visitaaponce.com

Umat Katolik Harus Berani Laporkan Kasus Kekerasan Seksual Anak

Umat Katolik Harus Berani Laporkan Kasus Kekerasan Seksual Anak
Sosialisasikan program Paroki Ramah Anak di Gereja St. Fransiskus Asisi Karot, NTT, 2 Juni 2023.(Istimewa)

KASUS kekerasan seksual anak di wilayah Manggarai, Manggarai Barat, dan Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), meningkat dan menimbulkan keprihatinan.

Atas dasar itulah, Gereja Katolik Keuskupan Ruteng melalui Komisi Keadilan, Perdamaian, dan Keutuhan Ciptaan (Justice, Peace, and Integrity of Creation - JPIC) Keuskupan Ruteng mencanangkan paroki ramah anak.

Melalui program ini, Gereja Keuskupan Ruteng mendorong umatnya, terutama para Ketua Komunitas Basis Gerejani (KBG) untuk menjadi pelopor dalam memperjuangkan lingkungan yang ramah terhadap anak.

Baca juga : 202 Anak Jadi Korban Kekerasan Seksual di Sekolah, Data Januari-Mei 2023

"Selain menjadi pelopor (ramah anak), Ketua KBG juga harus bisa menjadi pelapor ketika terjadi kekerasan seksual terhadap anak," kata Ketua Komisi JPIC, Romo Marten Jenarut saat mensosialisasikan program ini kepada para pengurus Dewan Paroki dan pengurus KBG di Gereja St. Fransiskus Asisi Karot, 2 Juni 2023.

Rohaniwan sekaligus advokat yang kerap memberikan bantuan hukum terhadap anak-anak yang menjadi korban kekerasan itu pun memaparkan sejumlah kasus yang menunjukkan semakin sempitnya ruang ramah anak.

Baca juga : Cegah Kasus Asusila, Kapolda NTT Minta Orang Tua Perketat Pengawasan Anak

Mirisnya, beberapa kasus kekerasan seksual anak yang terungkap justru terjadi di rumah dengan melibatkan ayah kandung sebagai pelakunya. "Jadi, rumah belum tentu menjadi tempat yang aman untuk anak," katanya.

Sementara di lingkungan sekolah lebih memprihatinkan lagi. Sejumlah kasus menunjukkan adanya guru hingga kepala sekolah melecehkan hingga memperkosa siswinya.

"Jika rumah dan sekolah tidak lagi menjadi ruang aman untuk anak, apakah gereja tempat yang aman untuk anak?" tanya Marten.

Marten menyangsikan Gereja sebagai ruang aman bagi anak. Alasannya, kekerasan seksual terhadap anak terjadi pula di lingkungan Gereja. Misalnya, di Gereja Santu Herkulanus Depok tahun 2020 lalu, sejumlah anak misdinar dicabuli oleh pembina misdinar. Peristiwa serupa juga terjadi di wilayah Keuskupan Ruteng.

"Jauh-jauh di Depok sana. Di Keuskupan Ruteng juga ada seorang Ketua Dewan Stasi yang mencabuli seorang anak misdinar," katanya.

Maraknya kasus-kasus tersebut, lanjut Marten, harus menjadi perhatian serius Gereja Keuskupan Ruteng. Umat bersama para Ketua KBG diminta untuk tidak berdiam diri bila mendapat informasi atau mengetahui adanya dugaan kekerasan seksual anak di lingkungan sekitar.

"Kalau terjadi kasus kekerasan seksual anak, jangan didiamkan. Kalau didiamkan maka kita menjadi ruang aman bagi predator," regas Marten.

Pastor Paroki Santu Fransiskus Asisi Karot, Pater Bonavantura Y Lelo, mengapresiasi gerakan yang dilakukan Komisi JPIC Keuskupan Ruteng. Ia berharap umat di parokinya bisa berperan aktif dalam memperjuangkan hak-hak anak dan kelompok dewasa rentan seperti kaum difabel.

Sejumlah peserta menuturkan beberapa dugaan kasus yang terjadi di sekitar lingkungan tempat tinggal mereka. Namun mereka mengaku kesulitan untuk menyikapinya lantaran sulitnya mendapatkan data dan informasi yang pasti terkait kasus-kasus tersebut.

Marten pun menyarankan agar informasi terkait dugaan kasus serupa segera disampaikan kepada pastor paroki lalu pastor paroki meneruskannya kepada Komisi JPIC. Selanjutnya, Komisi JPIC lah yang akan berkoordinasi dengan pihak berwajib untuk menyelidikinya. (RO/Z-4)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat