visitaaponce.com

Rasminto Klaim Warga Surabaya Keluhkan Mahalnya Sewa Bulanan Utilitas Publik

Rasminto Klaim Warga Surabaya Keluhkan Mahalnya Sewa Bulanan Utilitas Publik
Direktur Human Studies Institute (HSI) Rasminto(MI/HO)

DIREKTUR Human Studies Institute (HSI) Rasminto menyoroti polemik pengenaan tarif sewa yang tinggi atas jaringan utilitas publik Kota Surabaya. Hal itu dinilai berdampak negatif pada beban biaya kehidupan sehari-bari masyarakat yang semakin tinggi.

"Pengenaan sewa dengan tarif komersial atas jaringan listrik, PDAM, gas, dan telekomunikasi yang melintas di seluruh wilayah Kota Surabaya menjadi potensi ancaman hak akses digital masyarakat," kecam Rasminto lewat keterangan tertulis, Sabtu (14/10).

Rasminto menambahkan dasar Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya menerapkan pengenaan tarif sewa komersial terhadap jaringan utilitas publik disebutkan sesuai dengan Perda Kota Surabaya No 5/2017 tentang Penyelenggaraan Jaringan Utilitas dan Perwali No: 80/2016 tentang Formula Tarif Sewa BMD berupa tanah dan atau bangunan sebagaimana diubah dengan Perwali No 1/2022.

Baca juga: Gregorius Ronald Tannur Berdalih Sakit Hati saat Membunuh Kekasihnya

"Kebijakan pengenaan tarif sewa komersial terhadap jaringan utilitas publik tertuang berdasarkan Perda Kota Surabaya No: 5/2017 tentang Penyelenggaraan Jaringan Utilitas dan Perwali No: 80/2016 tentang Formula Tarif Sewa BMD berupa tanah dan atau bangunan sebagaimana diubah dengan Perwali No: 1/2022," jelas Rasminto.

Dia menyatakan, regulasi dari Pemkot Surabaya itu bertentangan dengan UU No: 1/2022 dan UU No: 28/2009.

"Regulasi yang diterbitkan Pemkot Surabaya tersebut bertentangan dengan UU No.1/2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah, selain itu konsideran dalam perdanya pun terdapat bertentangan dengan UU No: 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah berupa pengenaan sewa atas pemanfaatan lahan yang tidak mengubah fungsi lahan," lanjutnya.

Baca juga: Tiket Kereta Suite Class Compartment Dibanderol Rp1,95 Juta Rupiah

Rasminto pun mengatakan, imbas regulasi tersebut merambat pada beban hidup masyarakat semakin tinggi.

"Regulasi tersebut jadi polemik pengembangan Smart City, selain itu akan membuat high cost operasional operator, pada akhirnya lagi-lagi masyarakat yang dirugikan dengan biaya mahal untuk mendapatkan akses publik akan internet dan layanan lainnya," ungkapnya.

Rasminto menambahkan, kebijakan pengenaan tarif sewa jaringan utilitas publik oleh Kota Surabaya itu ditiru juga Pemda-pemda lainnya.

"Tidak pelak lagi dampak kebijakan Pemkot Surabaya akan menjadi contoh bagi sebanyak 514 Kabupaten/ Kota lainnya membentuk regulasi yang sama," lanjutnya.

Rasminto menyatakan, hingga kini terdapat total 70 perda di sebanyak 59 Kabupaten/Kota  berdampak pada mahalnya biaya gelaran utilitas jaringan telekomunikasi.

"Setelah Kota Surabaya, kini sudah toral 59 Kabupaten/Kota meniru, dampaknya tentu akan memaksa operator telekomunikasi mengenakan pungutan tinggi dalam menyediakan infrastruktur digital," kritiknya.

Rasminto berharap Pemda lebih kreatif dan inovatif dalam meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD).

"Pada prinsipnya, kita setuju bila Pemda dapat tingkatkan PAD-nya, tapi perlu lebih kreatif dan inovatif lagi, jangan ujung-ujungnya masyarakat yang jadi korban," ujarnya.

Dia menyarankan, sebaiknya ada evaluasi regulasi yang menghambat pembangunan smart city.

"Pemkot Surabaya perlu mendengar aspirasi masyarakat dan pelaku usaha dalam melakukan evaluasi terhadap regulasi yang menghambat pembangunan infrastruktur smart city, karena tentunya akan menghambat kepentingan publik," pungkas Rasminto. (Z-1)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat