visitaaponce.com

Jazz Gunung Bromo 2022 dan Buah bagi Ekonomi Lokal

Jazz Gunung Bromo 2022 dan Buah bagi Ekonomi Lokal
enonton menyaksikan penampilan salah satu musisi jazz dalam Jazz Gunung Bromo 2022 di Jiwa Jawa Resort, Probolinggo, Jawa Timur, Jumat (22/7(dok.Ant)

PENYELENGGARAAN Jazz Gunung Bromo 2022 yang telah membuka kapasitas penontonnya secara penuh juga turut menggeliatkan ekonomi warga di sekitar festival jazz tahunan tersebut.

Sosok gaek tiba-tiba muncul dari lorong menuju kerumunan penonton yang duduk di area kursi kayu. Dengan lantang, vokalis berambut kribo itu menyihir seluruh orang yang hadir di amfiteater Jiwa Jawa Bromo, tempat terselenggaranya Jazz Gunung Bromo 2022. Malam itu, Achmad Albar tampil bersama pasangannya di grup rock God Bless Ian Antono ditemani para musikus tradisional Banyuwangi dan home band Jazz Gunung Bromo dalam format Blue Fire Project.

Nomor-nomor hit seperti Panggung Sandiwara, Kehidupan, Semut Hitam, dan Rumah Kita berhasil menghangatkan para penonton Jazz Gunung Bromo 2022 di hari pertama yang kedinginan di bawah suhu 13 derajat celcius.

Setelah mengurangi kapasitas penonton mereka dalam dua edisi terakhir, tahun ini Jazz Gunung kembali membuka ruang mereka dengan kapasitas penuh sekira 2000-an penonton. Pada 2020, Jazz Gunung diselenggarakan secara hibrida dan pada tahun lalu diselenggarakan dengan kapasitas sekitar 300-500 penonton.

“Sejak 14 tahun lalu, kami selalu jadi pelopor dalam penyelenggaraan musik di tempat terbuka. Khususnya jazz. Terbukti setelah kami ada tajuk-tajuk pertunjukan jazz yang ada di ruang terbuka seperti jazz di atas awan, di tepi sawah, atau jazz dengan latar candi. Tahun ini pun kami ingin kembali mempelopori pertunjukan musik dengan kapasitas penuh namun tetap bertanggung jawab. Artinya tetap mematuhi protokol kesehatan,” terang founder Jazz Gunung Sigit Pramono, Jumat, (22/7).

Sigit juga menambahkan tahun ini festival jazznya kembali mengundang musikus internasional, yaitu duo brass section asal Prancis Duo Weeger. Namun ke depannya ia berharap bisa kembali lebih banyak mengundang musikus internasional seiring kebijakan penerbangan dan pembatasan internasional. Ia juga mengatakan festivalnya selalu memberikan ruang bagi musikus baru. Dengan kolaborasi antara musikus senior dan musikus muda.

Bagi gitaris Andre Dinuth, yang kali ini tampil membawakan karya solo instrumentalnya mengatakan festival jazz bisa memberikan ruang eksploratif, terlebih bagi dirinya yang selain punya kelompok musik dengan The Bakuucakar, bisa mempresentasikan karya personalnya.

Jazz Gunung menjadi salah satu tempat mengekspresikan dan menikmati merdunya jazz di lanskap gunung. Terhormat bisa hadir di sini meramaikan edisi tahun ini. Terlebih karena membawakan album solo saya, instrumenta lagi,” kata Andre saat ditemui Media Indonesia di amfiteater Jiwa Jawa Bromo usai cek tata suara, Sabtu, (23/7).

“Aku bilang jazz itu tidak hanya berupa harmoni dan struktur. Tapi juga menembus ruang genre. Dengan harmoni kita bisa berkolaborasi dengan instrumen etnik, diatonik. Jadi sangat luas dan sebebas-bebasnya berdialog dalam ritme itu dengan karakter masing-masing. Misal pakai instrumen gamelan, bisa diimprovisasikan bareng ritme jazz fusion. Sangat luas ruang kolaborasinya,” sambungnya.

Selain itu, penyelenggaraan festival jazz yang dibidani Sigit Pramono bersama seniman Butet Kartaredjasa dan almarhum Djaduk Ferianto di tahun ini juga menjadi momentum bangkitnya industri kreatif dan pariwisata ekonomi lokal.

“Kami tidak pernah menghitung secara rinci. Tapi bayangkan, dengan 2000-an penonton itu butuh berapa kamar penginapan. Di tempat saya, Jiwa Jawa cuma ada 80 kamar. Hotel sekitar Jazz Gunung ada 300-an kamar. Sisanya ya ke rumah penginapan di penduduk sekitar. Belum lagi nanti yang mau sekaligus wisata ke Bromo, sewa jip, ada pedagang makanan, cendera mata. Ekonomi kreatif bergerak, pariwisata juga ikut bergerak,” tambah Sigit.

Sekira 110 meter dari lokasi berlangsungnya Jazz Gunung Bromo, ada kediaman Ririn Hermawati, warga desa Wonotoro, kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo yang beberapa hari sebelum berlangsungnya festival sudah sibuk antar jemput makanan bagi para panitia. Di hari penyelenggaraan, Ririn lebih sibuk lagi. Setidaknya, selama penyelenggaraan Jazz Gunung Bromo tahun ini ia menyiapkan sekira 2.000-an lebih porsi makan baik dari format prasmanan, rantang, dan boks.

Ririn sudah dipercaya Jazz Gunung Bromo untuk menyiapkan katering bagi panitia dan jurnalis sejak penyelenggaraan tahun pertama. Dua tahun kemarin pun otomatis usaha katering Ririn ikut terdampak. Selain karena Jazz Gunung yang mengurangi kapasitas penonton, juga sebab kawasan wisata Bromo yang tutup.

“Tiap tahun selalu naik jumlah pesanan katering untuk Jazz Gunung, secara jumlah. Sebelum pandemi cukup tinggi, tapi dua tahun kemarin ya tidak sampai 1000. Saya kan mengerjakan katering ini juga ajak para tetangga. Jadi ya dengan adanya acara ini sangat berdampak sekali buat ekonomi warga sekitar,” kata Ririn yang ditemui Media Indonesia di kediamannya, Sabtu, (23/7).

“Ya hitung kasarnya saja, 2000-an porsi kali Rp35 ribu. Untuk prasmanan itu hitungannya Rp45 ribu karena harus sewa alat dan lain-lainnya,” jelas Ririn.

Biasanya, Ririn memang melayani pesanan katering bagi para wisatawan Bromo maupun kru syuting. Tapi pesanan dengan jumlah paling besar memang saat ada penyelenggaraan Jazz Gunung Bromo. “Semoga ya di tahun-tahun mendatang bisa tambah ramai,” harap Ririn. (OL-13)

Baca Juga:  Pusakata Bawakan Lagu Berbahasa Bugis di Jazz Gunung Bromo ...

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Muhamad Fauzi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat