visitaaponce.com

Aktivis Hak Perempuan asal Iran Raih Nobel Perdamaian Tahun Ini

Aktivis Hak Perempuan asal Iran Raih Nobel Perdamaian Tahun Ini
Aktivis hak perempuan Iran yang kini mendekam di penjara, Narges Mohammadi(AFP/Behrouz Mehri)

PENERIMA Hadiah Nobel Perdamaian tahun ini tidak biasa. Pasalnya penghargaan itu digondol oleh seorang narapidana, Narges Mohammadi, yang sedang menjalani masa hukuman 12 tahun penjara di Evin, Teheran, Iran.

Komite penghargaan Nobel mengatakan hadiah tersebut merupakan kesaksian bagi semua orang di balik protes yang belum pernah terjadi sebelumnya di Iran dan menyerukan pembebasan Mohammadi, yang telah berkampanye untuk hak-hak perempuan dan penghapusan hukuman mati.

“Penghargaan ini pertama-tama merupakan pengakuan atas karya yang sangat penting dari seluruh gerakan di Iran, dengan pemimpinnya yang tak terbantahkan, Narges Mohammadi,” kata ketua Komite Nobel Norwegia Reiss-Andersen Berit Reiss-Andersen.

Menurut dia, jika pihak berwenang Iran membuat keputusan yang tepat, mereka akan membebaskannya. Sehingga dia dapat hadir untuk menerima hadiah ini secara langsung pada 10 Desember di Oslo, Swedia.

Mohammadi saat ini menjalani beberapa hukuman di Penjara Evin, Teheran, dengan masa hukuman sekitar 12 tahun menurut organisasi hak asasi Front Line Defenders. Dia pun menjadi salah satu aktivis yang mendapatkan masa penahanan di balik jeruji besi terlama.

“Hadiah Nobel ini akan menguatkan perjuangan Narges untuk hak asasi manusia, namun yang lebih penting, ini sebenarnya adalah hadiah bagi perempuan, kehidupan dan kebebasan (bergerak),” kata suami Mohammadi, Taghi Ramahi, di rumahnya di Paris, Prancis.

Inspirasi bagi dunia

Reiss mengatakan dalam bahasa Farsi beberapa jargon yang kerap digaungkan Mohammadi yaitu perempuan, kehidupan, kebebasan. Penghargaan tersebut mengakui ratusan ribu orang yang menentang diskriminasi dan penindasan terhadap perempuan di Iran.

Kemenangan Mohammadi terjadi ketika kelompok hak asasi manusia mengatakan bahwa seorang gadis Iran dirawat di rumah sakit dalam keadaan koma setelah terjadi konfrontasi di metro Teheran karena tidak mengenakan jilbab.

Pihak berwenang Iran membantah laporan tersebut. Hadiah Nobel juga diberikan setahun setelah kematian Mahsa Amini dalam tahanan polisi moral karena diduga melanggar aturan berpakaian Republik Islam untuk perempuan.

Hal ini memicu protes nasional, tantangan terbesar bagi pemerintah Iran selama bertahun-tahun, dan ditanggapi dengan tindakan keras yang mematikan.

Kantor hak asasi manusia PBB mengatakan penghargaan Nobel menyoroti keberanian perempuan Iran.

“Kami telah melihat keberanian dan tekad mereka dalam menghadapi pembalasan, intimidasi, kekerasan dan penahanan,” kata Juru Bicara Guterres, Elizabeth Throssell.

"Mereka dilecehkan karena apa yang mereka kenakan atau tidak kenakan. Ada tindakan hukum, sosial dan ekonomi yang semakin ketat terhadap mereka. Mereka adalah inspirasi bagi dunia," tambahnya.

Mohammadi dinilai sangat vokal dalam menyuarakan keadilan gender di Tanah Bangsa Arya itu. 

“Komite Nobel Norwegia telah memutuskan untuk memberikan Hadiah Nobel Perdamaian 2023 kepada Narges Mohammadi atas perjuangannya melawan penindasan terhadap perempuan di Iran dan perjuangannya untuk mempromosikan hak asasi manusia dan kebebasan untuk semua,” kata pernyataan komite tersebut, Jumat (6/10).

Aktivis hak asasi manusia perempuan terkemuka di Iran ini kerap mengkampanyekan isu terkait hak-hak perempuan dan penghapusan hukuman mati. Dia saat ini sedang menjalani beberapa hukuman di Penjara Evin, Teheran.

Mohammadi merupakan wakil kepala Pusat Pembela Hak Asasi Manusia, sebuah organisasi non-pemerintah yang dipimpin oleh Shirin Ebadi, penerima Hadiah Nobel Perdamaian pada 2003.

Mohammadi menjadi perempuan ke-19 yang memenangkan penghargaan berusia 122 tahun tersebut. Dia juga menjadi perempuan yang memperoleh penghargaan ini setelah Maria Ressa dari Filipina pada 2021 bersama dengan Dmitry Muratov dari Rusia.

Mohammadi selain mendapatkan Hadiah Nobel Perdamaian juga uang senilai 11 juta kronor Swedia atau sekitar Rp.15,9 miliar yang akan diserahkan di Oslo, Swedia, pada 10 Desember, bertepatan dengan hari kematian pendiri yayasan ini, Alfred Nobel, pada 1895. (France24/Z-5)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat