Catatan Kaki 2023 Sektor Maritim Harus Dikelola Lebih Serius untuk Kemajuan Negara
DINAMIKA sektor maritim sepanjang tahun 2023 terus menggelora seperti ombak di samudera dan pasang surut air laut di pantai. Pengamat maritim dari Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas Strategic Center (IKAL SC) Marcellus Hakeng Jayawibawa menjabarkan bahwa pengelolaan sektor maritim harus dilakukan dengan lebih serius demi kemajuan negara.
“Seperti terkait penetapan landas kontinen untuk lebih memastikan kedaulatan dan keamanan wilayah bawah laut Indonesia. Jadi, Indonesia masih memiliki pekerjaan tertunda dalam hal penyelesaian batas landas kontinen sejauh 350 mil dari garis pantai sesuai UNCLOS 1982,” ujar Hakeng dalam pernyataan tertulisnya tentang catatan akhir tahun kemaritiman yang diterima di Jakarta, Jumat (29/12).
Menurut Hakeng, penetapan landas kontinen merupakan tugas yang perlu segera dilaksanakan oleh pemangku kepentingan. Mulai dari ilmuwan kelautan, peneliti bidang maritim, serta pemerintah.
Baca juga : Kontribusi PDB Maritim Indonesia Baru 7%, Ekonomi Biru Perlu Dieksplorasi
“Penetapan landas kontinen ini sangat penting ditetapkan untuk kepentingan Bangsa Indonesia sendiri,” ujar Hakeng.
Baca juga : Filipina Sebut Kapalnya Miliki Hak Patroli di Laut China Selatan
Lebih lanjut Hakeng menjelaskan penyelesaian landas kontinen penting bagi Indonesia sebagaimana sesuai dengan UNCLOS 1982. Penetapan landas kontinen dapat memastikan kedaulatan dan keamanan Indonesia termasuk wilayah bawah laut dan tanah di bawah permukaan laut.
“Kepastian tersebut sangat diperlukan guna mempertahankan integritas wilayah negara dan melindungi kepentingan keamanan nasional,” ungkapnya.
Hakeng menyebutkan, penentuan batas wilayah maritim tentu terkait erat dengan hubungan internasional kita dengan negara-negara lain. Dengan menyelesaikan landas kontinen sesuai UNCLOS 1982. Artinya, Indonesia berkomitmen terhadap hukum internasional dan prinsip-prinsip yang mengatur penggunaan dan perlindungan laut yang diatur didalamnya.
“Dengan begitu dapat meningkatkan reputasi Indonesia di mata komunitas internasional, sehingga memperkuat kerja sama maritim dengan negara lain," bebernya.
Selain penetapan landas kontinen, permasalahan zona ekonomi eksklusif (ZEE) di Laut China Selatan (LCS) juga perlu mendapatkan perhatian serius dari pemerintah. Perseteruan Negara Tiongkok Dan Vietnam yang saling klaim kepemilikan LCS berkaitan dengan Indonesia mengingat pulau Natuna berada dekat laut tersebut.
Tiongkok dan Vietnam secara terang-terangan Membangun pulau-pulau buatan. Jika berpedoman terhadap putusan Mahkamah Arbitrase Internasional (Permanent Court of Arbitration/PCA) pada 12 Juli 2016 di Den Haag, Belanda, menyatakan, hak Tiongkok atas seluruh wilayah LCS tidak sah.
“Tindakan Tiongkok dan Vietnam mendirikan pulau-pulau di LCS tak bisa dipandang sebelah mata. Langkah kedua negara itu berpotensi mengancam Kedaulatan Negara lain yang juga menginginkan dapat menggarap potensi perikanan, minyak dan gas yang ada di LCS," katanya.
Ekspor pasir laut Indonesia juga tidak kalah penting, Presiden Jokowi telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Dalam salah satu point di PP No 26/2023 tersebut diperbolehkan ekspor pasir laut ke Singapura.
“Menurut pandangan saya PP No 26/2023 berpotensi merugikan Indonesia. Pengerukan pasir kemudian diekspor dapat mengganggu ketahanan nasional dari beberapa aspek,” ungkapnya.
Pengerukan pasir laut mengakibatkan kerusakan ekosistem laut dan pesisir. Pasir laut jelas memiliki peran penting dalam mencegah abrasi, melindungi mangrove, dan menjaga garis pantai dari banjir dan intrusi air laut.
Penambangan pasir laut yang tak terkendali tentu dapat merusak sumber daya perikanan, mengurangi produktivitas ekosistem perairan yang terkait dengan pasir laut. Dampak negatif akan terjadi pula pada masyarakat nelayan atau masyarakat pesisir.
“Karena wilayah penangkapan ikan nelayan akan terganggu, sehingga secara signifikan mengurangi pendapatan nelayan dari penangkapan ikan di wilayah tersebut,” ujarnya.
Hakeng menduga ekspor pasir laut ke Singapura akan dipakai untuk memperluas daerah daratan Singapura. Hal itu tentu akan mempengaruhi batas wilayah antara Singapura dan Indonesia.
“Potensi terjadinya konflik Pertahanan dan Keamanan dapat terjadi. Konflik perbatasan tidak menutup kemungkinan terjadi dengan Negara ASEAN lainnya yang bertetangga dengan Singapura,” jelasnya.
Lebih lanjut Hakeng menuturkan Indonesia memiliki potensi ekonomi maritim yang tinggi. Data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Potensi ekonomi maritim Indonesia mencapai USD 1.338 miliar per tahun atau lebih dari 20 ribu triliun rupiah, tersebar luas di beberapa sektor utama.
“Sektor perikanan memiliki potensi nilai ekonomi USD 787 miliar per tahun, sementara sektor pariwisata mencapai USD 283 miliar per tahun. Sektor pertambangan menunjukkan potensi sebesar USD 225 miliar per tahun, sektor energi mencapai USD 86 miliar per tahun serta sektor transportasi mencapai USD 20 miliar per tahun,” ungkap Hakeng.
Potensi ekonomi maritim yang besar dimiliki Indonesia dapat menciptakan lebih dari 45 juta lapangan kerja baru. Industri yang dapat dikembangkan dari sektor ekonomi maritim termasuk pengolahan ikan seperti industri pengalengan, tepung ikan, hingga perhiasan dari mutiara, industri perkapalan seperti galangan kapal, pembuatan suku cadang kapal.
“ Industri jasa pelayaran seperti pariwisata laut, hotel, restoran, dan jasa wisata bahari. Ekonomi maritim juga dapat dari pertambangan laut seperti minyak, gas bumi, batu bara, dan mineral. Dari potensi Maritim juga bisa menghasilkan income dari energi laut seperti pembangkit listrik tenaga surya, angin, dan ombak. Potensi transportasi laut sangat menjanjikan seperti pelayaran, pergudangan, dan logistik,” unjarnya.
Oleh sebab itu lanjut Hakeng, Indonesia perlu melakukan berbagai upaya untuk mengoptimalkan potensi ekonomi maritim, seperti peningkatan investasi di sektor kelautan, kapasitas sumber daya manusia, infrastruktur kelautan, dan koordinasi antar-pemangku kepentingan. Menurutnya, penerapan ekonomi maritim di Indonesia masih belum optimal.
“Indonesia perlu melakukan berbagai upaya untuk mengoptimalkan potensi ekonomi maritim, seperti peningkatan investasi di sektor kelautan, kapasitas sumber daya manusia, infrastruktur kelautan, dan koordinasi antar-pemangku kepentingan,” ungkapnya. (Z-8)
Terkini Lainnya
Pesawat Amfibi Seaplane Jadi Solusi Transportasi Daerah Terpencil
Kemendikbud Ristek Lepas Pelayaran Muhibah Budaya Jalur Rempah 2024
Perlindungan Lingkungan Laut Diperlukan dalam Penetapan Batas Maritim
Perkuat Kolaborasi Global, Polimarin Luncurkan Zheng He College
PB PMII Gagas Indonesia Maritime and Fisheries View Forum Menuju Indonesia Emas 2045
Kemnaker-Pemerintah Austria Jalin Kerja Sama di Bidang Maritim BBPVP Makassar
Keberhasilan Babel Rehab Mangrove Harus Jadi Contoh
PIS Telah Buktikan Turunkan Emisi Karbon dan Lestarikan Laut
Pemerintah terus Sosialisasikan Aturan Pemanfaatan Ruang Laut
Pemerintah Salurkan Bantuan untuk Kelompok Masyarakat Penggerak Konservasi
Thresher Shark Indonesia Lestarikan Hiu Tikus di Perairan Alor
Tantangan Pendidikan di Indonesia
Membenahi Pola Tata Kelola PTN-BH
Ngariksa Peradaban Nusantara di Era Digital
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap