visitaaponce.com

Jokowi Perlu Bujuk Tiongkok Sepakati CoC

Jokowi Perlu Bujuk Tiongkok Sepakati CoC
Presiden Jokowi dan Iriana Tiba di Chengdu, Tiongkok(Sekretariat Presiden)

PAKAR Hubungan Internasional Universitas Indonesia (UI) Evi Fitriani menyarankan kepada Presiden Jokowi supaya mendorong Tiongkok menyepakati pembentukan Pedoman Tata Perilaku (Code of Conduct/CoC) di Laut China Selatan (LCS) . Dengan begitu lawatannya ke Tiongkok itu dapat memberi dampak positif bagi kawasan.

"Iya kesimpulan pembahasan CoC di LCS pada pertemuan para Menlu (Menteri Luar Negeri) ASEAN beberapa waktu lalu harus menjadi prioritas supaya bisa mengelola konflik dan insiden di kawanan tersebut termasuk di Laut Natuna," ujarnya kepada Media Indonesia, Kamis (27/7).

Konflik akibat sengketa di LCS, kata Evi, tidak dapat dicegah dengan mudah. Selain isunya sangat vital juga setiap negara yang mengklaim kawasan tersebut memiliki kepentingan besar.

"Rezim yang mengalah bisa kehilangan kekuasaan politiknya secara domestik," jelasnya.

Baca juga : Presiden Jokowi dan Iriana Tiba di Chengdu, Tiongkok

Jalan keluarnya, lanjut Evi, semua negara yang berkepentingan di LCS harus segera menyepakati CoC. "Jadi yang bisa dilakukan saat ini yaitu dengan mengelola konflik dan insiden diselesaikan dengan dialog. Itulah mengapa CoC perlu segera disepakati," pungkasnya.

Baca juga : Jokowi akan Bahas Mobil Listrik Bersama Para CEO Tiongkok

Sebelumnya ASEAN dan Tiongkok telah menyepakati pedoman untuk mempercepat negosiasi CoC di LCS. Pedoman tersebut diadopsi dalam Pertemuan Menteri Luar Negeri ASEAN dan Direktur Komite Urusan Luar Negeri Komite Sentral Partai Komunis Tiongkok Wang Yi di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi dan Wang Yi bersama-sama memimpin pertemuan tersebut. Dalam sambutan pembukaannya, Retno menyatakan bahwa Tiongkok telah menjadi mitra penting ASEAN dalam menjaga perdamaian, stabilitas, dan kemakmuran di kawasan Indo-Pasifik selama lebih dari tiga dekade.

“Kemitraan kita semakin penting di tengah tantangan yang semakin besar,” ujar Retno.

Tahun ini dianggap sebagai tonggak penting dalam hubungan ASEAN-Tiongkok, yang ditandai dengan penyelesaian pedoman untuk mempercepat perundingan CoC yang efektif dan substantif, penyelesaian pembacaan kedua draf perundingan CoC tunggal, dan peringatan 20 tahun aksesi Tiongkok ke Traktat Persahabatan dan Kerja Sama (TAC).

“Pencapaian tersebut harus terus dibangun momentum positif untuk memperkuat kemitraan yang memajukan paradigma inklusivitas dan keterbukaan, menghormati hukum internasional termasuk UNCLOS 1982, serta mendorong kebiasaan dialog dan kolaborasi,” ujar Retno.

Lebih lanjut, dia menegaskan bahwa Tiongkok harus menjadi mitra yang bisa diandalkan bagi ASEAN dalam memelihara arsitektur kawasan yang terbuka dan inklusif.

“Hanya dengan begitu kita dapat mencapai kerja sama yang saling menguntungkan demi perdamaian, stabilitas, dan kemakmuran bersama di Indo-Pasifik,” kata Retno.

Retno juga meminta dukungan Tiongkok untuk implementasi konkret Pandangan ASEAN tentang Indo-Pasifik (AOIP), termasuk rencana penyelenggaraan Forum ASEAN Indo-Pasifik (AIPF) pada September mendatang.

Selaku ketua tahun ini, Menlu RI membacakan pernyataan bersama ASEAN yang menyoroti beberapa aspek, di antaranya pentingnya kepatuhan terhadap TAC, penerapan pedoman untuk mempercepat perundingan CoC, dukungan untuk penerapan AOIP, kerja sama ekonomi, penguatan ketahanan kesehatan, serta hubungan antar-masyarakat.

Sementara itu, Tiongkok menyatakan dukungannya terhadap TAC dan sentralitas ASEAN dalam mengembangkan arsitektur kawasan yang inklusif. Tiongkok juga mengangkat beberapa bidang kerja sama prioritas, seperti pertanian, pengembangan kendaraan listrik, ekonomi biru, dan hubungan antar-masyarakat.

Pertemuan tersebut mendorong peningkatan kerja sama ekonomi ASEAN-Tiongkok, termasuk penyelesaian negosiasi Perjanjian Perdagangan Bebas (FTA) 3.0, untuk memperkuat hubungan perdagangan dan rantai pasokan regional.

Pertemuan juga menekankan pentingnya revitalisasi konektivitas pascapandemi, termasuk realisasi komitmen Tiongkok dalam pembangunan infrastruktur kawasan.

Selain itu, pertemuan tersebut juga mendesak kerja sama dalam mengatasi perubahan iklim, termasuk memastikan ketahanan pangan regional, mengembangkan energi baru dan terbarukan, serta menyambut baik kemajuan dalam proses negosiasi terkait LCS.

Secara ekonomi, Tiongkok merupakan mitra dagang terbesar ASEAN, begitu pula sebaliknya, dengan perdagangan kedua pihak mencapai 975 miliar dolar AS (sekitar Rp14.590,9 triliun).

Tiongkok juga merupakan sumber investasi asing langsung terbesar keempat di ASEAN, dengan nilai 13,8 miliar dolar AS (sekitar Rp206,5 triliun) pada 2021. (Z-8)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putra Ananda

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat