visitaaponce.com

RUU Kesehatan Dinilai Diskriminasikan Konsumen Rokok

RUU Kesehatan Dinilai Diskriminasikan Konsumen Rokok
Ketua Pakta Konsumen Yogyakarta, Ary Fatanen(DOK/PRIBADI)

KETUA Pakta Konsumen di Yogyakarta, Ary Fatanen menyebut, Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan yang mengelompokkan rokok dalam kategori yang sama dengan narkotika dan psikotropika dinilai mendiskriminasikan para konsumen rokok.

"Lagi-lagi pemerintah tidak fair. Menyejajarkan rokok yang merupakan produk legal dengan narkotika dan psikotropika yang merupakan produk ilegal berarti sama saja memperlakukan rokok dan aktivitasnya sebagai sesuatu yang ilegal," tegas Ary Fatanen, Rabu (26/4).

Menurut dia, jika pasal zat adiktif dalam RUU Kesehatan ini tidak
dicabut, konsumen rokok dapat memperoleh tindakan represif. Pasal zat
adiktif ini juga dinilai bukan hanya membatasi atau mengendalikan
penggunaan tembakau, melainkan juga bertujuan untuk menghentikan seluruh aktivitas pertembakauan mulai dari hulu sampai hilir, termasuk petani, pekerja, pedagang, dan konsumen.

"Kami sebagai konsumen menolak RUU Kesehatan ini. Ada kondisi norma,
sosial, dan hukum yang wajib dikaji ulang oleh pemerintah. Jangan sampai tembakau disejajarkan dengan narkotika dan psikotropika," terangnya.

Sebagai lembaga yang fokus pada advokasi dan edukasi perlindungan konsumen, Pakta Konsumen menilai, posisi konsumen produk tembakau semakin dilemahkan dengan RUU Kesehatan ini. Secara prinsip perundang-undangan, lembaga ini berpendapat bahwa RUU Kesehatan telah melanggar sejumlah asas, yakni asas keadilan, asas keseimbangan penghormatan terhadap hak dan kewajiban, asas partisipatif, asas keterpaduan, serta asas ketertiban dan kepastian hukum.

"Sejatinya, awal tujuan dari RUU Kesehatan ini adalah untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Lalu mengapa tiba-tiba ada pasal yang mau melarang total tembakau untuk dikonsumsi dan diperdagangkan di masyarakat," tegas dia.

Hak warga

Menurut Ary Fatanen, ada banyak hak-hak masyarakat yang dilanggar dalam RUU tersebut, mulai dari hak partisipatif hingga hak ekonomi. Konsumen berhak untuk berpartisipasi dalam memberikan masukan dalam proses penyusunan kebijakan sebagaimana dijamin dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Dalam hal RUU Kesehatan, ia berpendapat, akses keterbukaan informasi atas penyusunan regulasi ini patut dipertanyakan. Meskipun Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah membuka ruang dengar pendapat publik,
namun pendapat konsumen rokok terkait pasal zat adiktif tidak diakomodir.

"Sesuai prinsip keterbukaan informasi dan asas partisipatif serta
keberimbangan, harusnya kami diberikan kesempatan untuk menyampaikan
pendapat," kata dia.

Yang ada RUU ini, lanjut Ary Fatanen, masih banyak polemik dan cacat
substansi dalam materi muatannya, Menurutnya, partisipasi publiknya dalam RUU tersebut gagal.

"Berikanlah kesempatan kami berpendapat, lindungi hak konsumen. Yang
terjadi justru hanya memuluskan suara yang pro saja," paparnya.

Ia melanjutkan konsumen produk tembakau meminta pemerintah untuk melindungi hak konsumen. Pemerintah seharusnya mengkaji seluruh aspek secara holistik sebelum menetapkan sebuah regulasi.

"Sebagai konsumen, keterlibatan kami bukan harus secara eksklusif, tapi
cukup membuka ruang dan mengakomodir pendapat kami. Sebaliknya, sampai saat ini konsumen produk tembakau itu malah dianggap seperti musuh dan
dikategorikan sebagai warga kelas dua. Banyak hak-hak kami yang dilindas," tandasnya.  (N-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Sugeng

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat