visitaaponce.com

Indonesia Pilih WO Ketimbang Dengarkan Pidato Benny Wenda

Indonesia Pilih WO Ketimbang Dengarkan Pidato Benny Wenda
Ilustrasi--Majelis Umum PBB(AFP/Michael M. Santiago/Getty Images )

INDONESIA memutuskan untuk keluar atau walk out (WO) dari forum Melanesian Spearhead Group (MSG) yang dilaksanakan di Port Villa, Vanuatu, Rabu (23/8). Alasannya delegasi yang dipimpin Menteri Luar Negeri Pahala Nugraha Mansury ini menolak pemberian kesempatan bagi kelompok pro-Papua merdeka Benny Wenda berbicara.

Menurut Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah WO merupakan pesan kuat dari Indonesia kepada MSG atas kedaulatan yang tidak boleh digadaikan. Papua merupakan bagian integral Indonesia dan tidak dapat dipisahkan hingga kapan pun. Maka Indonesia, kata dia, menolak segala bentuk dukungan atau upaya yang mendorong aksi kekeringan serta pemisahan Papua.

"WO itu sifatnya juga mengirimkan pesan bhw Indonesia tidak bisa menerima bahwa seseorang yang harus bertanggung jawab atas aksi-aksi kekerasan bersenjata di Papua, termasuk penculikan, diberi kesempatan berbicara di forum yang terhormat tersebut," tegasnya kepada Media Indonesia, Kamis (24/8).

Baca juga: Wamenlu Indonesia dan Menlu Vanuatu Ground Breaking Renovasi Bandara Port Vila

Menurut dia Indonesia akan menentukan langkah lanjutan dari WO ini. Namun demikian keputusan itu akan ditentukan para delegasi.

"Kita tunggu saja keterangan dari delegasi nanti," tambahnya.

Baca juga: Kedaulatan Negara tidak Boleh Ditukar dengan Apa Pun, Termasuk IKN

Mengenai alasan di balik pemberian kesempatan oleh panitia MSG kepada orang yang mengklaim Presiden Pembebasan Papua Barat (ULWP) itu, Faizasyah tidak mengetahuinya. 

"Mengenai pengagendaan dan pengaturan kesempatan bicara saya tidak bisa komentari karena itu porsi pimpinan sidang," pungkasnya.

Sebelumnya, tepatnya Maret 2023, Indonesia juga pernah melayangkan nota protes kepada salah satu anggota MSG, Fiji. Keputusan itu dilayangkan usai pertemuan Perdana Menteri Fiji Sitiveni Rabuka dengan Benny Wenda.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah kala itu mengatakan ungkapan kekecewaan pemerintah telah disampaikan melalui nota protes kepada Kedutaan besar Fiji di Jakarta. Kementerian Luar Negeri menginstruksikan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Suva untuk menyampaikan protes serupa kepada Kementerian Luar Negeri Fiji.

Faizasyah tidak mau menyebut nama Wenda, tapi menggambarkannya sebagai seseorang yang mengklaim sebagai salah satu orang Papua.

"Intinya yang kita ingin garis bawahi bahwa posisi Indonesia telah kita sampaikan dan sudah ada komunikasi internal di pihak Fiji yang bersifat tertutup, dan tidak bisa kami sampaikan ke media. Namun pada intinya pemerintah telah secara tegas dan jelas menyampaikan kekecewaan kita atas terjadinya pertemuan tersebut," kata Faizasyah.

Pengamat Papua dari Universitas Pelita Harapan Adriana Elisabeth kepada VOA mengatakan secara formal pertemuan antara Rabuka dan Benny bisa disebut sebagai bentuk pengakuan atas Organisasi Papua Merdeka.

Dia menambahkan Wenda dan kelompoknya sudah lama dan terus melakukan pendekatan kepada Fiji. "Secara politik, (pertemuan) itu menunjukkan dukungan bahwa ada kelompok Benny Wenda melalui ULMWP yang memang selama ini mempunyai agenda politik yang dijalankan terus menerus. Bahwa kemudian dari perspektif pemerintah Indonesia tidak boleh eksis, itu kan lain persoalan," ujar Adriana.

Menurut Adriana, kelompok Wenda muncul pada 2011 namun dalam perjalanannya mengalami friksi di antara para tokoh utamanya. Meski demikian, sampai hari ini, yang muncul di forum-forum internasional adalah Wenda.

Dia menilai dukungan terhadap gerakan Papua merdeka memang terlihat di negara-negara Pasifik Selatan. Sebab rakyat di kawasan ini sama-sama dari etnis Melanesia sehingga menumbuhkan perasaan solidaritas. Meski demikian gerakan ini juga berusaha mencari pengakuan dan sokongan yang lebih luas, seperti dari Afrika dan Amerika Latin.

Adriana menjelaskan Peta Jalan Papua yang pernah ada baru sebatas usulan dan belum pernah diwujudkan dalam bentuk dialog.. Alasannya, masih terjadi perbedaan pendapat yang sangat ekstrem.

Pemerintah menolak dialog itu jika dalam konteks membahas kemerdekaan Papua. Sedangkan gerakan Papua merdeka menginginkan dialog dengan pemerintah pusat tersebut dengan agenda membahas kemerdekaan Papua.

Dalam konteks konflik yang sangat panjang dan bernuansa kekerasan, Adriana menilai perlunya upaya dialog atau non-dialog agar kekerasan yang terjadi di Papua dihentikan. Ini termasuk mengatasi apa-apa yang menjadi sumber kekerasan selama ini.

Namun, katanya, yang paling memungkinkan saat in adalah membuka dialog. Dia meyakini tidak akan ada yang menang dalam konflik di Papua. Adriana menekankan dialog baru bisa dilakukan kalau ada komitmen politik dari pemerintah. Namun, dialog itu harus dilakukan oleh orang-orang yang ditunjuk secara formal.

Mereka ini, katanya, yang akan menyiapkan segalanya, termasuk agenda, tempat, dan waktu. Melalui media sosialnya, Benny Wenda mengatakan hubungan Fiji dan Papua Barat diperbarui sejak Rabuka menjadi perdana menteri. Dia juga mengatakan, pernah melangsungkan pertemuan dengan Wakil Perdana Menteri Fiji Biman Prasad.

Rabuka juga mengunggah fotonya bersama Wenda di akun Twitternya. Dia mengaku mendukung ULMWP karena mereka sama-sama orang Melanesia. Dia berharap ULMWP bisa mendapatkan keanggotaan penuh di MSG.

ULMWP sejak sepuluh tahun lalu mengajukan permohonan untuk menjadi anggota MSG. Tapi sampai saat ini status mereka sama dengan Timor Leste, yakni hanya sebagai peninjau.

Sejauh ini belum pernah ada negara yang terang-terangan mendukung kelompok separatis Papua Merdeka di Indonesia. Sejumlah negara Pasifik kerap membawa isu kekerasan HAM di Papua ke PBB.

Radio Free Asia melaporkan pemerintahan Fiji sebelum Rabuka juga tidak pernah menyampaikan dukungan secara terbuka terhadap kelompok separatis di Papua. (VoA/Cah/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat