visitaaponce.com

Sekelompok Warga Bandung Sukses Berkebun di Sudut Sempit

Sekelompok Warga Bandung Sukses Berkebun di Sudut Sempit
Doni, warga, RW 02, Kelurahan Jatisari, Kecamatan Buah batu, Kota Bandung, berada di tengah green house(MI/BAYU ANGGORO)

DENGAN seksama Doni mengamati setiap jengkal lahan kebun hidroponiknya yang berada di RW 02 Kelurahan Jatisari, Kecamatan Buah batu, Kota Bandung. Kakinya melangkah ke beberapa sudut kebun. Sejenak dia  memegang dan mengamati kondisi sayuran yang ditanamnya.

Di dalam green house berukuran 15 x 4 meter itu, Doni bersama warga
lainnya menanam kangkung, bayam, dan pakcoy dengan konsep urban farming. Tinggal di kawasan perkotaan mengharuskan mereka untuk memanfaatkan sisa lahan yang luasnya sangat terbatas.

Dengan menggunakan pipa sebagai media pertumbuhannya, total terdapat 526 netpot yang semuanya tumbuh dengan baik. Mereka juga sudah berkali-kali panen sayuran meski berkebun di lahan yang terbatas.

Sejak green house pertama kali dibangun pada Oktober 2020, hingga saat
ini mereka sudah lima kali panen. "Sayuran hasil hidroponik rasanya
beda. Lebih enak, lebih renyah. Kami juga menggunakan pupuk yang kadar
kimianya jauh lebih rendah," kata Doni saat memanen hasil perkebunannya
itu, Kamis (18/3).

Seluruh hasil panen diberikan kepada warga lain yang lebih membutuhkan.
Ketua RW 02, Muhammad Nuzul, mengakui jika saat ini hasil perkebunannya
itu masih berskala kecil.

Oleh karena itu, dia berharap ke depannya konsep urban farming ini bisa
diterapkan hingga ke rumah setiap warga. "Kalau sudah banyak, bisa saja
berorientasi profit," tambahnya.

Menurut Nuzul, green house dibangun secara swadaya oleh masyarakat karena memiliki kepedulian yang sama terkait pentingnya menjaga ketahanan pangan dan kelestarian lingkungan. "Ini lahannya juga milik umum."

Untuk perawatan, warga bergantian mengambil peran sesuai kemampuan yang dimiliki. "Kebetulan warga di sini banyak pensiunan, jadi
punya lebih banyak waktu dan tingkat kepeduliannya tinggi," sambungnya.

Selain green house untuk sayuran, di dalam lahan yang sama pun terdapat
budi daya ikan. Sedikitnya ada tiga kolam yang sudah disiapkan untuk
pengembangbiakan sumber protein hewani tersebut.

"Ini baru selesai. Kita sedang menyiapkan, ikan apa yang cocok untuk
dibudidayakan," kata dia.

Sama halnya dengan green house, pembudidayaan ikan inipun dibangun
secara sukarela oleh warga yang berada di kawasan Bandung timur
tersebut. Bahkan, tidak lama lagi warga akan membangun kandang untuk peternakan.

"Di samping green house ini masih ada cukup lahan. Kami akan buat untuk
peternakannya," kata dia.

Inisiatif dan kepedulian warga akan pentingnya menjaga ketahanan pangan
ini diapresiasi Kepala Dinas Pangan dan Pertanian Kota Bandung Gin Gin
Ginanjar. "Urban farming yang dilakukan Nuzul bersama warga RW 02 lainnya di Kelurahan Jatisari, Kecamatan Buahbatu, ini, patut ditiru
oleh warga lainnya di Kota Bandung."

Selain semuanya dilakukan secara swadaya, menurut dia, sistem perkebunan  ini sesuai dengan program Pemerintah Kota Bandung terkait ketahanan pangan dari rumah warga. Sebagai contoh, pihaknya meluncurkan program Buruan SAE. "Buruan SAE itu urban farming," katanya.

Namun, Gin Gin mengakui saat  ini masih belum banyak warga Kota Bandung yang tergerak secara swadaya untuk menjalankan program tersebut. "Beberapa punya kelompok Buruan SAE, tapi masih menggantungkan ke pemerintah. Makanya saya ke sini (green house RW 02), karena saya mendengar ini ada inisiatif, ada green house," tambahnya saat menghadiri panenan green house tersebut.

Gin Gin mengakui, sangat jarang urban farming di Kota Bandung yang
bertahan lama. Rata-rata hanya bertahan hingga sekali panen lalu
ditinggalkan begitu saja.

"Banyak green house, urban farming yang mangkrak. Jalan (panen) sekali,
sudah jalan, selesai. Ini sudah panen lima kali. Ini akan jadi catatan
besar. Wali Kota sangat concern terhadap Buruan SAE atau urban farming," katanya seraya mengaku sudah berkali-kali keliling Kota Bandung untuk mencari urban farming.

Padahal, menurut Gin Gin, pemenuhan kebutuhan pangan di Kota Bandung
sangat tergantung pasokan dari luar. "Sekitar 96% pangan di Kota Bandung datang dari luar.  Telur, ikan, beras, ayam," katanya.

Dalam kondisi pandemi seperti sekarang, daerah pemasok pangan
cenderung mengurangi jumlah kirimannya. "Memang belum ada yang disetop.
Tapi dengan ada covid-19, beberapa daerah menahan pasokan produksinya,"
kata dia.

Oleh karena itu, dia kembali mengingatkan pentingnya menjaga ketahanan
pangan dari rumah warga. "Memang, akhirnya kemandirian rumah tangga
untuk menghasilkan pangan sendiri menjadi penting. Makanya Buruan SAE
dikembangkan, memanfaatkan lahan yang ada. Mudah-mudahan ke depan
masing-masing warga ada kemauan untuk menanam," tandas Gin Gin. (N-3)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : NUSANTARA

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat