visitaaponce.com

Meski Inkrah, Pembuktian Perkara Kopi Sianida Disebut Tetap Menyisakan Tanya

Meski Inkrah, Pembuktian Perkara Kopi Sianida Disebut Tetap Menyisakan Tanya
Diskusi ilmiah bertajuk Menguak Kontroversi Kasus Pembunuhan Berencana Kopi Sianida(Ist)

PEMERHATI hukum Indonesia dari University of Sidney Law School, Simon Butt menilai pembuktian perkara kopi sianida yang membelit Jessica Kumala Wongso dan sudah berkekuatan hukum tetap (ikrah) masih menyisakan tanda tanya. Pasalnya, tidak ada satu orang pun melihat Jessica memasukkan sianida ke dalam gelas I Wayan Mirna Salihin.

“Ini semua alat bukti yang dipakai penuntut umum bersifat tidak langsung,” ujar profesor yang sempat menulis jurnal ilmiah soal kasus tersebut di sela-sela diskusi ilmiah bertajuk Menguak Kontroversi Kasus Pembunuhan Berencana Kopi Sianida. Dilansir dari Youtube Usakti, Sabtu (11/11), diskusi itu diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Trisakti dan Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin).

Hadir sejumlah pembicara, yaitu spesialis forensik dan medikolegal (Kepala Departemen Forensik dan Medikolegal Universitas Trisaksi) Evi Untoro, spesialis forensik Perhimpunan Dokter Forensik dan Medikolegal Indonesia Nurul Aida Fathya, pakar telematika Abimanyu Wachjoewidayat, serta dosen Fakultas Hukum Trisakti Maria Silvya Elisabeth Wangga dan Albert Aries.

Perkara kopi sianida yang terjadi pada 2016 kembali menarik perhatian publik setelah diputarnya film dokumenter Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso, di platform Netflix, akhir September 2023.

Pada kesempatan itu Evi Untoro membahas soal pengaruh sianida terhadap reaksi tubuh manusia. Menurutnya, sianida yang masuk ke dalam tubuh akan didetoksifikasi oleh hati melalui enzim rhodanese. “Kemudian rhodanese mengubah menjadi tiosianat yang mudah dikeluarkan lewat ginjal. Karena terlalu banyak (kadar sianidanya), ginjalnya menjadi rusak, akhirnya menyebabkan kematian,” ucapnya.

Baca juga: Piala Dunia Perdana di JIS, Polda Metro Kerahkan 1.019 Personel

Nurul Aida dalam kesimpulan paparan materinya berjudul Peran Autopsi Dalam Penentuan Sebab Kematian, menyampaikan bahwa penetapan kematian seseorang memiliki dampak hukum dan sosial sehingga harus dilakukan dengan benar.

Penyebab kematian pada seseorang yang mati mendadak tanpa riwayat penyakit dibuktikan dengan autopsi. Sebab kematian ditentukan setelah dilakukan pemeriksaan pada seluruh organ dan atau pemeriksaan penunjang. “Ilmu kedokteran forensik membantu proses hukum yang melibatkan tubuh manusia dalam pembuktian secara ilmiah dengan menggunakan ilmu kedokteran."

Sementara itu, Abimanyu menyebut sejumlah kejanggalan dalam perkara kopi sianida, di antaranya soal pengambilan CCTV dari Kafe Olivier, tidak ada BAP pemasukan data dari DVR ke flash disk, kosongnya data DVR setelah diambil datanya ke flash disk, dan rekaman CCTV pelayan menyajikan vietnamese iced coffee ke Mirna tidak ditayangkan di persidangan.

Selanjutnya, saksi digital forensik menjelaskan secara verbal letak perpindahan-perpindahan benda di balik paper bag dan menjelaskan bahwa perpindahan posisi Jessica di sofa itu merupakan kejanggalan.

“Ilmu telematika tidak mengulas konteks, begitu pula digital forensik. Itu kewenangan analisa psikolog, yang dianggap janggal seharusnya dapat dijelaskan bagaimana seharusnya. Digital forensik bukan untuk menuntuskan kasus tetapi mengungkap fakta,” terang dia.

Maria Silvya menyoal pembuktian dalam perkara kopi sianida. Melalui paparan berjudul Pembuktian dalam Pembunuhan Berencana Jessica Kumala Wongso, ia menegaskan alat bukti dalam perkara Jessica yang digunakan hakim tidak cukup menunjukkan Jessica Kumala Wongso sebagai pelaku utama kematian Mirna. “Ini disebabkan dua hal, yakni hakim hanya berbasis pada bukti petunjuk, padahal bukti petunjuk sifatnya diperoleh dari keterangan saksi, surat, terdakwa yang harus saling bersesuaian,” tukasnya.

Sesuai dokumen putusan, lanjut Maria, hakim belum menemukan bukti-bukti sebenarnya sebagai dasar memutus perkara ini. Adapun hal kedua, yakni hakim kurang kuat menjelaskan atau evaluasi penyebab kematian yang menggunakan teori mengindividualisir dan menggeneralisir sebagai dasar sebab akibat kematian Mirna. “Kedua teori itu harus dibangun atas bukti-bukti induktif, jadi bukan hanya bukti petunjuk.”

Atas dasar itu, Maria mengatakan tidak bisa menyimpulkan Jessica Wongso sebagai pelaku pembunuhan Mirna atau bukan. Kemudian, bukti yang digunakan dalam perkara ini memiliki nilai pembuktian yang sangat rendah. “Sebab tidak menunjukkan bukti yang sebenarnya Jessica adalah pelaku utama dalam perkara ini. Jadi belum ada sama sekali bukti utama bahwa Jessica adalah pelaku utama dalam perkara ini,” katanya.

Sedangkan pembicara terakhir, Albert Aries menuturkan RUU KUHAP nantinya akan mengatur bahwa hakim dilarang menjatuhkan pidana kepada terdakwa jika ragu-ragu atau tidak yakin bahwa terdakwa adalah pelakunya. Ini sebagaimana asas in dubio pro reo Pasal 174 RUU KUHAP.

Sementara itu, Ketua Umum Ikadin, Adardam Achyar menyampaikan, pihaknya menghelat diskusi ilmiah ini bersama FH Usakti untuk membedah perkara kopi sianida secara akademis. Ini juga dalam rangka HUT ke-38 Ikadin pada 10 November 2023 “Dibedah secara akademi, secara netral dalam prosepetif multi disiplin ilmu. Jadi Ikadin menyelenggarakan ini tidak bermaksud untuk berpihak, apakah kepada hakim, JPU, keluarga korban atau pada terpidana,” tandasnya. (J-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Eksa

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat