visitaaponce.com

Azerbaijan Klaim Kemenangan setelah Pemberontak Karabakh Menyerah

Azerbaijan Klaim Kemenangan setelah Pemberontak Karabakh Menyerah
Azerbaijan mengklaim merebut kembali wilayah Karabakh setelah pemberontak Armenia menyerahkan senjata mereka.(AFP)

AZERBAIJAN mengumumkan berhasil mengendalikan kembali wilayah yang memisahkan diri, Nagorno-Karabakh. Klaim itu setelah pemberontak Armenia setuju untuk menyerahkan senjata mereka dalam menghadapi operasi militer yang mereka klaim telah menewaskan 200 orang.

Kejatuhan pemberontak tersebut merupakan kemenangan besar bagi Presiden Azerbaijan, Ilham Aliyev, dalam upayanya untuk mengembalikan wilayah yang mayoritas penduduknya adalah orang Armenia di bawah kendali Baku. Sejak keruntuhan Uni Soviet, Armenia dan Azerbaijan telah terlibat dalam dua perang untuk menguasai wilayah berpegunungan ini.

Tahun-tahun konflik ini ditandai oleh pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dari kedua belah pihak, dan ada kekhawatiran akan krisis pengungsi baru karena penduduk Armenia di Karabakh takut diusir.

Baca juga: Paus: Turunkan Senjata di Karabakh, Cari Solusi Damai Demi Kemanusiaan

Sehari setelah Azerbaijan meluncurkan operasi militer, Baku dan otoritas etnis Armenia di Karabakh mengumumkan gencatan senjata yang dimediasi pasukan penjaga perdamaian Rusia. "Azerbaijan mengembalikan kedaulatannya sebagai hasil dari tindakan anti-teror yang berhasil di Karabakh," kata Aliyev dalam pidato televisi.

Ia mengklaim sebagian besar pasukan Armenia di wilayah itu telah hancur dan mengatakan bahwa penarikan pasukan pemberontak sudah dimulai. "Serangan ini meninggalkan setidaknya 200 orang tewas dan lebih dari 400 terluka," kata pejabat pemberontak Nagorno-Karabakh, Gegham Stepanyan.

Baca juga: 

Pada Rabu malam, kementerian pertahanan Armenia mengatakan Azerbaijan telah menembaki posisi mereka di sepanjang perbatasan antara kedua musuh bebuyutan tersebut. Bentrokan di perbatasan seperti ini sering terjadi.

Dalam gencatan senjata tersebut, pemberontak mengatakan mereka setuju untuk sepenuhnya membubarkan pasukan mereka dan bahwa Armenia akan menarik semua pasukannya yang ada di wilayah tersebut.

Kementerian pertahanan Azerbaijan mengatakan semua senjata dan persenjataan berat harus diserahkan di bawah pengawasan pasukan penjaga perdamaian Rusia yang berjumlah 2.000 orang di lapangan. Kedua belah pihak mengatakan pembicaraan mengenai reintegrasi wilayah yang memisahkan diri tersebut ke dalam wilayah Azerbaijan akan diadakan pada Kamis di kota Yevlakh.

Presiden Rusia, Vladimir Putin, mengatakan pasukan penjaga perdamaian Moskow akan menjadi mediator dalam pembicaraan tersebut. Moskow, yang merupakan broker kekuatan regional tradisional, mengatakan bahwa beberapa anggota pasukan mereka di Karabakh tewas ketika mobil mereka ditembaki.

Operasi Baku adalah konfrontasi kekerasan terbaru seputar Nagorno-Karabakh.

Setelah runtuhnya Uni Soviet, pemberontak Armenia merebut wilayah tersebut, yang diakui secara internasional sebagai bagian dari Azerbaijan, awal tahun 1990-an. Itu memicu perang yang menewaskan 30.000 orang dan mengusir ratusan ribu orang. Dalam perang enam minggu tahun 2020, Azerbaijan merebut sebagian besar wilayah di sekitar Karabakh.

Presiden Aliyev mengatakan peristiwa-peistiwa pekan ini akan memiliki dampak positif pada proses perdamaian antara Azerbaijan dan Armenia. Penasihat kebijakan luar negeri Aliyev, Hikmet Hajiyev, berjanji jalan aman bagi para pemberontak yang menyerah dan mengatakan Baku mencari reintegrasi damai warga Armenia di Karabakh.

Pejabat pemberontak mengatakan lebih dari 10.000 orang telah dievakuasi dari komunitas-komunitas Armenia di Nagorno-Karabakh.

Putin mengatakan ia berharap untuk "resolusi damai", menambahkan bahwa Moskow telah berhubungan dengan semua pihak dalam konflik ini. Pemimpin Rusia melakukan pembicaraan dengan Perdana Menteri Armenia, Nikol Pashinyan, pada Rabu malam, tetapi Kremlin menegaskan bahwa krisis ini adalah urusan internal Azerbaijan.

Di Azerbaijan, penduduk ibu kota menyambut dengan harapan  kesepakatan ini akan mengakhiri konflik yang telah berlangsung puluhan tahun.

Di Armenia, ada kemarahan atas kekalahan kedua di Karabakh dalam tiga tahun terakhir. Bentrokan pecah di ibu kota Yerevan, di mana ribuan demonstran yang membawa bendera wilayah yang memisahkan diri ini memblokir jalan utama dan polisi anti huru-hara menjaga bangunan-bangunan resmi.

Para demonstran melemparkan botol dan batu ke polisi sambil mengkritik penanganan pemerintah terhadap krisis ini. Polisi menggunakan granat stun dan melakukan penangkapan.

Kehilangan Karabakh meningkatkan tekanan domestik pada Pashinyan, yang telah mendapat kritik tajam di dalam negeri karena membuat konsesi kepada Azerbaijan sejak tahun 2020. "Kami kehilangan tanah air kami, kami kehilangan orang kami," kata Sargis Hayats, 20, musisi.

Sebelumnya, Turki, sekutu historis Azerbaijan, telah menyebut operasi tersebut sebagai layak.

Uni Eropa dan Amerika Serikat telah berperan sebagai mediator dalam pembicaraan antara Baku dan Yerevan dalam beberapa bulan terakhir dengan tujuan mencapai kesepakatan perdamaian yang berkelanjutan antara kedua musuh tersebut.

Gedung Putih mengatakan pada hari Rabu bahwa mereka prihatin dengan situasi kemanusiaan di Nagorno-Karabakh, sementara Menteri Luar Negeri Prancis, Catherine Colonna, memperingatkan tentang risiko krisis ini eskalasi menjadi perang antara Armenia dan Azerbaijan.

"Mengenai kemungkinan bahwa Armenia mungkin, terlepas dari kehendaknya, terlibat... Saya pikir kita perlu mengingatkan masyarakat internasional untuk sangat berhati-hati." (AFP/Z-3)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat