengatakan kepada AFP bahwa tidak ada yang tewas oleh topan tersebut. Bangladesh juga kedatangan pengungsi Rohingya hampir satu juta orang karena melarikan diri dari penumpasan militer Myanmar pada 2017.

"Meskipun dampak topan itu bisa jauh lebih buruk, kamp-kamp pengungsi sangat terpengaruh, membuat ribuan orang sangat membutuhkan bantuan," kata PBB.

Topan ini setara dengan badai di Atlantik Utara atau di Pasifik Barat Laut yang menjadi ancaman reguler dan mematikan di pantai Samudra Hindia bagian utara tempat puluhan juta orang tinggal. ClimateAnalytics nirlaba mengatakan kenaikan suhu telah berkontribusi pada intensitas Topan Mocha.

"Kita bisa melihat suhu permukaan laut di Teluk Benggala pada bulan lalu jauh lebih tinggi daripada 20 tahun yang lalu," kata Peter Pfleiderer dari kelompok tersebut.

Menurut dia lautan yang lebih hangat memungkinkan badai ini sangat kuat, cepat, dan menghancurkan manusia. Foto-foto yang dirilis oleh media pemerintah menunjukkan bantuan yang terikat Rakhine dimuat ke sebuah kapal di pusat komersial Yangon.

Penduduk desa Rohingya mengatakan kepada AFP bahwa mereka belum menerima bantuan apa pun. “Tidak ada pemerintah, tidak ada organisasi yang datang ke desa kami,” kata Kyaw Swar Win, 38 tahun, dari desa Basara.

"Kami belum makan selama dua hari. Kami belum mendapatkan apa-apa dan yang bisa saya katakan adalah tidak ada yang datang untuk bertanya," pungkasnya. (AFP/Cah/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat